Bisa Karena Terbiasa

48 2 0
                                    


" Asya balik kemaren, ga ngabarin lo? kasian, gue aja yang bukan pacarnya di samperin. Nah lo.. bye maksimal.. Huhuhu"


Bulan berganti bulan aku jalani dengan segudang perasaan aneh di hatiku.
Dulu semuanya tentang Asya. Belajarpun karena Asya. Sekarang motivasi itu hilang entah kemana.
Digantikan rasa muak berkepanjangan setiap melihat gaya centil Anya setiap hari.
Ya, aku memang sekelas dengannya tahun ini.
Jadilah kelas ini terasa seperti neraka.
Aku heran pada Anya, walau nilainya tak pernah di atas KKM kelihatannya dia santai saja.
Malah lebih fokus pada berbagai macam aroma parfum dan rambut kriwilnya.
Setelah kepindahan Asya, dia benar benar mengibarkan bendera perang terhadapku. Sifatnya yang terang terangan menunjukan ke tidak sukaannya padaku sukses membuatku membalas semua itu dengan imbang.
Aku dan Leila hanya mencibir melihat tingkah alaynya setiap hari.
Aku sangat bersyukur karena masih bisa sekelas dengan Leila tahun ini.
Tak dapat ku bayangkan jika tak ada sahabatku di kelas ini.
Mungkin aku akan jadi satu satunya murid yang di asingkan karena sifatku yang tak mudah bergaul.

" Asya balik kemaren, ga ngabarin lo? kasian, gue aja yang bukan pacarnya di samperin. Nah lo.. bye maksimal.. Huhuhu" Anya dengan suara genitnya meledekku, lalu tertawa lepas di ikuti 3 orang dayang dayangnya.
Aku tak menjawab apa apa, kesal setengah mati.
Pertama, karena tingkah Anya yang sok jadi Qween wanna be.
Kedua, karena Asya yang bener bener udah ga nganggep keberadaanku lagi.
Kalo iya bener dia balik dan nyamperin Anya. Kenapa ga nyamperin aku?
Leila memegang bahuku dan menenangkan nafasku yang seperti memburu setan.
"Apa banget coba Lei, biarpun Asya ga nyamperin gue, gak harus kan dia koar koar kaya speaker rusak gitu" aku geram.
"Ya udah lah Fen, ga usah di tanggepin. Dia sirik sama kamu, jadi ya gitu deh" Leila menimpali dengan santainya.

Waktu berjalan maju tanpa berhenti sedetikpun.
Hari hari beganti tanpa terasa.
Sekarang aku sudah tak lagi memikirkan Asya yang menghilang begitu saja. Tak lagi terus menerus mengirim pesan padanya.
Tak lagi memandangi ratusan email di laptopku sampai larut malam, berharap Asya membalas.
Bagiku sekarang, Asya hanyalah kenangan masa lalu yang harus di lupakan.
Karena dia sendiri yang tega membiarkan aku menunggu tanpa satupun kabar darinya.
Aku mulai terbiasa dengan keadaan yang baru ini. Membiasakan diriku tanpa adanya Asya di sana, di dalam hatiku.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang