"Tuan Woozi, bisa kita bertemu ? Ada yang akan ku bicarakan."
☆☆☆
Saat ini Jira sedang ada di ruang tamu. Tidak biasanya Jira di minta appanya untuk bicara di ruang tamu. Biasanya dia akan diminta ke ruang kerja appanya.
Ini seperti..
Saat pertama kali Jihoon datang ke rumah ini. Appa Jira meminta Jira ke ruang tamu karena ingin memperkenalkan Jihoon. Seketika Jira merasa tidak enak. Seperti akan terjadi sesuatu. Tapi baik atau buruk ?
Jira melihat appanya baru saja keluar dari ruangannya. Wajahnya tetap datar seperti biasa. Tapi tidak seperti dulu. Karena dulu appa Jira akan selalu menampilan senyum yang hangat.
"Karena Woozi tidak bisa datang siang ini, appa akan mengatakannya dulu padamu."
Deg
Mendengar nama Jihoon disebut saja membuat Jira menghentikan detak jantungnya.
"Sebenarnya appa tidak suka kau mendedikasikan lagu buatanmu itu untuk Woozi dan pada teman - temanmu yang entah siapa. Tapi appa juga tidak bisa menghentikannya juga karena ucapanmu sudah didengar banyak orang."
"Memang apa salahnya ? Memang Jihoon yang mengajarkan dan membantuku." Emosi Jira.
"Tapi harusnya tidak perlu dikatakan. Sudahlah appa tidak ingin membahas masalah itu. Appa ingin membahas kotrak Woozi."
Jira diam.
"Mulai hari ini dan seterusnya. Kau tidak perlu belajar musik lagi dengan Woozi." Perkataan appa Jira sukses membuat Jira hampir menangis. Tapi dia tahan. Dia tidak ingin appanya tau jika dia mulai menyukai Jihoon. Jika tidak appanya pasti akan semakin menjauhkan mereka.
"Kami sepakat saat kau sudah tampil disebuah acara, kontraknya selesai. Dengan kata lain, kotrak itu sudah berakhir kemarin saat kau ada di Young Street Radio."
"Apa appa tidak bisa memperpanjang kotraknya ?" Ini pertama kalinya lagi Jira meminta pada appanya. Dia tidak ingin kontraknya berakhir.
"Ani." Tegas appa Jira. "Woozi sendiri sudah setuju dengan syarat ini dari awal. Dan appa juga sudah yakin kau tidak perlu belajar lagi."
"Aku masih perlu. Masih banyak yang belum ku ketahui. Aku membutuhkan Jihoon." Aku tidak bisa pergi dari Jihoon. Lanjut Jira dalam hati.
"Tapi keputusan appa sudah bulat. Kontrak ini juga tertulis dan ditanda tangani. Berarti tidak bisa diubah." Tetap appa Jira.
"Appa bisa membuat kontraknya lagi. Aku.." Jira mencari alasan agar Jihoon tetap mengajarinya. "Aku masih belum bisa bermain piano dengan baik."
"Appa bisa carikan guru piano lain untukmu. Banyak guru piano yang lebih baik dari Woozi."
"Tapi aku hanya ingin Jihoon." Akhirnya kata - kata itu keluar juga dari bibir Jira.
Kerutan di kening appa Jira pun muncul. "Kenapa kau sekekeh ini ingin Woozi tetap mengajarimu ? Padahal selama ini Woozi sangat jarang menemuimu ??"
"Kami memang jarang bertemu. Tapi Jihoon selalu mengawasiku melalui handphone." Kata Jira.
"Maaf Jira-ya, tapi appa tidak bisa. Lalu sepertinya appa akan membatasi penggunaan handphonemu. Selama di rumah ini kau tidak boleh menggunakannya. Dan ketika di luar kau hanya boleh menggunakannya untuk menelepon supir. Appa akan terus mengawasimu kali ini."
Jira bangkit dengan kesal. "Appa kejam. Karena tau aku berhubungan lewat handphone juga, appa sampai menyita handphoneku. Aku benci appa."
Jira membanting handphone dan berlari ke dalam kamar.
"Appa tidak bisa membiarkanmu terus bersama Woozi. Appa takut akan terjadi sesuatu yang buruk denganmu." Kata appa Jira.
Sedangkan Jira tidak mau mendengarnya. Dia sudah di dalam kamar. Mengunci diri dan menangis sebanyak yang dia bisa.
Sekarang aku tidak bisa bertemu Jihoon lagi. Menghubunginya juga tidak bisa. Di sekolah pun kami tidak mungkin berinteraksi. Lalu kapan kami bisa bertemu lagi ??? Sebulan saja aku sudah hampir gila karena terus terbayang dia. Bagaimana jika tidak akan bertemu lagi !!?
'Walaupun kita pergi nantinya, kau harus yakin bahwa itu bukan akhir untuk kita bisa bersama lagi.'
Sekarang Jira baru mengerti maksud Jihoon mengulang makna lirik lagunya. Ternyata ini adalah perpisahannya. Namun entah apakah kita masih bisa bersama lagi.
Jira membuka kotak musik Jihoon yang dia taruh di meja nakasnya. Dan menangis bersamaan dengan lagu yang jadi terdengar menyedihkan itu.
☆☆☆
BONUS !!!
"Annyeonghaseyo Woozi-ssi. Akhirnya kau datang. Jira sudah masuk ke kamarnya tadi." Sambut appa Jira yang masih duduk di sofa.
"Annyeonghaseyo." Balas Jihoon sambil mengangguk mengerti.
Itulah yang Jihoon inginkan. Dia tidak ingin merasa sakit karena tau gadis itu pasti kecewa dengan berakhirnya kontrak ini. Jihoon juga tidak ingin melihat raut sedih di wajah itu. Jika melihatnya, Jihoon tidak akan bisa menghindari gadis itu lagi.
"Kau pasti tau apa yang akan ku katakan bukan ?!" Buka appa Jira.
"Ye. Saya tau. Saya juga menerima segala keputusan yang sudah kita setujui dari awal." Jawab Jihoon.
Kali ini appa Jira yang mengangguk. "Terima kasih sudah mengajar Jira selama ini." Appa Jira mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Jihoon.
Jihoon pun membalas uluran tangan itu. "Itulah tugasku. Terima kasih juga telah mempercayakan Jira pada saya."
"Mungkin ada yang ingin kau katakan sebelum kita tidak akan bertemu lagi untuk urusan kotrak ini." Kata appa Jira.
Jihoon berpikir sesaat. "Aku hanya ingin bilang, jangan terlalu keras pada Jira. Dia membutuhkan sosok eomma, walaupun aku yakin tuan Yoon juga sulit."
Kata Jihoon akhirnya pamit pulang. Menyisakan appa Jira yang terdiam mematung. Merasa tidak terima dengan ucapan orang yang lebih muda darinya itu. Dan lebih menyebalkannya lagi, dia tidak bisa menyalahkan ucapan Jihoon yang memang benar.
☆☆☆
Kotraknya berakhir, terus Jihoon dan Jira bagaimana ?? 😢😢 Masa mereka tidak akan bertemu lagi 😭😭
Ikuti terus ya ceritaku ini.. Aku belum rela kalau mereka pisah seperti ini :'(
KAMU SEDANG MEMBACA
Partiture
FanfictionSuatu hal yang tak ingin ku tau, tapi harus ku kuasai. Suatu hal yang tak ku suka, tapi terpaksa ku suka. Suatu hal yang mengubah kehidupanku dan suatu hal yang memaksaku untuk dekat dengannya. Lee Jihoon atau biasa dikenal Woozi. Pria yg ku tau han...