Tuk.. Tuk.. Tuk..
"Masuk !"
"Annyeong Jihoon-ssi." Sapa Jira.
"Hmm.."
"Bagaimana moodmu ?" Tanya Jira.
"Sudah lebih baik. Kenapa kau terlihat takut begitu ? Apa aku terlihat menyeramkan kemarin ?"
Ne.. Sangat. "Begitulah."
"Hari ini kau bisa mulai mengaransemen lagu Ailee. Aku sudah mempersiapkan rekaman - rekamannya. Tinggal kau rubah saja. Kalau kau bingung atau butuh bantuan, kau bisa tanyakan padaku. Tidak perlu takut. Hari ini aku tidak bisa mengawasimu penuh. Ada lagu yang harus ku selesaikan." Kata Jihoon panjang lebar.
"Ok." Jira langsung duduk di depan komputer dengan banyaknya rekaman yang telah diberikan acak oleh Jihoon.
Karena berantakan, Jira harus mendengarkannya satu persatu. Dia sudah pernah mendengar lagu aslinya, jadi hanya perlu mengubah ke versinya sekarang.
Sebenarnya cukup sulit karena suara, nada dan intonasi Ailee sudah disesuaikan dengan keinginan Jihoon. Tapi Jira tidak ingin menanyakan lebih lanjut karena Jihoon benar - benar sibuk dengan gitar, kertas dan pensilnya.
30 menit kemudian.
Tidak banyak perubahan dari lagu yang sedang ditangani Jira. Jihoon juga tidak selesai - selesai dengan lagunya. Karena pengetahuan tentang ornamen - ornamen dan alat - alat editnya juga tipis, Jira hanya mengubah nada dan beberapa tekanan dari lagu itu.
Dia tidak bisa mendengar keadaan luar termasuk suara gitar Jihoon. Headphone yang digunakannya benar - benar mengunci Jira dari suara di luar sana. Dapat Jira bayangkan jika Jihoon sudah bergelut di depan komputer, tidak akan ada yang Jihoon sadari di sekitarnya.
"Aigoo.." Terkejut Jira saat Jihoon tiba - tiba berada di sampingnya tanpa bicara.
Mungkin Jihoon sudah bicara tapi Jira tidak mendengarnya karena headphone itu.
Jihoon memperagakan agar Jira melepas headphone-nya. Jira pun menurunkan headphone itu dan menggantung di leher jenjangnya.
"Jadi apa yang sudah kau ubah ?" Tanya Jihoon.
"Hanya nada dan sedikit pada beberapa tekanan lagunya. Bagaimana dengan lagumu juga ?"
"Sudah selesai. Aku ingin mendengar editanmu."
Jira melepas headphone itu dan memberikannya pada Jihoon. Jari Jihoon mulai memutar lagu hasil buatan Jira. Ekspresinya sangat datar dan serius. Berbanding terbalik saat Jira yang membuatnya. Dia sangat santai dan tidak terlalu memikirkan hasil akhirnya bagus atau tidak.
Jihoon melepaskan headphone itu. "Lumayan. Tapi memang tidak terlalu banyak perubahan."
"Nde. Aku tidak tau harus menggunakan tools mana untuk mengubah yang lainnya."
"Kenapa kau tidak tanya ?"
"Aku tidak enak karena kau sangat serius."
"Harusnya kau tanya. Aku tidak masalah jika kau ingin bertanya. Walau memang aku akan terganggu."
"Tuh kan."
"Sudahlah pakai lagi headphone ini. Aku akan memberimu beberapa bantuan jika ada yang ingin kau ubah."
"Bagaimana caranya ? Kau tidak bisa mendengarnya jika tidak pakai headphone ini."
"Putar sisi bagian kanan. Aku masih bisa mendengarnya jika begitu."
"Apa kau tidak punya earphone ?" Jira sedikit gugup, tapi masih dapat ditutupi.
"Earphone-ku tertinggal di studio dan anak - anak juga sering menggunakannya. Jadi untuk saat sekarang hanya ini yang bisa digunakan." Jawab Jihoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partiture
Fiksi PenggemarSuatu hal yang tak ingin ku tau, tapi harus ku kuasai. Suatu hal yang tak ku suka, tapi terpaksa ku suka. Suatu hal yang mengubah kehidupanku dan suatu hal yang memaksaku untuk dekat dengannya. Lee Jihoon atau biasa dikenal Woozi. Pria yg ku tau han...