"Ima, kamu dimana nak?"
Ima yang sedang asyik menyiram tanaman cabe kepunyaan neneknya, menoleh ke sumber suara.
"Ima disini nek." Memamerkan senyum andalannya."Sarapan yuk. Nanti lagi disambung nyiram." Neneknya memerintah.
Ima meletakkan wadah penyiraman ke tanah. Lalu melangkah menghampiri neneknya dan mengajak masuk ke dalam rumah.
"Tadi bibi mu berpesan agar kita nanti tidak usah masak." Neneknya berucap sambil menuangkan air minum.
"Loh kok gitu nek. Kan Ima mau bikin daun singkong goreng." Ima memaparkan alasan.
Neneknya heran dengan menu yang disebut oleh Ima. "Kamu nemu dimana menu baru seperti itu?"
Ternyata ada yang tertarik. "Oh itu, nanti siang Ima tunjukkan ke nenek cara pembuatannya. Itu didapat ketika Ima kerja di Palangkaraya. Nanti kita cari foto masakannya di mbah google."
"Hubungannya dengan mbah google itu apa? Cukup kamu praktekkan itu sudah bukti nyata iya kan." Tidak setuju rupanya dengan ide Ima.
"Tapi Ima harus ke kebun dulu, demi mencari bahan untuk praktek kita." Ima masih menyuap nasi dengan bahagia.
"Ma"
"Iya nek."
Jeda diantara keduanya.
"Kamu tidak ingin menerima tawaran dari pak Restu untuk ke Malaysia?" Neneknya butuh waktu untuk membahas hal ini dengan cucunya yang terbilang keras kepala. Sudah dari sebulan yang lalu Pak Restu dan bu Riska bertamu ke kampung neneknya hanya untuk menyatakan bahwa mereka ingin membawa Ima bekerja dengan mereka.
"Jangan pikirkan Tama, kalau kamu tidak ingin dia tau dimana kamu atau dia datang berkunjung ke Malaysia. Kami akan membantumu pergi untuk berpindah sementara waktu. Jadi asisten saya. Ada beberapa cabang perusahaan saya di negara lain. Saya sangat mempercayai kamu sebagai tangan kedua saya. Tolong pertimbangkan itu. Kalau kamu bersedia, hubungi kami."
Kata-kata dari pak Restu masih datang dalam radar pikiran Ima. Ia bukan menolak, tapi masih mempertimbangkan.
"Mungkin Ima masih harus berpikir dulu nenek. Ada banyak hal yang harus Ima pertimbangkan. Dengan bekerja ke orang tuanya, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti Ima akan bisa bertemu dengannya." Ima menyudahi sarapan. Dan menghela nafas panjang.
"Tak bisakah kamu lebih membuka hati agar tidak mendendam seperti ini. Itu akan menggerogoti hati." Neneknya menurunkan egonya bila berurusan dengan Ima. Apalagi itu masalah pribadi.
"Ima tidak mendendam, hanya saja tidak mudah menerima kecewa dan dijadikan persinggahan. Lebih tepatnya untuk menguji perasaan. Nek, doakan terus cucumu yang bandel ini agar lebih baik. Ima akan menerima tawaran pak Restu, tapi tidak sekarang. Ima ke kebun dulu. Assalamualaikum." Beranjak dari kursi lalu menyalami tangan neneknya.
Neneknya menghela nafas. Tersenyum memandang cucunya yang cukup tegak berdiri mengembangkan senyum manis untuk membahagiakan orang terdekat meskipun dia sedang terluka.
»»💔💔««
Sebulan yang lalu
Dengan wajah sumringah tanpa cela. Tama melangkah menuju sebuah rumah perumnas berukuran sedang. Dia memencet bel dengan antusias tinggi. Tanpa mengindahkan tatapan tidak suka dari tetangga.Tidak lama pintu terbuka. Tampak wajah kuyu dari perempuan di depannya. "Kamu kenapa? Sakit?" Tama memeriksa dahi Melda.
Melda melihat keadaan sekitar lagi tidak enak dilihat. "Ayo masuk." Ia membuka pintu lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Bukan Sekretaris (TAMAT)
General Fiction"kamu yakin pengen hidup sama saya? Kamu kan orangnya nggak mau di atur." -Abi Rizki Pratama "Mulutnya ya pak" ~Fatimah Nafisha Azizah #1 Novel @ 11 Mei 2018 #5 General Fiction @ 6 Mei 2018 #9 General Fiction @ 14 April 2018 ◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎...