Holiday

42 2 0
                                    


"Aku mencarimu sampai ke sudut dunia, tapi kau seperti hilang di telan waktu"


Ku perhatikan buih buih ombak yang menambrak kedua kakiku.
Sengatan sinar matahari memanggang kulitku.
Aku yakin warnanya kini bertambah gelap dari sebelumnya.
Ku lirik sesekali mamah dan papah yang berbaring santai di bawah payung lebarnya.
Betapa aku bahagia menyaksikan mereka, sampai di usia pernikahan mereka yang ke 25 ini, mereka selalu kompak dan romantis.
Dalam hatiku, aku mengagumi mereka. Kelak aku ingin seperti mereka.
Es kelapa muda yang manis terasa sangat menyegarkan tenggorokanku.
Suasana khas pantai hari ini sukses membuatku sejenak melupakan Asya yang hilang tanpa kabar.
Puas berjemur, aku dan keluargaku kembali ke rumah.

Liburan kali ini memang aku habiskan di tempat orang tuaku.
Bali memang tempat yang sangat indah bagiku. Mungkin itulah alasan Papah dan Mamah pindah kesini sejak aku SD.
Aku masih terpaku pada layar laptopku. Sederet e-mail ku kirimkan pada Asya tanpa membuahkan hasil.
Hampir 2 minggu lamanya aku menunggu kabar dari Asya. Tapi tak satupun mendapat jawaban.
"Aku mencarimu sampai ke sudut dunia, tapi kau seperti hilang di telan waktu" Aku merutuk dalam hati.

"Mah, besok aku balik ya" Aku bangkit dari dudukku dan menghampiri mamah di ruang tv.
"Memangnya kapan masuk sekolah?" Mamah menjawab sambil mengganti chanel televisi di hadapannya.
"Lusa Mah" aku duduk di samping mamah dan mengelendot manja di lengannya.
Sebagai anak tunggal, sifat manja itu masih melekat padaku sampai aku sebesar ini.
"Kamu ga mau pindah sekolah kesini aja? kan enak ada mamah sama papah disini" Mamah membelai lembut rambutku.
"Engga ah mah, aku lebih nyaman sama temen temen lamaku. Mamah kan tau aku ga bisa cari temen, sampe sekarang aja temenku itu bisa di itung jari" aku menjawab setengah merengek.
"Hmmmm,, Asya gimana?" tiba tiba papah bertanya.
"Ga gimana gimana, udah ah ngapain bahas dia" aku merengut kesal mengingat tentang Asya yang meninggalkan aku begitu saja.
"Kamu lagi marahan? wajar lah, namanya juga bumbu dari sebuah hubungan" papah menyeripit kopi di cangkirnya.
Mamah hanya tersenyum menanggapi kalimat papah.
Orang tuaku memang tau hubungan aku dan Asya. Mereka tak masalah dengan itu, selama aku bisa menjaga batasan batasan yang ada.
Katanya, supaya aku belajar membangun sebuah komitnen.
Aku beranjak ke kamarku, merapihkan semua barang barangku untuk di bawa besok.
Walau jarak rumahku dan rumah ini hanya memakan waktu 2 jam perjalan, tapi barang bawaanku melebihi orang yang mudik di hari raya.
Aku nyengir sendiri melihat 3 koper besar di hadapanku.
Padahal semua itu isinya cuma pakaian dan aksesoris yang aku pakai selama seminggu.
Betapa repotnya aku ini, berlebihan sekali.

Pagi ini aku di antar supir ke rumah pribadiku. Papah dan Mamah sibuk dengan bisnis mereka. Mereka sudah berangkat sebelum aku menyelesaikan mimpiku pagi tadi.
Walau segalanya serba kecukupan, mamah selalu menolak jika aku meminta ada seorang pembantu di rumahku.
Katanya aku harus mandiri, harus belajar semuanya dari sekarang.
Ya mau tidak mau aku harus menyetujui itu semua.
Jadilah aku anak SMA yang sudah mahir memasak resep buatan sendiri..
Hahaha... Walau mungkin hanya aku yang menyukai makanan hasil masakan tanganku.

Usai suda waktu bersantaiku.
Sekarang aku harus mulai mempersiapkan diri untuk kembali ke sekolah.
Sudah pasti semuanya akan sangat berbeda.
Sekolah tanpa adanya Asya adalah sesuatu yang baru bagiku.
Jujur saja, hatiku masih belum bisa beradaptasi dengan semua kenyataan ini.

Seribu pertanyaan tentang Asya masih belum bisa ku jawab.
Sebenarnya Asya pasti punya alasan lain atas sikapnya selama ini kepadaku.

Ah... Memikirkan itu hanya membuat kepalaku terasa pening.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang