Terimakasih, Mike.

32 3 0
                                    

Ini adalah hari pertamaku sebagai mahasiswi.
Aku datang sepagi mungkin, masih sama seperti 3 tahun kemarin saat aku pertama kalinya masuk ke SMA.

Bedanya, hari ini aku tak lagi berlari kejar mengejar bersama Asya dan Leila.
Tapi, sekarang aku duduk manis di samping Mike.

Ya, Mike.
Dia satu fakultas denganku, di kampus yang sama denganku.
Aku tak mengira bahwa Mike juga suka dengan sastra.

Semenjak kejadian di caffe malam itu, aku tak pernah berkunjung ke rumah Mike lagi.
Aku takut menemui pemandangan yang akan menaikan tekanan darahku lagi nantinya.

Hanya saja pagi ini Mike menjemputku karena amanat dari Papahku.
Seperti dugaanku, Papah pasti menitipkan aku pada Mike.
Tanpa Papah sadari, dia menitipkan aku ke tangan yang kurang tepat.
Jika aku terus bersama Mike, aku tak menjamin bahwa aku akan tetap menjadi anak alim seperti sebelumnya.
Secara, kehidupan Mike dan semua tentang Mike itu tak jauh dari club, caffe dan tempat tempat semacam itu di Jakarta ini.

Mike memarkirkan mobilnya dengan mulus, dia membukakan pintu untukku dan aku segera turun.

Beberapa pasang mata menatap heran ke arahku dan ke arah Mike secara bergantian.
Aku yang masih asing dengan suasana kampus baru ku ini menjadi semakin bingung dengan sambutan aneh dari orang orang disini.

Mike menggandeng tanganku dan menarikku tanpa satu katapun yang di ucapkannya.

Kami menaiki 7 anak tangga sebelum sampai ke tempat tujuanku.
Kelas baruku, teman baruku, semuanya asing di mataku.
Mike mengajakku duduk di sudut ruangan.

Dia masih diam, aku juga diam.
Ku perhatikan satu demi satu wajah di ruangan ini, tak ada yang ku kenal.
Mereka tampak mulai berkenalan satu sama lain.
Tidak seperti aku yang hanya diam di sudut sambil memandang berkeliling.

Di sudut yang lain, aku dapat melihat segerombolan wanita centil yang ku yakini adalah seniorku.
Tatapannya sungguh tak bersahabat terhadapku.

Salah satu dari mereka mencibir memandangku.
Aku hanya membalas itu dengan membuang pandanganku.
Sangat tidak nyaman berada disini.
Aku ingin acara tak penting ini segera selesai.
Namanya sih acara ramah tamah, tapi aslinya?
Sangat bertolak belakang.

"Mike" aku mengguncang lengan Mike di samping kiriku.

"Mmmm" Mike masih fokus dengan sebuah film di layar ponselnya.

"Haauuussss" aku sengaja bertingkah sedikit manja. Berharap Mike akan membelikan aku sebotol air mineral yang menyejukan.

Mike mengangkat wajahnya dan menoleh ke kanan serta ke kiri.
"Kamu jalan luruuuuusss, terus belok kanan sedikit. Nanti di situ ada yang jual minuman" Mike memberi petunjuk yang tak ku harapkan.

"Aaarrrgghhh,, anterin dong Mike" aku terpaksa merengek agar Mike kasihan padaku. Aku tak ingin nyasar gara gara berkeliaran tanpa tahu tujuan.

"Sebentar lagi aku ada kelas, kamu bisa kan sendiri. Udah gede" Mike berdiri dan meninggalkan aku begitu saja.

Mike melangkahkan kakinya keluar ruangan, di ikuti ketiga wanita centil yang sedari tadi menatapku dengan aura permusuhan.

Ku biarkan saja Mike berlalu, aku tau kalau aku tak boleh selalu mengandalkannya dalam segala hal.
Mike bukan pengasuhku, jadi Mike tak punya kewajiban untuk menyediakan segala keperluanku.

Karena aku benar benar tak punya nyali untuk mencari minum sendiri, ku putuskan untuk tetap diam di bangku ku dan memainkan game di ponselku.

Dua jam berlalu tanpa ada acara apa apa yang terjadi, sangat membosankan.
Tak ada dosen ataupun siapa saja yang membuka suara untuk menghidupkan suasana menjenuhkan ini.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang