Lembar 37: Sakit - Hantu - Alvin.

256 35 8
                                    

kalian sebenernya suka baca cerita yang chapternya banyak atau engga sih? Honestly i couldn't tell. Enjoy~~~~~ :))


Lembar 37

Cahaya – klakson – hantaman – sakit.

Cahaya – klakson – hantaman – sakit – hantu – Alvin.

Cahaya – klakson – hantaman – sakit – hantu – Alvin.

Sakit – hantu – Alvin. Sakit – hantu – Alvin.

Sakit – Alvin.

Mataku terbuka lebar, jantungku berdebar kencang. Ketika semua teman kelasku memperhatikan pelajaran, hanya aku yang tertidur. Dengan bersender kembali ke bangku, aku mengusap wajah dan melihat hati-hati ke sekitar. Kembali tenang karena tak ada yang memperdulikanku. Ponselku bergetar di dalam saku rok, sebuah pesan terlihat ketika aku mengeluarkan benda yang terbungkus softcase bening itu.

Bima IPS-3 : Nanti istirahat mau makan bareng, ngga? 😊

"Bima itu pacarku ya?" aku bertanya pada Marwati di sebelahku. Mengingat-ingat bahwa ibuku pernah menyebut bahwa Bima adalah pacarku saat di rumah sakit.

"Mantan." Ia menjawab singkat, masih bermain game cacing di ponselnya. Untuk beberapa detik aku ikut menonton cacing Marwati membunuh cacing kecil di sekitarnya.

"Hmm.." aku mengangguk kecil mendengarnya, lalu kembali memandangi layar ponselku. Ibuku pasti belum mengetahui kalau kami sudah putus.

Me : Boleh, dimana?

Aku menjawab pesan dari Bima, tak ada yang salah dengan makan bersama dengan teman kan?

Bima IPS-3 : di soto Mang Eko gimana?

Me : Oke

Pelajaran selanjutnya terasa cepat, bel istirahat berbunyi. Bagai semut, anak-anak segera keluar kelas untuk beristirahat. Yuna merenggangkan tubuhnya, menutup buku pelajaran lalu berbalik menghadap mejaku.

"Yuk, makan." Ajaknya padaku dan teman-teman di belakangnya.

Teman-teman yang lain menyetujui ajakannya. Sedangkan aku menolak.

"Aku udah janjian makan bareng Bima." Ujarku.

"Hahhh?" Marwati yang pertama kali berteriak terkejut. Sementara yang lain hanya melongo setelah mendengar perkataanku.

"Kenapa?" aku memasang wajah tak mengerti.

"Dia itu mantanmu, yang udah menyakitimu. Masa kamu ngga inget sih?" Lusiati menjawab.

Tatapan 'seriusan?' kuberikan pada Lusiati. Ia pun langsung memegangi wajahnya, merasa bodoh. Walaupun begitu, mereka tidak melarang dan membiarkanku bertemu dengan Bima. Yuna lah yang pertama mengatakan bahwa aku lebih baik dibiarkan berinteraksi dengan teman-teman lain. Baik untuk komunikasi, baik untuk mendapatkan memori yang telah kulupakan. Aku terenyuh, memiliki teman-teman seperti ini rasanya tidak nyata. Tapi ini nyata. Senyata arwah orang mati di sekitarku.

"Makasih." Kuberikan senyum gembira dan tulus untuk mereka sebelum pergi ke kantin. Ke tempat yang sudah kusepakati untuk bertemu Bima.

Tempat soto Mang Eko tidak terlalu ramai, syukurlah. Aku segera duduk untuk menunggu Bima datang. Hari ini aku mengikat rendah rambutku karena udara sangat panas. Tak lama kemudian Bima datang ke mejaku.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang