Lembar 29: Mengutarakan Pengkhianatan Dan Sebuah Permulaan

436 55 9
                                    

lembar yang paling ditunggu nih :) EH! btw ganti nama nich. tanda-tanda bahwa cerita ini akan selesai. eh, ngga deng paling masih sekitar 10 chapter lebih ;P chapter ini masih sebuah permulaan. setelah cerita ini selesai tentunya bakal akan kurevisi. dan tentunya lebih baik dan ada beberapa perubahan dan penambahan cerita yang sudah aku pikirkan. dan supaya judulnya ga pasaran, makanya aku ganti ;)))

Thx. Vomment. -km

Lembar 29

"Ada apa? Apa kalian menemukannya?" tanya Ega, ia kemudian berjalan untuk melihat layar laptop kemudian membaca foto koran tersebut.

"Nabila, aku peringatkan sekarang juga kamu pergi dari sana. Lari dari Ega." Kata Alvin dengan nada mematikan.

Aku tak mengerti, bukankah in bagus? Kita sudah menemukan kakaknya Nora. Tapi setelah mendengar perintah Alvin, aku segera memberi jarak di antara aku dan Ega. Ega hanya memperlihatkan wajah kebingungannya kepadaku.

"Nggak ada hantu Laras di dunia ini, Bil. Aku sudah mencarinya sejak lama dengan Nora, bahkan setiap sudut kota sudah kucari. Tidak ada Laras. Yang menjadi hantu hanyalah Nora." Kata Alvin dari laptop.

Dan itu menyadarkanku. Ega memberi tahu alasan ia meninggal karena dibunuh pamannya, berbeda dengan kenyataan di koran. Ia juga tiba-tiba ramah saat bertemu denganku, tak satu pun hantu yang bahkan memberikan senyuman selain Ega. Siapa Ega? Apa ia menginginkan kalungku? Refleks aku menjaga liontinku dengan tangan. Tapi kalau ia menginginkan liontinku, ia bisa saja mengambilnya sejak lama.

                "Siapa kamu?" aku bertanya, semakin memberi jarak jauh.

                Raut Ega masih tetap sama. "Apa maksudmu? Aku Ega." Jawabnya bingung.

                "Kalau kamu Ega, siapa yang ada di koran itu?" aku menunjuk foto Laras di layar laptop.

                Ega yang masih berdiri dekat laptop, melihat ke foto sebelum kembali menatapku. "Aku tak tahu mengapa dia terlihat mirip denganku."

                "Persis." Koreksiku.

                Hantu berambut cepak itu terlihat diam, sebelum senyuman yang memperlihatkan gigi menguning di wajahnya. Ia kemudian tertawa lepas, membiarkan diriku yang bingung dan mulai takut melihatnya bertingkah aneh. Aku tahu ada sesuatu yang tak beres, jadi aku mengikuti perintah Alvin untuk segera pergi. Jika ia sebenarnya Ega atau Laras atau entah siapa, itu masalah belakangan yang aku pikirkan setelah perasaan merinding merayap dari punggungku.

                Aku menembus keluar dari gedung apartemen dengan cepat, jika seseorang bisa melihatku sekarang pasti aku terlihat seperti hantu yang melayang dengan cepat di jalanan.

                Sialnya, matahari mulai menenggelamkan dirinya di saat aku sangat membutuhkannya.

Bangke. Dalam hati aku mengumpat. Sekarang lebih banyak hantu akan berpesta.

Aku tak melihat ke belakang sama sekali saat aku bergentayangan dengan kilat. Berdoa supaya ia tidak mengikuti dan tak mengetahui ke mana aku akan pergi. Yaitu rumah sakitku. Ega tak mungkin mengetahuinya kan?

                Ketika aku sudah di depan rumah sakit, aku memberanikan diri melihat ke belakang punggungku. Tidak ada Ega atau hantu yang mengikutiku. Matahari sudah tidak terlihat dan langit sudah menghitam. Walau rumah sakit terlihat terang dan sekerumunan orang masih terlihat, tak menghilangkan rasa cemas dan ketakutanku terhadap para hantu yang mulai menampakan dirinya.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang