32

60.9K 2.1K 47
                                    

"Pagi Yang, ada yang bisa aku bantu?" Tama berjalan memasuki dapur, mendekat ke Ima yang sedang sibuk menyiapkan sarapan di pagi ini.

"Mas bantu naroh piring dengan gelas di meja." Ima mematikan kompor, masakan sudah matang.

Semenjak memasuki kehidupan baru, mereka berdua berjanji akan hidup mandiri. Segala pekerjaan rumah mereka berdua tangani sendiri tanpa pembantu. Meskipun bu Riska mertua Ima bersikeras ingin menantunya mempekerjakan pembantu untuk membantu membereskan rumah dan keperluan lainnya, namun ditolak halus oleh menantu yang luar biasa strong.

"Nanti lah bu, sekarang lagi nggak repot. Masih bisa dikerjakan." Ungkapan Ima tersebut akhirnya membuat mertuanya menyerah. Tama sih santai saja. Toh ia juga akan membantu istrinya. Waktu libur ya bersih-bersih.

"Yang kata mama, nanti siang kita kerumah. Ada yang mau diomongin sih katanya." Tama menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.

"Iya mas. Habis ini mau bersihin halaman belakang, sekalian ngambil jambu yang setengah matang." Ima juga menyuap nasi.

"Kita suruh orang aja Yang bersihin itu halaman, kalau sudah kita tanam buah-buahan atau apa aja yang kamu mau. Gimana?"

Ima menghentikan kunyahan dan menelan. "Setuju aja sih mas. Cocoknya apa ya mas ditanami dibelakang?"

"Kamu kayaknya suka sayuran hijau deh, nggak papa nanam sayuran. Kalau buah, selain jambu, kamu kayaknya suka kedondong. Nanti kita cari bibitnya." Tama berucap santai. Dia cukup hafal dengan apa saja kesukaan sang istri.

"Makasih ya mas.  Ngomong-ngomong gimana si Heru jadi asisten mas." Ima teringat dengan kerjaan suaminya.

"Perlu proses dong Yang. Nggak secepat kamu pahamnya. Mas harus bolak balik jelasin ke dia. Kamu mau bantuin mas nggak untuk ngajarin dia?" Tama perlu dengan kelihaian istrinya yang jadi teman debatnya dulu di kantor, padahal ia sangat tau kalau istrinya itu memang selalu mengerjakan pekerjaan kantor dengan sangat bisa diandalkan.

"Dirumah aja ya mas. Kalau ke kantor mas bikin aku capek." Ima memelas. Kantor Tama bikin dia sumpek. Meskipun pemandangan dari ruangan suaminya itu indah.

Tama tersenyum, "oke. Besok aku suruh si Heru ke rumah buat belajar ke kamu. Aku bakalan renovasi ruangan kerja aku sesuai keinginan kamu. Supaya kamu betah kalau ke kantor."

Ima mengangguk. "Ruangan mas itu kurang warna lain. Cuman ada hitam, putih, silver. Kita beli bunga hidup buat ditaruh dekat jendela. Terus bunga yang di sudut ruangan."

"Oke, usulan diterima. Kalau sudah selesai kita siap-siap." Tama membereskan piring kotor.

Ima menyusul berdiri dan membereskan piring lalu ke wastafel. Tama kemudian memeluk istrinya dari belakang. "Mas susah ini nyucinya. Coba mas siap-siap sana duluan."

"Tunggu kamu." Dengan masih menjalankan aksinya. Daripada meladeni Tama, Ima memilih untuk mempercepat cucian piring.

"Ayo, kita ke atas. Siap-siap." Ima  tanpa aba-aba akhirnya melompat ke punggung suaminya.

"Astagfirullah, ngomong dong Yang. Main lompat aja." Tama kemudian memposisikan tubuh Ima agar tidak terjatuh. "Kamu tambah berat deh. Ini baru sebulan loh Yang. Kamu ngisi?"

Ima tertawa, "ya iyalah ngisi, kan ngisi nasi tadi mas."

"Udah sampai, pilihin dong Yang baju aku." Tama berbicara manja.

"Lah kok minta dipilihin." Ima membuka lemari pakaiannya.

"Kan menyesuaikan pakaian kamu Yang. Supaya lebih serasi, dan mama jadi iri." Tama merebahkan dirinya.

Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang