24. Kejutan

627 98 244
                                    

Matahari bersinar terang menutup akhir musim semi. Namun tidak dengan suasana hati dan pikirannya. Pikirannya kosong dan hatinya hampa. Segala kebahagiaannya dulu telah dibawa pergi bersama musim semi yang hampir berakhir. Mendatangkan panas yang membuat kepalanya mendidih karena bayang - bayang Jihoon tidak pernah hilang.

Jira sudah hampir gila jika seperti ini terus. Tidak hanya di rumah. Di sekolah pun dia sangat tertekan karena ada sedikit harapan untuk bertemu atau berpapasan dengan pria itu. Tapi apa kenyataannya ?? Sekarang Jihoon bahkan seperti tertelan bumi. Tidak pernah terlihat. Jira hanya mendengar berita Jihoon dari Hwang Li dan hanya bertatap muka dengan saling membalas senyum dengan teman - temannya.

Sakit. Tentu Jira sakit hati. Tapi kehampaanlah yang lebih mendominasi dirinya. Kejadian saat eommanya pergi, kini kembali lagi. Eommanya dulu membawa senyum Jira hingga dia kehilangan kebahagaian. Namun ketika Jihoon datang dan memberikan keceriaan bersama temannya, Jira menemukan senyum itu kembali. Tapi.. Kebahagiaan itu direnggut kembali. Bersama Jihoon yang sudah tidak ada kabar.

Baru saja Jira ingin meneteskan air matanya saat dia menapakkan kakinya di lantai rumahnya sendiri. Namun tertahan karena melihat tamu yang ada di ruang tengahnya itu.

"Jun ?" Gumam Jira tidak terdengar 2 orang di sana.

Pria itu melemparkan senyumnya.

"Jira-ya, perkenalkan ! Dia adalah guru pianomu. Selama ini appa belum sempat mencarikan guru piano untukmu. Namun appa bertemu tuan Jun dan dia menawarkan diri untuk menjadi gurumu." Kata appanya.

Jira masih mencerna semua ini.

"Sekarang kau bawalah tuan Jun ke ruang musik kita." Jira mengangguk.

Tiba - tiba gambaran disaat pertama kali Jihoon datang di rumahnya terngiang dipikirannya. Saat dia dulu sangat tidak mengharapkan Jihoon ada didekatnya. Sampai dia yang sekarang jadi sangat menginginkan Jihoon hanya untuk tersenyum untuknya.

"Kenapa kau tersenyum begitu ?" Tegur Jun.

"Ahh.. Ani. Tidak ada apa - apa. Kenapa kau bisa menjadi guruku ?" Tanya Jira setelah mendapat kembali semua kesadarannya.

"Ceritanya singkat. Akan ku katakan jika kita sudah sampai." Kata Jun.

Jira pun menahan rasa penasarannya hingga sampai di ruang musik itu. Seperti dengan Jihoon. Jun juga mengelilingi dan memandangi ruangan itu dengan tatapan takjub. Bedanya, Jun masa sekali tidak menunjukkan rasa sungkan ataupun malu - malu.

"Ruangan ini hebat. Alat - alatnya lengkap. Pantas Jihoon suka ke sini." Kata Jun.

Jira membalasnya dengan senyuman lalu kembali mengulang pertanyaannya. "Jadi kenapa kau bisa jadi guruku sekarang ?"

"Saat itu aku hanya menjadi mengisi pianis yang kosong disebuah acara yang sama dengan tuan Yoon. Kebetulan tuan Yoon menghampiriku dan mengatakan dia sedang mencari guru pianis. Karena aku tau siapa yang akan ku ajari, aku jadi menawarkan diri." Benar - benar cerita yang singkat.

"Jadi seperti itu. Padahal aku hanya mencari alasan saat itu. Aku tidak berniat belajar piano lagi." Ucap Jira murung.

"Jangan putus semangat. Karena itulah aku ada di sini sekarang."

Jun menyerahkan handphonenya pada Jira. Di layar itu sudah tersambung dengan seseorang yang sangat ingin Jira temui. Pria itu sedang mengenakan headphone-nya sambil serius memandangi sesuatu. Sampai vcall-nya diabaikan dan dibiarkan menyala.

"Hei !! Juni-ya, jika kau tidak segera bicara, aku akan segera menutup vcall ini. Lagipula untuk apa kau melalukan vcall ? Jika hanya ingin mengganggu. Ganggu saja yang lainnya." Maja. Dia Jihoon. Pria itu tidak pernah berubah. Tetap pemarah.

PartitureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang