'Jika merindumu sepahit kopi
hitam terendap, maka kurelakan indra pengecapku menikmati pahitnya rindu menggebu
yang tak terucap.'
-----"Dee..." ucap lirih seorang perempuan sambil menghapus air mata di pipinya, raganya seperti sudah tidak kuat lagi untuk bertahan, tetapi jiwanya terus memaksa dan meyakinkan Nadien agar sesegera mungkin mencapai rumah sakit tersebut, ia mencari taksi, ia tidak akan pulang sebelum memeriksa kondisi Dean dengan mata kepalanya sendiri, kekhawatiran mengerubungi dirinya selama perjalanan, keraguan hatinya menghancurkan segala keyakinannya bahwa Dean baik-baik saja, sampai akhirnya rumah sakit tersebut sudah didepan mata.
"Pa..pasien atas nama Dean?" ucap Nadien terengah-engah setelah sesampainya di meja informasi,
"Maksud anda pasien yang tadi siang keadaan nya kritis? Dia ada di ruang 8—"
"Kri..kritis?" ucap Nadien, kakinya lemah, perlahan tapi pasti ketakutan benar-benar menghabisi tubuhnya,
"Ruang 8 lantai 2 mba" ucap sang suster, Nadien sudah tidak dapat menjawabnya, ia hanya bisa berlari dan terus berlari mencapai lift, tetapi ramai, sangat ramai, apa harus di saat seperti ini? Mengapa selarut ini harus tetap seramai ini? Tidak ada cara lain, Nadien berlari menaiki tangga darurat, tidak terlalu jauh memang tetapi tiba-tiba,
Kreeetakkkk...AWWWWWWW
Teriak Nadien, apa kalian tahu? Kakinya terkilir, ia jatuh dari tangga itu, untung hanya 2 tangga dari dasar, tetapi sama saja, suara retakan yang terdengar membuat siapa saja dapat menunduk tak ingin melihat,"Aaahhhh!!!" ucap Nadien mengeluh, matanya yang sudah mengering mulai mengeluarkan alirannya lagi,
"Sakit..aww!" ucap Nadien masih mengeluh, tapi mungkin ini tidak sebanding dengan keadaan Dean sekarang, Nadien menangis, ia tak tahan dengan rasa sakit ini, ia merasa air mata akan mengurangi rasa sakitnya, semoga saja. Nadien memaksakan kakinya, raga nya memang tak kuat, tapi hatinya berhasil memberi keyakinan lebih padanya,
"Dean tunggu Nadien.." ucap Nadien dengan air matanya, ia langsung berjalan dengan sangat perlahan, rasa sakit yang ditimbulkan Dean dan kakinya terasa menyatu menciptakan penderitaan lebih untuk dirinya,
satu langkah...
dua langkah..
tiga lang—Brakkkkkkkk
lagi dan lagi Nadien terjatuh di tangga itu, tetapi berbeda, kali ini dia terjatuh akibat ketidakkeseimbangannya menopang kakinya akibat terlalu sakit, kakinya benar-benar sakit, tapi itu tidak akan melunturkan hatinya, dan tak akan menghapus tujuannya,"Dean tunggu.." ucap Nadien dan langsung memulai langkah nya lagi, dan lagi, tidak terasa waktu 1 jam berlalu hanya untuk melewati 1 lantai menaiki anak tangga, cukup lama bagi kalian, tetapi bagi Nadien? Itu adalah waktu yang cepat dan ia bahagia sudah berhasil mencapai lantai ini, perlahan tapi pasti tangannya menopang tubuhnya dengan tembok rumah sakit, ia tidak kuat, kakinya sangat sakit, apa yang harus ia lakukan? Tidak tahu kebetulan atau takdir memang sedang membantunya, alat bantu berjalan untuk orang-orang yang kesulitan berjalan pun tergeletak di sebelah Nadien, tidak butuh waktu lama Nadien langsung menggunakannya, dan Nadien menemukannya, Nadien menemukan kamar itu, kakinya lemas, seketika jantungnya seperti sudah menggedor-gedor dirinya dari dalam, otaknya tidak bisa berjalan, pusing menjalar di tubuhnya, dan perlahan, Nadien memasuki ruangan itu,
"D..Dean?" ucap Nadien dengan gemetar, ia melihat kekasihnya sedang tergeletak lemas diatas kasur itu, Nadien sangat takut melihat hal itu, itu membuat hatinya tergores sedikit demi sedikit, sampai akhirnya mata itu membuka kelopaknya,
"Loh.. Nadien?—uhukkkk" ucap Dean sambil berbatuk setelahnya,
"Maaf Nadien telat.." ucap Nadien yang berhasil membuat Dean terbeku, perlahan ia mencoba untuk duduk,
KAMU SEDANG MEMBACA
Belatedly Loving
Fiksi Remaja'Jika saja menyadari cinta tidak sesulit menghapus warna jingga di senja itu, mungkin mereka tak akan jatuh terlalu dalam pada kisah ini.' Arsenio Deano Ali, bisa kalian panggil Dean. Mungkin kalian akan belajar tentang kesetiaan dari masa lal...