7. Jangan Dipendam

708 119 5
                                    

Kembali ke rutinitas biasa. Jihoon datang ke rumah Jira setelah pulang sekolah. Jihoon terus memandangi Jira yang lebih diam dari biasanya.

Biasanya Jira akan bertanya, menegur bahkan merasa aneh jika Jihoon memandanginya sangat lama. Tapi kali ini tidak ada respon. Seperti tidak ada jiwa pada raga Jira.

Jihoon tidak bisa begini terus. Waktunya akan terbuang banyak sampai Jira tersadar dari lamunannya. Jihoon menarik bangku untuk duduk dihadapan Jira. Bahkan dengan melambaikan tangan dihadapan Jira, gadis itu tidak sadar juga.

Jihoon memetikkan jarinya. Baru Jira sedikit tersentak dan memundurkan wajahnya karena jarak Jihoon memandanganya terlalu dekat.

"Kenapa kau melihatku seperti itu ?" Jira yang Jihoon kenal sudah kembali.

"Seharusnya itu yang ku katakan sejak 20 menit yang lalu."

"Maksudmu ?" Kata Jira.

"Kau sudah bengong dan membiarkanku berbicara sendiri selama 20 menit." Kata Jihoon.

"Kau membuatku seperti orang bodoh karena bicara sendiri sedari tadi." Ucap Jihoon sarkas.

"Mian."

"Ada apa ?"

"Aniyo. Tidak ada." Bohong Jira.

Tidak mungkin Jira bisa mengatakan alasan sebenarnya. Itu akan menyinggung bahkan bisa saja membuat pria di depannya ini marah.

"Jangan bohong. Aku tau kau sedang ada masalah."

"Aku tidak bisa mengatakannya."

"Baiklah kalau begitu." Jihoon menyenderkan tubuhnya pada kursi yang dia duduki.

Jira berusaha menyulas sedikit senyum dan melupakan sejenak masalahnya. Ini bukan pertama kalinya dia bertengkar dengan appanya. Tapi kali ini Jira sangat kecewa karena appanya bahkan ingin berbuat curang pada kompetitornya.

"Kemarin ketika kau menangis, sebetulnya aku agak terkejut. Namun karena sudah banyak yang mengkhawatirkanmu, aku jadi merasa tidak perlu ikut menenangkanmu." Kata Jihoon.

"Tapi ketika kau sendirian atau bersamaku, kau bisa menceritakan semuanya padaku." Jira menatap Jihoon dengan tatapan bergetar.

"Aku akan mendengarkan semua masalahmu." Jihoon menepuk puncak kepala Jira.

Dengan tangan yang masih menyentuh kepala Jira. Jihoon memajukan wajahnya pada Jira hingga berjarak 15 senti. Jihoon tersenyum simpul hingga memunculkan lekuk pipinya dengan sempurna.

"Tapi jika kau merasa canggung padaku. Kau bisa ceritakan semuanya pada orang terdekatmu. Yang penting jangan sampai dipendam sendiri."

"Aku tidak mungkin memaksamu menceritakan masalah appamu. Bahkan jika itu ada hubungannya denganku."

Jira melebarkan matanya sebisa yang ia bisa. Menatap sepasang mata yang mulai menjauh.

Dia mengetahuinya. Tapi dia membiarkan masalah itu seakan tidak ada masalah. Kenapa ? Kenapa dia membiarkannya ??!

"Tapi bukan berarti aku membiarkan kompetitorku melemahkanku atau sebaliknya. Kenyataannya hidup ini emang kompetisi antar manusia. Tapi karena aku tidak pernah berpikir ini adalah ajang kompetisi."

Jira memandang lurus pria dihadapannya.

"Melainkan ajang pertemanan."

☆☆☆

Waahhh...
Kenapa lebih pendek ?? 😂
Semoga besok aku bisa update lagi dengan chapter selanjutnya. Aku janji akan berusaha buat lebih panjang.

Yaksok

PartitureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang