Sampai Jumpa, kamu. (31)

92 12 1
                                    

     'Egoisnya senja,
Ia menciptakanmu tepat dimataku, namun ia juga merampasmu tepat dihadapanku.'
-----

     Dua hari berlalu, Nadien benar-benar hidup tanpa ponsel, ia benar-benar mengisolasi dirinya didalam kamar, bahkan orang tua serta penjaga rumah Nadien dilarang untuk membuka atau menemui siapapun yang mengunjungi rumahnya, dan selama dua hari itu pula ia masih memimpikan Dean, ia masih mengingat jelas kenangan-kenangan mereka, saat pertama kali bertemu, saat pertama kali Nadien manghampiri Dean di lorong, pertemuan mereka, segala sesuatu tentang mereka Nadien bisa mengingat dengan jelas, dan selama dua hari pula hatinya terasa seperti tercabik-cabik benda tajam, hatinya benar-benar sesak, ia seperti terkunci didalam ruangan tanpa ventilasi, air matanya mengalir tiap pagi, mimpi buruk tentang kenangan ia bersama Dean membuat Nadien ingin segera meninggalkan tempat ini, dan lagi-lagi dirinya meringkuk menyendiri di atas ranjangnya, matanya tak bisa berhenti menatap lemari pendingin tempatnya menaruh segala coklat yang diberikan Dean padanya, hanya matanya yang kuat melihat itu, tetapi kakinya tak dapat berjalan walau selangkah pun mendekati lemari pendingin kecil itu,

"Non.. sudah yang ke 12 kali teman-teman non Nadien datang dalam waktu 2 hari ini, mereka didepan, malam ini non kan bakal berangkat ke Amerika, apa non yakin gamau nemuin mereka sekali aja?" ucap bi Arum, tapi tidak dapat balasan apapun dari Nadien, ia hanya diam, ia hanya termangu melihat lemari pendingin didepannya,

"Yasudah, bibi permisi.." ucap bi Arum dan langsung keluar meninggalkan Nadien sendiri.

     Seluruh barang-barang Nadien sudah dikemas rapih kedalam koper, seluruh barang-barang rumah Nadien juga sudah tertata rapih didalam dus-dus, selama dua hari ini bi Arum dan pak Man serta orang-orang yang membantu segala kebutuhan untuk merapihkan barang-barang dirumah Nadien tidak dapat beristirahat dengan waktu lama, karena mereka sedang mengejar waktu secepatnya atas kemauan sang majikan, lebih tepatnya kemauan Nadien, ya, Nadien benar-benar ingin secepatnya meninggalkan tempat ini,

"Nadien sayang, kamu yakin?" ucap mama Nadien sambil mengusap rambut Nadien yang sedang menyelimuti dirinya,

"Jawab mama sekali aja, kamu yakin mau pindah ke Amrik?"

"Nadien yakin" ucap Nadien sambil perlahan melihat ke arah mama nya,

"Yaudah kalo itu mau kamu, malam ini kita berangkat, kamu seengaknya siap-siap dari sekarang ya sayang, nanti sebelum berangkat kita makan malam di sini dulu, bi Arum lagi ngebuatin makanan"

"Iya ma" ucap Nadien dan langsung menutup kepalanya dengan selimut yang sedang ia kenakan sekarang, ya seperti itulah Nadien dua hari ini, hanya berbicara jika ingin, bertanya jika harus, dan menjawab jika penting, hanya itu,

"Gimana Nadien?" ucap papa Nadien sesaat setelah mama Nadien keluar dari kamar Nadien,

"Masih sama"

"Yakin?"

"Yakin katanya, yaudah ikutin aja, berdoa semoga disana dia bisa tenangin pikiran, dan bisa bersosialisasi sama teman-temannya disana"

"Yaudah kalau gitu"
----------
Nadien masih berkutat dengan selimutnya, luka di hatinya masih basah, benar-benar masih basah, perih dan berbekas, dengan kaki lemas ia berjalan ke dalam kamar mandi, ia melihat penampilannya didepan kaca, benar-benar berantakan, 2 hari tidak membersihkan diri membuat rambutnya serta wajahnya berubah total, rambutnya tergerai kusut tak karuan, wajahnya pucat kusam, baju nya masih sama seperti yang ia gunakan 2 hari yang lalu, lalu tiba-tiba saja ia menangis lagi didepan kaca itu, ia menutup wajahnya, isakan itu kembali datang, ia menangis sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya, sampai akhirnya ia membuka telapak tangannya, dan mulai tersenyum perlahan, sangat sakit menyaksikan senyum ini, senyum yang terbuat dari isak tangis bebannya selama ini, ia perlahan langsung membasuh badannya, ia merendam diri didalam bathtub, berharap beban yang menyakitinya dua hari ini luntur perlahan,

Belatedly LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang