Lembar 10: Perjanjian Di Saat Genting

1K 91 6
                                    

Lembar 10

Malamnya saat Alvin sudah tertidur, aku diam di ruangan tengah. Perkara apa yang membuatku terjebak di dunia ini? Aku yakin semua ini karena masalahku dengan Bima, haruskah aku meminta maaf? Tapi harusnya dia yang meminta maaf padaku. Bagaimana caranya agar Bima bisa meminta maaf ke padaku? Aku membenamkan wajah di tanganku karena kesal.

Saat sudah pagi, Alvin memasuki ruang tengah sambil bertanya. "Bagaimana?"

"Mungin ini gara-gara Bima." Ucapku.

Alvin berseder di tembok lalu menyilangkan lengannya. "Sudah kuduga," katanya.

"Tapi bagaimana agar aku bisa bicara sama Bima kalau aku saja sudah jadi hantu. Ia pasti bakal ngompol di celana kalau ngeliat wujudku yang sekarang."

Aku menatap langit-langit dengan pikiran melayang, "Andai aku bisa merasuki orang..." aku mengatakan pikiranku keluar.

Mulutku terkesiap, aku mengalihkan pandangan ke arah Alvin. Lelaki dalam balutan kaos biru dongker itu kemudian meringis ketika mendengarnya. "Omegot. Aku bisa merasuki tubuh manusia, kan? Ya kan?" aku perlahan berjalan ke arah Alvin.

"Nggak, kamu pasti tidak bisa. Ingat, kamu baru jadi hantu beberapa hari ini." kata Alvin namun raut wajahnya mengatakan ia tak takut dengan ideku.

"Oh, aku hanya perlu belajar caranya." Balasku lalu mengambil satu langkah mendekatinya.

Alvin dengan cepat berpaling dari tembok tempat ia bersandar dan rautnya berubah menjadi serius. "Nabila, ini serius. Aku rasa ini bukan ide yang bagus." Peringat Alvin.

Oh dia menyebut namaku!

"Kenapa? Menurutku ini ide yang bagus dan aku pasti bisa keluar dari dunia ini dengan cepat." Aku tak menghiraukan peringatan Alvin.

"Bukannya aku sudah mengatakan kalau aku dulu hampir mati gara-gara membantu hantu?" Kulihat mata lelaki kelas 3 SMA itu dihiasi sebuah emosi, alisnya bertaut dengan mata yang menatap lurus ke padaku. Kesedihan?

"Tapi Alvin, aku janji tidak akan membuatmu dalam masalah.... Aku janji tidak akan membuat tubuhmu terluka. Yang perlu kamu lakukan adalah percaya kepadaku." Aku memohon, satu-satu tujuanku kali ini adalah keluar dari dua dunia ini. Dan aku akan melakukan apapun agar aku bisa bebas.

Alvin memalingkan wajah lalu berjalan kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa. "Ya Tuhan, kamu sangat mirip dengannya," wajahnya membenamkan diri di kedua telapak.

"Siapa dia?" aku bertanya. Rasa penasaran di diriku meluap-luap ingin mengetahui identidas orang ini. Siapa orang ini? Apa dia orang jahat sampai Alvin hampir mati karenanya? Tapi mengapa Alvin justru membuat reaksi seperti ini? Mungkinkah...

"Apa kamu menyayangi dia?" tanyaku, memperhatikan setiap reaksi wajahnya.

Matanya melebar, cukup untuk mengetahui kalau pertanyaanku benar tanpa ia jawab. Respon selanjutnya ia hanya menghela napas.

Sial, mengapa ia tak segera mengijinkanku untuk menggunakan tubuhnya? Aku mulai tidak sabaran karena aku tak ingin terus terjebak di dunia ini. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menemukan laki-laki yang sedingin namun punya emosi-emosi seperti ini. Tentu aku iba, tapi tujuanku agar bisa bebas membuatku menghiraukan semua hal itu.

Dengan cepat aku berlalri ke arah Alivin, menembus tubuhhnya sambil bertekad agar aku bisa merasuki tubuhnya saat ia lengah. Reaksi Alvin pun cepat, namun tak secepat ketika aku sudah menembus di tubuhnya.

Beberapa detik selanjutnya hanya gelap, tapi semuanya terasa berat. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku merasakan hal aneh. Sangat sulit sekali untuk membuka mata, rasanya seperti aku terperangkap di kotak kecil.

Tapi ketika aku sudah bertekad keras, ketika mataku terbuka semuanya terlihat sangat nyata. Aku bisa merasakan setiap organ tubuh milik Alvin, betapa tingginya dia dari pemandangan yang aku lihat. Aku melihat ke tangan yang aku rasuki sambil menggerakkanya sedikit. Sangat susah sekali untuk menggerakan tubuh ini, rasanya tenagaku cepat terkuras karenanya.

"Apa yang kamu lakukan?!" aku melihat Alvin di depanku dengan tubuh rohnya yang setengah transparan.

"Lihat! Tubuhmu nggak apa-apa kan? Aku janji tidak akan berbuat yang tidak-tidak dengan tubuhmu," Aku memohon kembali, kali ini dengan tubuh Alvin.

Tangannya memegangi keningnya raut cukup serius muncul. Aku hampir putus asa karena belum mendapat izin dari roh manusia di hadapanku ketika muncul rasa aneh di bagian bawah tubuhku.

Kakiku menyilang secara otomatis akibat rasa yang ingin cepat keluar dari bawah tubuhku. "Omegot, dari tadi kamu nahan pipis?" aku tak percaya padanya, sekarang rasa ingin buang air kecil meluap sedikit-demi sedikit di bagian bawah.

Shit, kalau aku ke toilet apakah aku harus melihat... aku menggelengkan kepala. "Tanggung jawab, anjir! Aku nggak tau cara keluar dari tubuhmu dan aku nggak mau ngompol di tubuhmu," aku mendesak Alvin.

"Oke-oke, tapi janji kamu nggak akan merasuki tubuhku lagi?" kata Alvin.

Oh Tuhanku, dan ia masih sempat-sempatnya bikin perjanjian di saat genting seperti ini?!

"Hah?!" Oh Alvin kalau kamu ingin bermain seperti ini caranya, akan aku layani. "Nggak!" ucapku, kemudian duduk di sofa. "Kayaknya aku bakal ngompol di sofa tercintamu ini aja," Aku mengancam, menyilangkan tanganku sambil membuat muka serius ke arah Alvin.

"Kecuali kalau kamu janji mau bantu aku dengan meminjamkan tubuhmu, mungkin aku akan berpikir ulang." Aku mengatakan dengan tegas.

Alvin mengusap wajahnya frustasi, "Oke-oke, deal!"

Bibirku tersenyum miring layaknya aku sudah membantai musuh bebuyutan, dan perasaan ingin pipis kemudian muncul lagi dengan cepat. "Cepetan anjir, ini udah kayak mau meledak!"


=================================================

AN: maap ya kalo nggak ngefeel, soalnya udah ga nulis berbulan-bulan :D peace!

sampai jumpa di next lembar~~

vomment!

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang