Lembar 33: Mata Yang Melihat Tidak Terlihat

477 54 11
                                    

AN: Maapkan aku guys :( malah ngga update-update T-T pokoknya kalau aku bikin janji jangan dianggep karena aku gabisa nepatin ;((( banyak sekali naskah dan tugas yang harus aku kerjakan daripada wattpad.... anyway, enjoy!

Lembar 33

Kelopak mataku terasa sangat berat. Seperti membuka katup sumur yang berat, didorong perlahan-lahan hingga benar-benar terbuka. Yang pertama kulihat adalah warna putih yang sangat buram. Hampir membuatku yakin bahwa aku berada di dalam air. Aku bisa bernapas, namun ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan dan rongga hidungku.

Aku menutup mata kesekian kalinya. Tubuhku terasa sangat berat dan lemah. Bahkan tak bisa mengerahkan tenaga yang sebenarnya tidak ada, untuk menoleh ke kiri. Telingaku bisa mendengar beberapa suara yang berbeda mengelilingi ruangan ini.

Aku memaksa mataku untuk terbuka dan melirik ke kiri, dan aku bisa melihat beberapa sosok yang menatapku seperti sebuah keajaiban yang dinantikan.

Dua orang mendekat ke tempatku berbaring, mengatakan berbagai hal dengan suara lembut dan menenangkan.

"Hai, Nabila. Akhirnya kamu bangun juga. Sebentar ya, saya lepaskan selang ini dulu." Kata perempuan itu sambil perlahan menarik sesuatu yang memenuhi tenggorokanku. Sementara tangan seorang pria yang satunya lagi melakukan sesuatu di belakang kasurku.

Ketika sesuatu itu hilang, tenggorokanku sekarang terasa sepuluh kali lebih nyaman.

"Apa kamu mau mengeluarkan ini?" tanya perempuan itu sembari menyentuhkan jarinya ke ujung hidungku. Lalu aku mengangguk.

Butuh beberapa saat sampai akhirnya sebuah selang di hidungku itu keluar.

"Nah sudah. Apa kamu haus?" tanya perempuan yang sama. Butuh jeda yang lama sebelum kemudian aku mengangguk kecil.

Sebuah sedotan muncul di bibirku dan dengan perlahan aku menyesap air dari gelas itu. Setelah minum, mereka berdua membiarkanku sejenak sambil mengerjakan sesuatu dengan benda-benda di samping ranjangku.

"Apa kamu tahu tahun berapa sekarang?"

Aku menggeleng.

"Apa yang terakhir kali kamu lakukan?"

Aku terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. "Kayaknya... aku lagi di sekolah. Pelajaran." Suaraku serak dan kecil. Terdengar asing di telingaku. Aku ragu apakah orang itu akan mendegar jawabanku. Tetapi ia mengangguk setelah mendengarkanku.

"Apa kamu ingat mengapa kamu bisa seperti ini?"

Aku menggeleng lagi. Perempuan itu menanyakan beberapa hal dan mengulangi beberapa pertanyaan. Yang aku jawab dengan singkat dan gerakan kepala.

Setelah itu mereka berdua pergi dan beberapa orang yang dari tadi memperhatikan kemudian mendekat ke arahku.

"Ya Tuhan, terima kasih ya Tuhan." Ucap syukur seorang pria paruh baya. Ia mengelus-elus tanganku dan menciumi kepalaku.

Butuh waktu sampai aku benar-benar mengenali siapa itu.

"Ayah." Ujarku dengan senyuman tipis. Ayah pun tersenyum balik dan menyeka air mata di pelupuk matanya.

Datanglah seorang wanita dengan tergesa-gesa masuk ke dalam dan segera menghampiriku.

"Nabila." Ucapnya dengan suara bergetar, memandangiku dengan pandangan rindu. Ia pun mengecup pelipisku dengan ringan.

"Ibu." Ucapku dibarengi senyuman.

Setelah beberapa saat, beberapa perawat kembali masuk untuk memeriksaku kembali. Dan aku merasa semakin sadar dari waktu ke waktu, walau lamban. Mataku beralih ke beberapa orang yang berdiri dan masih memperhatikanku sampai sekarang. Tiga perempuan dan dua laki-laki. Semuanya menatapku dalam diam dan belum berani mengatakan sesuatu kepadaku. Sebetulnya mereka yang menungguku mengatakan sesuatu pada mereka.

"Apa kamu mengenali teman-temanmu?" tanya seorang perawat ketika memperhatikanku.

Aku tak ingin membuat mereka kecewa, namun aku belum bisa mengenali mereka. Lalu kepalaku menggeleng.

"Tak apa-apa. Nanti seiring waktu berjalan, semuanya akan kembali." Ia tersenyum.

Apa maksud perkataannya tadi?

*****

Sekarang sudah tepatnya dua hari sejak aku bangun dari koma. Selama dua hari itu aku beristirahat dan melakukan beberapa tes di kamar. Dan aku mempelajari bahwa banyak sekali yang aku lewatkan bahkan aku lupakan. Dokter bilang sebagian ingatanku mungkin hilang. Hal itu belum pasti hingga aku melakukan tes.

Aku diberi tahu bahwa aku mengalami kecelakaan ketika aku pulang dari sekolah. Yang pastinya aku tak mengingat hal itu. Aku tak bisa mengingat hal-hal yang berdekatan dengan sebelum aku kecelakaan. Bahkan tak ingat secara spesifik apa yang terakhir kali kulakukan.

Ada satu hal yang membuatku terganggu, rasanya seperti pikiranku selalu waspada dan memberikan peringatan penting. Tapi aku belum bisa mengingat hal apa itu. Untuk sekarang aku berharap ingatanku bisa perlahan-lahan kembali.

Aku memperhatikan ibuku mengetik pesan di handphonenya. Matanya masih sembab dan sejak dua hari ini ia terus-terusan mengawasiku dengan protektif.

"Bu, ngetik apa?" tanyaku. Suaraku masih serak.

Ia mengalihkan wajahnya ke arahku. "Ke tantemu. Dia mau jenguk kamu sama kakek-nenek." Ibuku tersenyum.

"Oh..."

"Temen-temenku yang kemarin siapa aja, bu?" sebenarnya aku sudah menanyakan hal itu pada ibuku tetapi aku lupa lagi. 'teman-temanku' kemarin pergi ketika jam besuk selesai dan mereka belum kembali sejak hari dimana aku bangun dari koma.

"Yang kembar namanya Mawarti sama Lusiati, yang cewek satu lagi namanya Yuna. Cowok yang pakai jeans itu Alvin. Nah, yang pakai baju basket, Bima. Itu pacar kamu." Ibuku menjelaskan.

Aku mengangguk paham. "Ternyata aku punya pacar?" mimikku terlihat tak percaya.

"Iya. Dari awal kelas 12." Ibuku melanjutkan. "Anaknya baik kok... Kalian juga akur. Tapi yang buat ibu bingung itu Alvin. Ibu baru liat Alvin selama kamu koma. Itu temen baru kamu ya?"

Bahuku terangkat. Aku tak mengingatnya, tapi bukan berarti aku mengabaikannya. "Mungkin."

***

Siang itu aku tertidur kembali hingga sore. Yang aku rasa karena pengaruh obat-obatan yang kuminum. Ketika aku bangun, ibuku terlihat masih menonton sebuah saluran di TV dengan volume kecil.

Saat itu aku belum sepenuhnya sadar. Mataku masih agak berat yang sesekali aku tutup namun kubuka kembali karena aku sudah cukup lama tertidur. Ketika mataku terpejam untuk sekian kalinya, aku mendengar suara anak kecil. Datangnya bukan dari TV, aku yakin itu dari sekitar sini jadi kubuka mata untuk mencarinya.

Dengan bola mataku, aku melihat seorang gadis kecil sedang bermain dengan bonekanya di bawah lantai dekat sofa. Ia memakai dress putih, kepalanya menunduk sehingga aku tak bisa melihat wajahnya.

"Bu," aku memanggil ibuku.

"Apa Nabila? Mau minum?" ia menoleh ke arahku.

Aku menggeleng. "Itu anaknya siapa, Bu?" tanyaku.

"Anak?" wajahnya sangat kebingungan, matanya melihat TV yang meyangkan iklan produk kecantikan dengan seksama.

"Bukan di TV, yang di sofa itu." Terangku.

"Hah? Nggak ada anak-anak di sini, Nabila. Cuman kita berdua." Ujarnya. "Mungkin gara-gara kamu baru bangun tidur, salah liat."

Tapi aku sangat yakin melihat gadis itu. Bahkan sampai sekarang. Bedanya ia menatapku dengan wajah pucat dan senyuman kecil.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang