"JIRA !!!"
Suara itu sudah lama tidak terdengar. Sekarang Jira sudah bisa mendengarnya seperti biasa lagi. Dia juga tidak malu lagi jika Hwang Li meneriakan namanya itu.
"Jira-ya, apa dia selalu berteriak seperti itu ?" Tanya Jihoon. Wajahnya seakan terganggu dengan suara kencang Hwang Li. Mirip dengan wajahnya dulu yang risih mendengar suara sahabatnya itu.
"Dia memang seperti itu." Jawab Jira pada Jihoon. "Wae, Li-ya ?"
"Sebentar lagi akan ada libur seminggu, apa aku boleh menginap di rumahmu ? Sudah lama aku tidak menginap." Kata Hwang Li.
"Me-menginap ya ?!" Jira bingung mau menjawab apa. Pasalnya dia saja sudah hampir beberapa bulan meninggalkan rumahnya itu. Dia juga sudah lama tidak melihat dan mendengar kabar tentang appanya.
Sesaat Jira melupakan appanya itu karena kebahagiaan yang dia rasa selama dengan Jihoon. Ketika Hwang Li membahas tentang rumah, dia jadi merindukan appanya itu.
Keadaan appa bagaimana ya ?
"Waeyo ? Kau sudah ada janji ?"
"Ehh.. Mwo ??" Gelagap Jira.
"Dia sudah janji denganku." Jira dan Hwang Li sama - sama memandang Jihoon.
"Kalau boleh tau, mau ke mana ?" Tanya Hwang Li lebih lembut.
Mungkin Hwang Li sudah merelakan Jihoon. Tapi Jira bisa melihatnya, mata Hwang Li yang masih menyukai Jihoon. Jira memang tidak bisa memaksa seseorang langsung menghilangkan perasaannya. Tapi Jira tidak salahkan jika takut dengan tatapan dan sikap Hwang Li yang tiba - tiba manis di depan Jihoon.
"Aku mau mengajaknya ke rumahku." Tegas Jihoon. Membuat Hwang Li terkejut. Bahkan Jira juga. Wajahnya merah. Kedua pipinya juga memanas.
Hwang Li menutup mulutnya yang menganga. "Hubungan kalian sudah sejauh itu ?!"
"Bu-bukan.."
Hwang Li mengambil tangan Jira dan menggenggamnya dengan erat. "Aku doakan yang terbaik untuk kalian. Semoga pertemuanmu dengan orang tua Woozi berjalan lancar. Aku yakin orang tuanya suka denganmu." Ucap Hwang Li dengan suara yang normal.
Normal Hwang Li berarti teriak bagi Jira maupun Jihoon.
"Bu-bukan begitu, Li-ya !"
"A-aku mengajaknya ke rumahku, bu-bukan berarti mau memperkenalkannya ke orang tuaku untuk dilamar." Ucap Jihoon gagap dengan wajah yang sama merahnya dengan Jira.
Hwang Li kembali menutup mulutnya lagi. "Woozi-ya !!!! Kau imut sekali jika gugup seperti itu."
Jira menghembuskan nafas lega. Untunglah jiwa fangirl Hwang Li muncul di saat yang tepat.
☆☆☆
"Jihoon-ah, apa maksudmu tadi pada Hwang Li ?" Tanya Jira di perjalanan pulang menuju dorm. "Kau berbohongkan."
"Nde." Singkat Jihoon. "Mian, kalau membuatmu kecewa. Tapi daripada kau mengatakan yang sebenarnya."
"Dia sahabatku, dia juga tau masalah antara aku dengan appa. Aku sudah percaya dengannya."
"Kalau kau mau menjelaskan yang sebenarnya, tidak apa. Tapi jangan bahas tentang dorm kami. Aku akan pinjamkan handphoneku nanti. Kau ingat nomornya kan ?"
"Ingat, kalau tidak salah." Dada Jira sedikit sesak mendengar Jihoon mau meminjamkan handphonenya untuk menelepon Hwang Li. Secara otomatis Hwang Li akan memiliki nomor Jihoon. Dan ada kesempatan untuk Hwang Li menghubungi Jihoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partiture
FanfictionSuatu hal yang tak ingin ku tau, tapi harus ku kuasai. Suatu hal yang tak ku suka, tapi terpaksa ku suka. Suatu hal yang mengubah kehidupanku dan suatu hal yang memaksaku untuk dekat dengannya. Lee Jihoon atau biasa dikenal Woozi. Pria yg ku tau han...