Lembar 13: Dua Hal Yang Membuatku Menangis

941 85 5
                                    

AN: Maap ya chapter ini ga ada progress apa-apa :p bomat deh,

aku butuh tisu, empat lembar empat lembar saat aku menangis~

aku butuh tisu, empat lembar empat lembar saat aku menangis~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

enjoy this chapter bech...

-km

=====================================================================

Lembar 13

Ketika aku sudah sampai di parkiran, aku dengan cepat mengitari halaman parkir yang penuh dengan mobil-mobil. Di mana tadi Alvin parkir? Merasa bodoh karena aku tak bisa mengingatnya. Apalagi mobil Alvin berwarna hitam, menambah kesusahanku dalam mencarinya.

Mataku melihat ke kanan kiri dengan cepat, secepat aku berjalan melewati deretan mobil yang tersusun rapi di tempatnya. Rasanya ingin aku berteriak karena kesal, kesal karena tidak menemukan mobilnya sejak beberapa menit yang lalau.

"Ya ampun... Di mana sih!" aku mengeluarkan kefrustrasianku di tengah pencarian. Tumben sekali aku merasa sekesal ini, mungkin dampak setelah mengetahui bahwa rohku tidak bisa keluar dari dunia ini dan ditambah aku yang tidak bisa mengingat letak mobil Alvin terparkir.

Sumpah, aku ingatnya dia parkir di sini. Aku menatap sekilas tempat parkir yang terletak di tengah-tengah deretan garis putih, namun diisi oleh mobil Avanza silver.

Tiap detiknya aku merasa tertekan karena hantu-hantu di sekitar halaman parkir satu persatu mulai melirik ke arahku. SHITTTT! Aku hampir mengeluarkan umpatanku saat mataku tak sengaja menatap mata hantu perempuan. Badanku setengah mati merinding karena kaget dan takut. Tubuhnya dari kaki hingga leher sempurna berdiri di dekat suatu mobil. Tapi yang membuat ngeri adalah kepalanya yang terpotong ia gendong di depan badannya. Darah dan organ dalam dari lehernya yang membuatku ingin muntah secara batiniah.

Refleks aku mengalihkan tujuanku ke arah lain, tapi sebuah suara membuatku merinding. "Gadis, tolong aku..." mohonnya dengan suara lirih namun terdengar menyeramkan di telingaku.

Jika hantu itu berpenampilan seperti Ega, mungkin aku akan dengan senang hati membantunya. Tapi aku belum terbiasa dengan penampilan hantu yang mengerikan seperti ini. Melihat film horor saja aku masih tutup mata.

Aku melanjutkan berjalan, berusaha tak menghiraukannya. Namun ia kembali mengulang kata-kata itu. "Gadis, tolong aku..." mohonnya, kali ini dengan nada yang lebih sedih.

Aku mempercepat lajuku. Karena hantu tak bisa mengeluarkan suara dari cara mereka berjalan, aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Memastikan kalau hantu itu tidak mendekati bahkan mengikutiku.

Tapi sialnya aku, wanita itu terlihat mengikutiku walaupun dengan jarak yang lumayan jauh. Aku ingin menangis karena seorang hantu yang buntung kepala mengikuti hantu newbie sepertiku. Dalam hatiku berharap ini hanyalah mimpi siang hari. Di mana ketika aku bangun, aku berada di kelas dan guru memarahiku karena aku tertidur. Lalu seluruh kelas tertawa karena tingkah konyolku. Tetapi yang nyata adalah diriku yang notabene hantu sekarang malah takut oleh hantu.

Seperti pelatuk pistol yang ditarik oleh jari, dengan itu aku kabur dengan kecepatan kilat. Meninggalkan hantu yang terpisah dari kepalanya itu dalam jarak yang jauh. Berharap hantu itu tak bisa melihatku saat aku berbelok ke kiri, tenggelam ke deretan mobil lainnya.

Saat itu juga rasanya aku seperti melihat cahaya setelah berlari di terowongan gelap ketika Alvin terlihat di padanganku. Ia memegangi katong belanjaannya di tangan kiri dan tangan kanannya dimasukkan ke saku. Matanya melihat ke lautan mobil dengan raut cemas tapi berubah ketika melihatku.

Masih dengan kecepatan kilat, aku memeluknya dengan erat. Walaupun aku tak bisa merasakan kontak tubuh yang bersentuhan, aku tetap bertahan untuk memeluknya. Menjaga posisi tubuhku yang sebenarnya bisa menembusnya dengan mudah.

"Tadi ada hantu yang mengerikan sekali, Alvin." aku menangis karena sangat ketakutan. Di situlah aku sadar bahwa aku menangis karena dua hal. Yaitu hantu tadi dan yang kedua adalah aku takut Alvin akan meninggalkanku. Sangat takut jika Alvin meninggalkanku begitu saja dan aku akan sendirian di tengah dunia ini untuk bertahun-tahun lama.

Belum ada seminggu saja aku hampir merasa gila karena menjadi hantu, apalagi untuk tahun-tahun selanjutnya. Sekarang aku paham kata Alvin tentang ia tak mau diriku menjadi hantu sesungguhnya yang menatap kosong dunia. Rasanya waktu perlahan memakan akal di pikiranku dan mengubah pola pikirku yang semakin luntur karena tak mempunyai tujuan sama sekali.

"Ah, maaf." Aku menjauhkan diri dari tubuhnya, tak sadar karena aku sangat ketakutan tadi.

"Enggak apa-apa. Dari mana saja kamu?" tanyanya dengan wajah yang melunak.

Sebuah kehangatan muncul di hatiku karena sikap perhatiannya. Kenapa aku tidak bertemunya sebelum aku mati?

Jika ia memunculkan batang hidungnya sedikit saja di permukaan sekolah, pasti ia populer. Setidaknya di kelasnya. Tetapi lagi, kalau tidak salah Alvin punya reputasi sebagai anak aneh di sekolah. Bukankah melihat hantu bukan hal aneh lagi? Atau karena hal lain dan bukan masalah karena dia indigo? Aku mungkin akan menanyakan hal itu nanti.

"Oh, tadi aku bertemu hantu baik di supermarket, namanya Ega." Aku menghapus air mata dan merubah sikapku karena lega sudah bertemu dengan Alvin.

Alvin menatapku dengan skeptis, "Hantu baik?" ia mengulang informasiku.

"Kenapa kita tidak pulang dulu, aku takut hantu tadi masih mengejarku." Usulku terburu-buru. Kali ini tidak berani menoleh ke belakang.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang