💑After Married*4 (Ending)

66.1K 1.9K 55
                                    

"Mas bangun, mas." Ima mengguncang tubuh suaminya yang pulas tertidur. Kalau melihat angka pada jam dinding, baru 1 jam yang lalu Tama tertidur. Akibat lembur dan merapel semua pekerjaan karena Ima akan melahirkan dalam waktu dekat ini.

Hampir tidak tega membangunkan sang suami. Tapi perutnya tidak nyaman. Apakah waktu melahirkan sudah tiba.

Tama sigap membuka matanya. Menatap sang istri. "Perutnya sakit ya?" Lalu melakukan gerakan mengusap perut sang istri.

"Iya mas. Aku baru aja dari kamar mandi. Terus ada flek gitu. Ini juga agak lumayan kontraksi." Ima mengusap perutnya.

"Ya sudah kita ke rumah sakit. Aku telepon dokter Lidya." Tama meraih ponselnya dan segera memeriksa tas yang penuh dengan perlengkapan bayi dan juga keperluan istrinya.

"Kata dokter Lidya, segera aja. Itu tandanya mau melahirkan sudah. Ini jaketnya sayang." Tama membantu istrinya memasang jaket.

Ugh, suamiable yang romantis banget. Boleh peluk ya kan. Apresiasi ini sama tingkat kepekaan dia yang udah mencapai level terbaik.

Ima menyempatkan senyum manis ke suaminya. Tanpa aba-aba Ima memeluk si suami.

"Kenapa sayang? Cinta banget ya sama aku." Tama membalas pelukan Ima. Ima mengangguk. "Aku berlipat bahkan tak terhitung cinta sama kamu." Mencium pucuk kepala Ima. "Ayo berangkat sayang." Tama menggandeng sang istri keluar dari kamar menuju mobil.

💕

Setibanya dirumah sakit, dokter Lidya sudah menunggu Tama beserta istrinya.

"Ayo duduk dulu disini." Mendorong kursi roda ke arah Ima. "Kita langsung aja ya. Pak Tama tolong bantu saya."

Mereka menuju ruang bersalin untuk mengecek seberapa dekat lagi waktu melahirkan Ima.

Tama menelpon mamanya dan mertuanya. Mendengar penjelasan dari Tama, mereka semua bergegas menuju rumah sakit.

"Pak Tama, istri bapak sudah buka 9 untuk jalan kelahiran. Tinggal 1 pembukaan lagi. Tapi kita harus tetap siaga. Karena kita dalam hitungan menit bisa jadi pembukaan lengkap. Saya siap-siap dulu. Bapak boleh masuk." Dokter Lidya pergi dengan menepuk pundak Tama kemudian berlalu.

"Tama, gimana Ima." Bu Riska sudah serbu duluan.

"Di dalam ma. Ayo masuk." Mereka semua masuk ke ruangan bersalin.

"Jangan gugup sayang. Kami disini semua buat dukung kamu." Bu Riska dan Bu Amira mendekat kemudian mengusap kepala Ima yang berbaring.

"Makasih ya mama. Doakan semoga persalinan Ima lancar. Kata dokter sebentar lagi. Eh ma, kok kayak basah ya dibawah sana. Jangan-jangan Ima pipis deh." Semua orang menepuk jidatnya masing-masing. Memang bahasa Ima itu menambah pengetahuan bahkan senyuman orang-orang. (Bahkan mungkin yang sedang baca cerita ini)

"Sayang itu air ketuban kamu itu pecah. Sebentar lagi kamu melahirkan." Bu Amira angkat bicara.

"Tama panggil dokter." Mendengar perintah bu Riska, Tama secepatnya keluar ruangan memanggil dokter Lidya.

💕

Ketika dokter Lidya menyatakan bahwa pembukaan sudah lengkap, maka mereka mempersilahkan Tama untuk menemani selama proses bersalin.

"Nggak papa sayang. Kamu harus nguatin istrimu." Mereka memerintahkan Tama masuk. Dengan menguatkan hati akhirnya ia melangkah masuk.

👶

Selang beberapa menit, terdengar tangisan bayi. Tama meneteskan airmata karena rasa syukur yang tak terhingga untuk selamatnya sang istri dan anaknya. Tama memeluk istrinya kemudian mendaratkan ciuman di dahi sang istri yang tersenyum. "Makasih sayang, kamu luar biasa."

Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang