Hari yang ditunggu pun telah datang. Kesibukan datang dari berbagai arah. Ima sedang dirias oleh penata make up si mbak Audia.
"Aih,, eike kok suka banget ya, flawless banget mbak wajahnya. Eh sudah sholat subuh kan?"
"Sudah mbak. Eh ini masih lama ya?" Ima melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 4.30 wib.
"Udah selesai kok. Kita siap-siap dulu. Karena pukul 5 tepat kita ijab kabul." Audia bergegas mengambil peralatan lainnya.
Mereka menuju ruang tamu. "Sudah siap nak?" Ima mengangguk. Mereka berjalan kaki menuju mesjid yang hanya berjarak 20 meter dari rumah. Tama sudah menawarkan mobil untuk ke mesjid tapi ditolak mentah-mentah oleh calon istrinya yang memang teman debat sepanjang masa.
Ternyata setelah rombongan pengantin perempuan sampai di halaman mesjid, proses ijab kabul sudah dilaksanakan. Tama berdiri di depan pintu masuk mesjid untuk menyambut sang istri yang sudah ia sahkan beberapa menit yang lalu.
"Assalamu'alaikum istri." Tama tersenyum manis.
Ima yang menunduk akhirnya mengangkat kepada ketika mendengar suara itu. "Wa'alaikumsalam suami." Ima kemudian cengengesan. Gugup yang ia rasakan tadi lenyap ketika seseorang itu menyambangi dengan wajah bahagia. "Ayo." Ima mendahului masuk pintu mesjid.
"Ngapain?" Tama mencegat laju langkah Ima.
"Kan ijab kabul?" Ima memperhatikan orang disekitarnya.
"Sudah, tinggal tanda tangan dibuku nikah." Tama menggenggam tangan Ima mesra.
"Huh bikin yang single ngiri aja itu pak bos." Fenny cemberut.
"Jangan ngiri, sama saya mau?"
Fenny menoleh ke sumber suara, lalu terperangah. Dokter Kris berdiri disebelah Fenny saat ini.
"Bagaimana tawaran saya." Dokter Kris memberikan senyumnya.
Masya Allah. Yuk bang langsung ijab kabul mumpung pak penghulu belum pulang dari mesjid.
"Jangan becanda pak. Harapan palsu itu lebih sakit dari patah hati. Jadi jangan nawarin kayak gitu pak." Fenny lagi-lagi cemberut.
"Pak? Kamu panggil saya bapak? Yang benar saja. Saya muda loh. Dan saya tidak becanda. You know. Saya serius." Dokter Kris menatap Fenny dengan masam karena menganggap ia seperti bermain-main.
Fenny secepatnya masuk ke dalam mesjid. Menyaksikan moment bahagia sahabatnya.
Terlihat Ima mencium tangan Tama, lalu Tama mencium di dahi Ima. Halal pak bos.
Setelah proses penandatanganan surat dan akta nikah, rombongan pengantin kembali ke rumah Ima untuk menyambut para tamu. Para undangan mulai berdatangan pukul 9 pagi.
Tampak dari kejauhan polisi Andre berjalan bersisian dengan seorang perempuan yang cantik. Orang yang memandang mereka berdua tampak takjub dengan pasangan yang sangat serasi itu. Ketika mereka bersalaman dengan kedua mempelai aura kebahagiaan dari keduanya tidak surut. Harapan mereka juga sama agar bisa ke tahap pernikahan tahun ini.
"Selamat ya Ma, semoga jadi keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah." Ucapan bahagia itu keluar dari mulut Andre.
"Makasih ya, ini calon kamu?" Ima takjub dengan perempuan yang disamping Andre.
Perempuan tadi yang senyum akhirnya menjulur tangan untuk salaman sekaligus kenalan dengan Ima.
"Saya Adinda Prahesti mbak. Iya benar calon Andre. Selamat atas pernikahannya." Lagi-lagi senyum itu melayang dari Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)
General Fiction"kamu yakin pengen hidup sama saya? Kamu kan orangnya nggak mau di atur." -Abi Rizki Pratama "Mulutnya ya pak" ~Fatimah Nafisha Azizah #1 Novel @ 11 Mei 2018 #5 General Fiction @ 6 Mei 2018 #9 General Fiction @ 14 April 2018 ◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎...