Ima mengerjapkan matanya. Ruangan putih pink menyapa. Bingung. Infus menancap dengan cantik di tangannya.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar. Ibu khawatir sekali." Bu Riska mengelus kepala Ima.
"Saya kenapa bu? Kok diinfus segala. Parah ya." Serentetan pertanyaan tanpa jeda.
"Kamu kecapekan sayang. Makanya pingsan. Nangis begituan. Memang kamu kenapa tadi." Bu Riska ingin tau.
"Saya tadi merasa bahwa ada Tama bu datang ke rumah ini."
Bu Riska mengerutkan dahi. "Kamu mimpi mungkin. Tama memang datang hari ini tapi dia dirumah kami. Dia tidak tau kalau kamu juga ada di Malaysia. Kan sesuai janji kami untuk tidak memberitahukan keberadaan kamu."
Ah rupanya memang cuma khayalan Ima. Bahkan kembang tidur.
◎◎◎◎◎◎◎
Tama merebahkan dirinya di kasur. Ia mengambil ponselnya kemudian membuka galeri. Memandangi wajah seseorang yang ia rindu. Yang beberapa bulan ini tidak pernah bertemu. "Kamu, aku kangen." Ia mengusap wajah seseorang yang terpampang. Gambar yang sengaja ia ambil ketika mereka sedang membicarakan persiapan pernikahan. Senyum bahagia disana. Tapi entah sekarang, apakah wanita itu mampu seperti itu lagi.
"Sayang ayo makan dulu. Kamu kan baru datang." Terdengar mamanya berbicara diluar kamar.
Tama bergegas berdiri membuka pintu kamar, kemudian menghambur ke pelukan ibunya.
"Ya ampun ini anak. Mama sesak loh Ama kamu peluk kencang. Makan dulu, nanti kita bicarakan." Mamanya memahami kegundahan anaknya.
"Mama, Ama kangen dia." Ya salam, big bos sabun colek irit itu berbicara manja.
Mamanya melerai pelukan anaknya dan melenggang menuruni tangga. Tama terperangah.
Lalu terdengar derit pintu dari kamar sebelah. Wanita yang tempo hari mengunjungi kantornya hanya untuk menghibur kakaknya yang baru saja gagal menunaikan misi balik ke mantan istri.
"Nggak usah galau kakak sayang. Kalau kak Ima itu jodoh kakak, meskipun pak polisi ganteng itu yang mengincar tidak akan dapat. Ayo makan, kita atur strategi berikutnya." Adik perempuannya melenggang pergi.
Tama mulai curiga dengan orang rumah. Mengapa adiknya tau kalau Ima pernah dekat dengan seorang polisi. Lalu mamanya tidak ingin terlalu lama membahas tentang Ima.
"Dek ambilkan kakakmu makanan, dari tadi hanya bengong." Ayahnya ikut bicara dan membuyarkan lamunan yang menerka-nerka.
"Kalian seperti tau sesuatu tentang Ima. Jangan bilang kalian tau dimana dia berada."
"Dia siapa?" Ayahnya berbicara.
"Ima." Tama berbicara singkat.
Orang di meja makan itu terkekeh. Menertawakan kekepoan Tama.
"Untuk apa kami menyembunyikan Ima. Dia bukan siapa-siapa Tama. Dia bukan menantu kan dirumah ini." Ayahnya berpura-pura jahat.Tama terdiam mendengar perkataan ayahnya. Benar, pernikahan itu gagal, maka tidak ada sangkut pautnya lagi di keluarga mereka.
Tama mengaduk nasinya tanpa menyuapi kedalam mulut.Semua orang di meja memperhatikan kelakuan Tama. Sebenarnya tidak tega membiarkan Tama tanpa arah. Namun kalau tidak begitu, ia tidak akan memahami kepada siapa ia harus berjalan.
Adiknya berdiri dari kursi karena sudah selesai makan. "Ma, pa, kak, Nuri berangkat sekarang ya. Takut kemalaman dijalan." Satu persatu ia salami.
"Kamu kemana?" Tama bingung.
"Yah ke tempat aku lah kak. Aku kan masuk kerja mulai besok. Kalau dari rumah kan jauh banget kak. Masalahnya adalah bos aku itu disiplin. Terlambat sedikit potong gaji." Nuri bergidik ngeri, padahal ia hanya akting. Karena ia tau yang menjadi bosnya nanti adalah Ima, mantan calon istri kakaknya yang sedang duduk bingung di depannya.
"Kamu kan kerja di perusahaan kita, kenapa nggak kamu aja yang jadi bosnya." Tama berucap santai.
"Hello kakak yang perfect, aku nggak mau mendadak tua karena ngurusin perusahaan itu. Sudah ah, aku berangkat. Assalamualaikum." Nuri melenggang keluar rumah setelah mendengarkan jawaban salam.
◎◎◎◎◎◎◎
Bel berbunyi, asisten rumah tangga berlari menuju pintu utama.
"Assalamualaikum."
"Wa'alakumsalam eh nona Nuri masuk."
"Makasih bi Jiah." Nuri menyeret kopernya masuk.
"Siapa bi?" Ima menuruni tangga. Melihat seorang perempuan berpakaian gamis duduk di sofa.
"Oh ini nona Nuri, mbak." Bibi berlalu ke dapur.
Ima tersenyum hangat. Dibalas senyum oleh Nuri.
"Mbak saya adiknya Abi Rizki Pratama, anaknya bu Riska dan pak Restu." Nuri mengulurkan tangan ke arah Ima.
Ima ternganga mendengar perkenalan yang amat detail. "Saya Fatimah Nafisha Azizah."
"Selamat bertemu bu bos." Nuri terkekeh. "Akhirnya saya bertemu secara langsung dengan orang yang mengguncang hati kakak saya yang batu itu. Ternyata kakak sangat menarik. Punya ciri khas tersendiri, meskipun tidak secantik mantan istrinya. Saya harap mbak tetap jadi jodoh kakak saya. Dia banyak berubah setelah bertemu mbak." Nuri meminum teh hangat yang diantar oleh bi Jiah.
Seketika itu Ima beranjak pergi dari hadapan Nuri. Nuri menghentikan acara minumnya.
"Bi, mba Ima kenapa? Saya salah ngomong." Nuri menggaruk kepalanya."Saya dipesanin ibu, jangan mengungkit nama den Tama dihadapan mba Ima. Itu sangat dilarang disini." Bibi menjelaskan pesan nyonya besar.
"Ya ampun segitu jahatnya sih kak Tama. Awas aja itu orang. Aku lebih sayang mbak Ima." Nuri mengambil ponselnya. "Assalamualaikum kakak terjelek didunia. Aku mau marah ini."
"Wa'alakumsalam dek. Marah kenapa? Kamu sudah sampai?"
"Aku mau protes sama kakak, kenapa sih batalin nikah sama mbak Ima. Kurangnya mbak Ima itu apa sih."
"Kamu sekarang dimana sih, kok marah-marah nggak jelas."
"Nggak perlu tau aku dimana. Apasih pesona kakak itu, bikin anak orang susah aja. Kakak tau nggak mbak Ima itu sedih banget, dengar nama kakak aja dia nangis, trauma dia kak. Kakak nggak papa dengan semua ini. Kakak nggak mau berjuang." Nuri tidak bisa menahan tangisnya.
Tama diseberang telepon, sesak. "Dek dia menghilang, kakak harus gimana. Waktu pun tidak mengizinkan kami untuk bertemu. Dia menghilang dan memutuskan kontak. Sekarang kakak pengen pergi jauh dek. Kakak capek."
"Kak, aku pengen kakak lebih berusaha lagi. Semoga kakak bisa bertemu. Maaf ya kak. Assalamualaikum." Nuri menutup telepon.
"Wa'alakumsalam".
Sambungan telepon terputus. Sunyi senyap keadaan ruang tamu.
Ima mendengar semua percakapan 2 orang ditelepon tersebut. Tak bisakah mereka memahami perasaannya saat ini.
Karena semua yang terjadi tidak mudah menghapus lukanya.
◎※※※◎
16.2.2018Assalamualaikum wrwb.
Hai sahabat sekalian, bagaimana liburan hari ini. Masih kurang?Maaf kalau tidak dapat feelnya pada part kali ini. Terimakasih banyak atas vote. Dan memasukkan cerita ini ke reading list kalian. Bahkan menjadi followers saya.😁😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)
General Fiction"kamu yakin pengen hidup sama saya? Kamu kan orangnya nggak mau di atur." -Abi Rizki Pratama "Mulutnya ya pak" ~Fatimah Nafisha Azizah #1 Novel @ 11 Mei 2018 #5 General Fiction @ 6 Mei 2018 #9 General Fiction @ 14 April 2018 ◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎...