Lembar 20: Ancaman Nora Dan Bercak Hitam Di Liontin

652 81 9
                                    

AN: Beberapa hari ini kepalaku rasanya mau meledak karena banyak alur yang aku pikirkan buat cerita ini. Aku masih mempertimbangkan beberapa hal yang bakal merubah alur ke depannya, agak beda dengan apa yang aku rencanakan. Meh, liat aja nanti... aku masih memutar otak, mau alur kedepannya bagaimana. :]

Enjoy~

-km

Lembar 20

Aku menyadari bahwa aku berada di depan suatu bangunan rumah bercat putih dengan poster berisi anak-anak dengan kata-kata 'Rumah Yatim Ceria'. Beberapa poster untuk informasi donasi serta relawan terpapar jelas di sudut temboh rumah yang memiliki teras kecil ini. Dari kaca jendela dengan jelas aku melihat beberapa anak seumuran SD berkeliaran di dalamnya. 2015, aku melihat tahun di salah satu poster itu. Tiga tahun yang lalu ya? Tahun dimana Alvin bertemu dengan Nora dan saat dimana aku belum mengenal Alvin.

"Lihat kan? Sudah kubilang kakakmu tak mungkin ada di sini, yang di rumah ini hanya anak-anak yang belum mencapai umur 18 tahun." Fokusku teralihkan ke sumber suara. Alvin.

Aku menatap lawan bicara Alvin yaitu hantu berambut lurus panjang sepunggung. Wajahnya oval dengan mata belo, aku bisa melihat ia sebagai perempuan yang cantik. Tetapi luka bakar di sekujur tubuh dan wajahnya membuat semua orang pasti lari setelah melihat. Lukanya seperti masih baru, merah dan berkerut ke dalam dengan warna merah gosong di pinggir. Kebanyakan luka itu terdapat di tangan serta tubuhnya. Ia memakai baju hitam lengan pendek yang menampilkan luka bakar yang parah dan sepasang celana panjang berwarna abu-abu yang terlihat lusuh.

Wajah Nora yang dihiasi ruam merah terlihat marah. "Tapi siapa tahu kalau kakakku ada di sini." Suaranya tajam.

Dari respon Alvin pun aku bisa melihat seseorang yang sabar seperti dia terlihat frustasi. "Sampai sekarang, sampai hampir semua rumah sakit, rumah anak yatim, bahkan kita pernah ke klinik-klinik tiap daerah, tak ada korban kebakaran yang bernama Laras, Nora. Kita juga sudah mencari ke setiap tempat yang mungkin 'hantu kakakmu' berada, tapi nihil."

"Tapi aku yakin dia masih berada di dunia ini, aku tak ingin sendiri di sini. Aku takut terjebak di sini selamanya." Raut Nora berubah menjadi sedih.

Wajah Alvin melembut. "Sudah saatnya kamu merelakan kakakmu, Nora. Mungkin dia sudah tenang di sana, aku yakin dia ingin kamu melepaskannya."

"Tapi mengapa aku terjebak disini? Ini semua kesalahanku. Jika saja aku bisa menyelamatkannya dari kebakaran, mungkin dia bisa tetap hidup dengan bahagia. Aku tak peduli jika aku mati demi menyelamatkannya. Tapi waktu tidak bisa diputar kan?" Nora tetawa pahit.

"Mungkin ini alasan mengapa kamu terjebak di sini, kamu tidak bisa merelakan kepergian kakakmu dan tak bisa memaafkan dirimu sendiri. Ini sudah jalan Tuhan, Nora. Kamu perlu merelakan semuanya dan mungkin setelah itu kamu bisa pergi ke alam baka bersama kakakmu." Kata Alvin berusaha membujuk Nora.

"Takdir sangat jahat." Ucap Nora kelu.

Nora dan Alvin terdiam beberapa saat. "Izinkan aku memakai tubuhmu lagi." Minta Nora.

"Untuk apa?" tanya Alvin bingung.

"Aku ingin mencari ayahku dan membalaskan dendamku." Nora menyatakan.

"Apa? Tapi bisa saja ayahmu juga sudah meninggal karena kebakaran itu." Alvin berusaha menolak halus.

"Aku tak peduli kalau dia sudah mati atau tidak. Aku ingin makamnya tergenangi minyak tanah dan membakar makamnya supaya dia bisa merasakan betapa aku sangat membencinya."

Aku menatap Nora dengan horor. Ia pasti sudah kehilangan akal.

Mata Alvin melebar setelah mendengar rencana hantu yang bisa meledak kapan saja itu. "Nora, kamu lagi nggak berpikir jernih." Laki-laki dengan postur tegap itu menaikkan tangannya seperti ingin menenangkan Nora. "Aku yakin ayahmu sangat menyesal, kamu perlu memaafkannya. Dia itu ayahmu." Kata Alvin.

"Dia yang membuat semua ini terjadi." Nora berselisih dengan murka. Aku bisa merasakan atmosfer yang agak mencekam di sekitar tubuhnya. "Biarkan aku memakai tubuhmu." Pinta Nora, kali ini tak membuat ruang untuk Alvin membela dirinya.

"Tida-" perkataan Alvin tak sempat terselesaikan.

Pemandangan rumah yatim seketika berumah menjadi ruangan hitam pekat. Suara Nora menggema di sekeliling.

"Biarkan aku mengambil tubuhmu."

"Kamu tak ingin membantuku lagi kan? Karena tak ada yang meingingkan hantu jelek dengan luka bakar."

"Aku ingin membantumu, tapi aku tak tahu caranya lagi." Alvin berusaha menjawab, ia terlihat goyah tapi tak memperlihatkan rasa takut. Hanya tertekan.

"Kalau begitu biarkan aku memakai tubuhmu!" pekikan tajam menyayat suasana yang sudah kacau.

Ini hanya mimpi buruk Alvin, ini tidak nyata.

"Alvin!" aku memanggil namanya, perlahan berjalan menuju ruangan hitam tak bercelah dengan suasana yang menakutkan.

"Alvin, ini hanya mimpi!" aku dua langkah lebih dekat dengan tubuh Alvin yang membungkuk dengan tangan memnutupi kedua telinga.

"Alvin, semua ini tidak nyata. Hanya mimpi buruk." Kataku menggapai punggungnya namun tak terjadi, karena sebuah tangan dengan luka bakar memegang erat tanganku.

Aku meringis, merasakan sakit di tangan karena genggaman kuat dari Nora. "Berhenti menghalangi jalanku." Suara Nora memekakan telinga.

Mataku menatap matanya yang tajam dan mematikan. "Berhenti menggangu Alvin." Itu kata yang terucap dariku. Aku tak ingin kalah dari dirinya. Ia sudah membuat Alvin terluka dan menerornya dengan mimpi semacam ini.

"Kamu perlu menjauh dari Alvin," Nora membuat jeda, "Atau aku akan menghilangkanmu dari dunia ini..." ia melepaskan tanganku, lalu membuat jalur menuju kalung di leherku.

"Selamanya." Ketika ujung jarinya menyentuh kalungku, aku segera menjauh. Membawa tanganku untuk melindungi kalung itu.

Ancamannya membuat tubuhku bergetar oleh rasa takut. Dia sangat kuat dan berbahaya. "Tidak, aku nggak akan menjauh dari Alvin." Ucapku teguh.

Hantu di depanku hanya tersenyum miring mengerikan. "Kalau begitu bersiaplah untuk menghilang dari dunia ini selamanya."

Wajah Nora perlahan dengan cepat menghilang. Begitu pula dengan mimpi Alvin. Sekarang yang aku lihat adalah Alvin yang mulai bangun dari meja dan bergerak menuju kamar mandi, tak menyadari keberadaanku.

Aku yang masih dalam keadaan terkejut, berlari ke ruang tengah. Dengan tangan yang masih di posisi sama. Di leher. Dan ketika aku membuka tanganku, aku bisa melihat noda hitam kecil muncul di rantai kalung. Noda itu bukan noda biasa, karena aku yakin noda itu tak bisa hilang.

Aku mengeluarkan liontin dari dalam bajuku, menatap dengan terkejut bahwa terdapat bercak hitam yang menghiasi liontin mungil itu.

Apa arti noda hitam ini? Dan yang terpenting, benda apa liontin ini sebenarnya?

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang