1. Awal Permulaan

1.3K 157 14
                                        

Ruangan bernuansa putih abu - abu ini terdapat Jira yang fokus dengan pensil dan kertasnya. Dibandingkan dengan musik, Jira lebih suka menghabiskan waktunya dengan membuat gambar - gambar iseng seperti saat ini daripada berkutat dengan kertas nada dan alat - alat berbunyi itu.

Walau gambarnya memang tidak bagus. Tapi dia lebih menikmati hobinya ini.

Tak lama kemudian. Seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya. Jira secara otomatis menyembunyikan semua alat gambar dan kertas - kertasnya itu. Jika appanya tau dia menggambar lagi. Bisa - bisa semua gambarnya itu dibuang atau separah - parahnya dibakar.

"Permisi nona Jira, nona dipanggil Tuan di ruang tengah."

"Ada apa ?" Jawab Jira datar.

"Sepertinya Tuan ingin memperkenalkan Anda dengan seorang pria."

Jira mendengus. "Apa teman appa lagi ?"

"Sepertinya bukan nona, karena dia terlihat sangat muda." Ucap si pelayan.

Jira mengerutkan keningnya. Banyak pertanyaan yang melayang dipikirannya. Tentang siapa pria itu, apa maksud appanya kali ini dan 1 pertanyaan yang sangat jauh dari pemikirannya selama ini. Apa appanya berusaha menjodohkannya ?? Jika pertanyaan terakhirnya yang benar, maka secara langsung Jira akan menolaknya mentah - mentah. Umurnya masih 16 tahun dan dia ingin dijodohkan. Appa memang sudah kehilangan akal sehatnya. Pikir Jira.

Jira melangkah anggun ke arah ruang tengah dengan pelayan yang mengikutinya dari belakang. Dia dapat melihat appanya dengan jelas walaupun duduk membelakangi dirinya. Appanya sedang duduk bersama seorang pria yang terlampau muda dari perkiraan Jira tadi.

Kenapa bisa dia ada di sini ? Terkejut Jira. Ekspresinya tidak bisa dinormalkan saat melihat seseorang yang 1 sekolahan dengannya ada dihadapan appanya sambil bicara serius.

Menyadari Jira ada di belakang. Appa Jira akhirnya menyuruh putrinya untuk ikut duduk bersama mereka. Jira dengan canggung duduk di sebelah pria itu karena bentuk sofa di rumah mereka adalah huruf L. Dan sofa yang diduduki ayahnya adalah sofa utama.

"Jira.. Perkenalkan dia Lee Jihoon atau kerap disebut Woozi. Komposer dan produser musik yang sedang naik daun itu." Perkenalkan ayahnya. Tidak perlu diperkenalkan pun Jira sudah mengenalnya. Apalagi karena Jira seangkatan dengan Jihoon.

Jihoon mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Jira. Jira merasa aneh harus berkenalan dengan teman sekolahnya sendiri. Tapi mau diapakan lagi, Jihoon juga tidak mungkin mengenalnya. Lagipula kenapa appanya membawa Jihoon ke sini ??! Dia kan membenci Jihoon.

"Dia akan menjadi guru musikmu saat ini." Ucapan appanya sontak membuat Jira tertegun.

Jika saja dia sedang minum, mungkin minuman itu sudah dia lemparkan pada appanya.

"Apa maksud appa ?" Tanya Jira meyakinkan pendengarannya.

"Tuan Jihoon yang akan mengajarkanmu cara bermain alat musik, membaca not balok, membuat lirik dan semua hal berunsur musik." Jelas appa.

Appa pasti sempat terbentur atau terkena tembakan pistol dari musuh. Pikir Jira.

"Bagaimana appa bisa meminta Jihoon-ssi mengajarkanku, jika appa sendiri tidak menyukai Jihoon-ssi ??!" Tanya Jira jujur. Dia lebih suka menyudutkan appanya daripada membiarkan orang yang tidak tau apa - apa seperti Jihoon ini masuk ke perangkap appanya. Appa pasti sudah merencanakan sesuatu. Tebak Jira lagi.

"Kapan aku mengatakan tidak menyukai Jihoon ? Kami sama - sama komposer. Sudah sebaiknya kita bekerja sama dan bukannya saling menjatuhkan." Cih.. pencitraan. Kesal Jira. Dia tau jika appanya berbohong.

"Baik Jira. Bagaimana jika kau bawa tuan Jihoon ke ruang musik kita untuk memulai pengajaranmu ?!" Perintah appanya membuat Jira bangun dengan kesal. Jika tidak ada Jihoon yang mengikutinya dari belakang mungkin sekarang kakinya sudah dia hentak - hentakkan ke lantai hingga memberikan suara yang cukup mengganggu.

Sesampainya di ruang musik yang cukup besar. Jira membiarkan Jihoon melihat sekeliling ruangan yang dipenuhi alat musik dan berbagai ornamen yang dibutuhkan untuk bermusik. Semua alat musik dari yang terbesar seperti piano sampai terkecil seperti seruling ada di sana. Bahkan alat rekording dan studio untuk rekaman juga ada di sana. Bisa dibayangkan seberapa besar ruangan itu.

"Alat musik keluargamu sangat lengkap." Kata Jihoon.

"Bukankah itu sama seperti tempatmu." Kata Jira. Dia selalu berpikiran jika semua komposer dan produser juga memiliki perlengkapan seperti appanya ini. Walaupun tidak bisa memainkan biola dan harpa, appanya tetap membeli kedua benda itu sebagai koleksi.

"Aniyo. Aku hanya memiliki gitar dan keyboard. Serta sebuah komputer dan alat perekam untuk rekaman." Jira cukup terkejut. Alat yang disebutkan Jihoon cukup sederhana untuk seorang komposer dan produser yang dibenci appanya ini.

"Ada yang ingin ku tanyakan padamu." Ucap Jira.

"Silahkan !"

"Kenapa kau mau bekerja menjadi guru anak dari musuhmu sendiri ?"

"Maksudku, kau pasti tau jika appaku ini juga komposer serta produser musik dan kau menerima pekerjaan ini dengan mudah padahal ini dari musuhmu sendiri." Dengan cepat Jira menjelaskan lagi maksudnya agar Jihoon tidak salah paham.

"Memangnya itu salah ? Aku sering bekerja sama dengan berbagai komposer dan produser. Jika sekarang aku mengajar untuk anak seorang komposer atau produser, itu tidak masalah bagiku." Jawab Jihoon.

"Kau tidak merasa ini terlalu aneh atau apa kau tidak memiliki pikiran jika appaku merencanakan sesuatu ?!"

"Kau sepertinya membenci appamu." Kata Jihoon tepat mendiamkan Jira.

"Awalnya aku memang tidak mau mengajarkan seseorang. Bukan karena tidak suka, tapi aku merasa tidak mampu. Tapi melihat harga yang ditawarkan appamu untuk jasaku, tidak ada alasan untuk aku menolaknya."

Jira mengerutkan keningnya. "Memang seberapa banyak appa membayarmu ?"

"Mungkin kau tidak akan percaya. Tapi akan ku perlihatkan berapa tranferan pertama appamu untuk pertemuan hari ini."

Jihoon mengeluarkan handphone-nya. Sambil menekan sesuatu yang Jira tidak tau, Jihoon berkata. "Dan kita akan bertemu setiap hari setelah pulang sekolah. Tapi usahakan jangan sampai murid - murid sekolah tau aku mengajarimu." Ucap Jihoon. Lalu memperlihatkan layar handphonenya pada Jira.

Seketika itu juga mata Jira melebar. Appa membuang - buang uang 50 juta untuk menyewa saingannya ini. Tidak salah lagi. Pasti ada yang direncanakan appa.

"Kau tidak takut jika appa merencakan sesuatu yang berujung buruk padamu ?" Selidik Jira lagi.

Kali ini Jihoon yang mengangkat sebelah alisnya. "Aniya."

"Untuk apa aku takut pada appamu. Lagipula yang ku ajari adalah anaknya bukan appamu." Tambah Jihoon.

"Bukankah itu sama saja ?!! Kau mengajari anak dari musuhmu."

"Ani. Itu berbeda." Jihoon berhenti sejenak untuk mendekati Jira. Memandang gadis itu cukup tajam pada matanya.

"Aku yakin kau tidak sama seperti appamu. Karena kau bukan appamu."

Deg

☆☆☆

Semoga suka ya aku bikin Jihoon jadi cuek cuek romantis gitu 😄

PartitureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang