Maafkan saya yang lelet update. Karena dikejar setoran peserta UN. Dan selamat membaca readers.😉
📝📝📝📝📝📝📝📝📝📝📝"Ama, Ima ! Cepat ke depan sini!" Bu Riska senyum-senyum tidak jelas melihat sepasang manusia yang berjalan mendekat ke ruang tamu.
"Bisa jelaskan kepada kami tentang apa yang terjadi hari ini atau lebih tepatnya sore tadi." Bu Amira angkat bicara.
"Ma, itu hanya salah paham saja." Ima menelan ludah dengan susah karena untuk menjelaskan itupun Tama tak mau membantu.
"Saya minta kalian berdua menikah, bagaimana?" Ayah Tama mengeluarkan maklumat.
Semua orang tercengang.
"Saya setuju." Semua orang kembali menoleh ke Tama.
Ima menggerakan jari-jarinya.
"Maaf bisa saya izin ke kamar." Ima menengahi pembicaraan berjeda.
"Jangan dulu sayang. Kita belum selesai bicara." Bu Riska meminta.
Ima mengangguk. Kepalanya berdenyut lagi, efek setelah kecelakaan belum benar pulih.
Cukup lama pembicaraan yang berlangsung. Dengan ketukan terakhir bahwa keputusan dimenangkan oleh ayah Tama."Kami semua balik ke Jakarta ya sayang, kamu jaga diri baik-baik. Nanti kalau ada apa-apa hubungi kami." Bu Amira beserta suaminya pamit kepada Ima.
"Iya ma pa. Kalian hati-hati." Ima mencium tangan kedua orang tuanya.
"Hati-hati calon mantu sayang." Bu Riska juga turut pamit. "Yuk bu Amira kita berangkat."
Ima dan Tama mengantar mereka sampai depan pagar.
"Ayo masuk, ada yang ingin saya bicarakan." Tama berjalan terlebih dahulu ke dalam rumah.
"Kalau bisa jangan terlalu lama, saya mau istirahat pak." Ima menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Kamu bukan tipe saya. Bahkan tidak sama sekali. Mari kita buat perjanjian." Tama berdiri dan berjalan menuju jendela kaca.
"Kepedean." Ima berdiri menuju kamarnya.
Tama menggeram. "Jangan macam-macam kamu. Siapa suruh kamu masuk ke kamar."
"Kenapa bapak repot-repot hah, saya kan bukan tipe bapak." Ima menatap sengit.
"Marah. Nggak berguna." Tama menyeret masuk Ima ke dalam kamar.
"Abi jangan macam-macam yah." Ima berontak dari tarikan Tama.
"Lagi bilang Abi, saya pastikan kamu tidak bergerak sampai besok." Tama mengancam Ima yang mencoba kabur.
"Iya, iya." Ima menyerah untuk sementara. "Tapi bapak pulang aja ya. Nanti digerebek sama satpam komplek."
"Saya nginap."
Ya ampun si sabun colek ini ngotot banget.
"Kamu di lantai, saya di kasur. Ayo masuk kamar." Tama kembali menyeret Ima.
"Tunggu dulu, yang punya rumah saya. Kok bapak seenaknya sih menentukan siapa yang tidur dimana." Ima mulai marah.
"Rumah ini kantor yang tanggung bayarannya. Jadi bukan rumah kamu. Jangan sok berkuasa. Cepat ! Atau kamu tidur diluar." Tama berbicara angkuh.
Ima melangkah ke dalam kamar mengambil kunci sepeda motor. "Tidur aja disini sampai tua. Saya nggak peduli." Ima melesat pergi.
Tama tercengang.
Biarkan dia mendadak jadi patung.
Tama lambat menyadari bahwa Ima pergi dengan sepeda motor."Astaga bikin masalah itu cewek, malam-malam kabur." Tama memencet layar ponsel dengan kasar. "Nggak aktif lagi. Memang calon isteri tangguhnya tak tertandingi."
Eh kok ngaku calon isteri padahal tadi bukan tipe katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)
General Fiction"kamu yakin pengen hidup sama saya? Kamu kan orangnya nggak mau di atur." -Abi Rizki Pratama "Mulutnya ya pak" ~Fatimah Nafisha Azizah #1 Novel @ 11 Mei 2018 #5 General Fiction @ 6 Mei 2018 #9 General Fiction @ 14 April 2018 ◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎...