Lembar 7: Menjadi Hantu Itu Menyebalkan

1.2K 121 7
                                    


Lembar 7

Suasana di sini tiba-tiba menjadi hening dengan atmosfer dingin. Sepertinya aku sudah mengatakan hal yang salah. Aku menatapnya membersihkan peralatan masaknya sembari tak berbicara. Berharap suasana ini akan mencair sedikit.

"Aku minta maaf." Aku mulai berbicara.

Raut wajahnya yang semula membuatku agak bungkam, sekarang tergantikan oleh wajah tanpa emosinya lagi. Jika dipikir, mengapa ia terus mempertahankan wajah tanpa emosinya? Mungkinkah karena ia tak ingin memperlihatkanku sisi lain dari dirinya?

"Tak apa, aku yang seharusnya minta maaf." Katanya yang mengejutkan diriku.

Dia yang malah minta maaf?

Pada akhirnya, suasana masih terbilang canggung. Tak salah satu mengucapkan sepatah kata pun. Yang ada hanya suara lirih reporter dari TV milik Alvin. Alvin sendiri sedang makan sambil menatap berita yang disajikan saluran tersebut. Sedangkan aku menatap keduanya dari dapur, karena aku tak berani mendekati Alvin setelah percakapan tadi.

Apakah aku sudah berlebihan?

Aku tak pernah menyangka bahwa menjadi hantu itu sangatlah rumit. Fakta bahwa aku telah menjadi hantu terus membuatku bertanya-tanya mengapa aku ditempatkan di situasi seperti ini. Mungkin aku telah melakukan hal yang salah saat dulu aku masih hidup? Tapi hidupku normal-normal saja seperti anak SMA pada umumnya.

Tunggu, apakah mungkin karena dulu pas kelas 2 SMA aku sering mengambil dua gorengan tapi bayarnya cuman satu?? Sial. Mungkin karena itu aku jadi hantu. Aku harus minta maaf kepada ibu kantinku. Dan mungkin setelah itu aku dapat ke alam baka dengan tenang.

Jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Alvin telah beranjak ke kamarnya untuk tidur dan aku masih di ruang tengah aparemennya. Aku merasa kesepian di sini. Dan pikiran jika ada hantu lain yang masuk ke apartemen untuk mengejar diriku lagi, membuatku merinding ketakutan. Perlahan aku menembus ke kamar Alvin dan menemukan ia yang sudah terlelap.

"Alvin, aku ikut beristirahat di sini ya? Aku takut kalau ada hantu lain yang masuk." tanpa menunggu jawabannya aku duduk di kursi meja belajarnya. Menatap fitur wajahnya yang terlelap dengan lengan yang menutupi matanya.

Kamar ini remang dengan lampu tidur yang ia nyalakan di meja kecil dekat dengan ranjangnya. Jika aku masih hidup, mungkin aku sudah mengantuk berat karena suasana seperti ini. Tapi sayangnya aku sekarang adalah hantu. Suasana seperti ini tak berefek apa-apa padaku.

"Terserahmu." Tiba-tiba Alvin menjawab pertanyaanku tadi. Sebuah senyuman kecil tersungging di bibirku. Entah karena fakta Alvin membolehkanku masuk ke kamarnya atau karena ia sempat-sempatnya menjawab pertanyaanku.

***

Sesuai perintah Alvin, aku telah mengusir diriku keluar dari apartemennya. Dari seberang jalan, aku menyaksikan saat para siswa siswi memasuki area sekolah. Pagi ini masih buta, kulihat sekitar belasan siswa siswi berjalan santai memasuki gerbang dan beberapa yang memakai motor perlahan memarkirkan kendaraannya di dalam sekolah.

Entah apa yang membuatku kembali ke sini. Mungkin hanya karena aku tak punya kerjaan lain. Aku duduk di bangku yang dulunya aku tempati, menunggu saat teman-teman sekelasku perlahan mengisi bangku yang kosong. Menyeramkan memang, rasanya seperti aku mulai belajar bagaimana berperilaku seperti hantu.

Ocehan kelas mulai menyeruak saat sebagian besar murid-murid sudah masuk ke kelas. Sedangkan bangku depan dan belakangku masih sepi.

Kemana mereka?

Ketika guru hendak duduk di bangku guru, mereka pun baru terlihat. Tampaknya mereka hampir terlambat lagi. Aku ingat dulu kami harus memanjat tembok belakang sekolah karena pagar sudah ditutup oleh Pak Budi, sekurity sekolah kami. Oh masa yang indah, seharusnya aku berada di antara mereka sekarang ini. Aku hanya bisa tersenyum miris.

Mereka meminta maaf layaknya lebaran kepada Pak Ari, guru fisika kami yang terkenal killer, Marwati hampir melakukan sungkem saat melihat tatapan maut Pak Ari. Tapi sebelum itu terjadi, Pak Ari buru-buru menyuruh mereka untuk duduk. Mungkin karena jijik akan disungkem oleh Marwati, aku terkekeh.

Marwati duduk di sebelahku, Lusiati dan Helena duduk di belakangku, sedangkan Yuna duduk di depanku bersama Bona yang merupakan teman sekelas kami.

"Anjay capek banget," keluh Marwati.

"Untung kamu engga jadi sungkem," ucap Yuna menolehkan wajahnya ke Marwati yang mengeluarkan buku dari tasnya.

"Karena saya, kalian tidak jadi dimarahi Pak Ari," tiba-tiba Marwati berubah formal layaknya pembicara di acara motivasi menjelang UN.

"Semoga Pak Ari engga ngira kalau itu aku. Aminnn," doa Lusiati.

Aku terkekeh, mana mungkin para guru mengenali mereka satu-satu? Apalagi di kelas yang sama.

Perlahan tawaku memudar ketika merasa ada yang ganjil. Hanya hening di antara temanku, di saat seperti ini memang hanya aku yang tertawa karena selera humorku yang receh. Kemudian mereka akan ikut tertawa karena melihat aku tertawa. Tapi sekarang mereka hanya terdiam dan memperlihatkan wajah sendu.

"Kalau Bila ada di sini pasti dia udah ketawa," ucap Marwati dengan nada pilu sambil menatap bangku yang aku duduki dengan kilat mata yang mengiris hati.

Aku melihat ekspresi teman-temanku yang lain dan menemukan bahwa mereka memiliki ekspresi yang sama.

"Jangan perlihatkan wajah seperti itu..." aku mengedarkan mataku pada ekspresi mereka. "Nanti aku bisa menangis," lanjutku.

"Aku teman yang buruk buat Bila," Helena mengakui tiba-tiba. Matanya mulai berair dan kemudian ia menyeka matanya.

Di sisi lain, aku juga merasakan hal yang sama. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mata yang memanasi kelopak mataku. Ini mengapa aku tak ingin bertemu dengan keluarga/ teman-temanku. Karena aku sangat cengeng.

"Sekarang aku engga apa-apa, guys. Aku di sini. Jangan karena aku sudah tidak lagi bersama dengan kalian, kalian tidak bisa bersenang-senang lagi." Aku berusaha mengatakan hal itu dengan kuat, namun nadaku terdengar seperti memohon.

Mereka masih terdiam untuk sesaat dengan wajah sedih yang sama. Betapa bodohnya aku berusaha berbicara pada temanku sendiri padahal aku adalah hantu yang tak dapat didengar maupun dilihat.

Aku tak kuat dengan perasaan yang meremas jantung matiku, sekuat apa pun aku mencegah air mata dari mataku, mereka tetap berjatuhan dengan bebas.

Menjadi hantu itu menyebalkan.


===========================================================

AN: Hey semuaa, saya akan menerbitkan novel pertama saya yang berjudul Beneath The Sapphire Eyes di akhir februari, info nya bisa di lihat di ig saya (@jihanmiles) atau ig fantasious (@fantasious_books):D

ikut PO nya ya entarrrr

sayonara~

-km

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang