Lembar 41: Sentuhan Ringan Yang Membuat Kepala Melayang

205 35 6
                                    

Lembar 41

Setelah check up yang terasa seperti obrolan kakek dan cucu bersama Dokter Rudy tadi, ibuku mengantarku ke tempat les. Dokter Rudy menyarankan agar aku tetap dekat bersama orang-orang yang dapat membangkitkan ingatan masa laluku. Meminta teman atau orang tua menjelaskan semua kejadian yang kulupakan. Jika sedang sendiri, aku bisa melihat foto atau video tentangku dulu. Mungkin lama kelamaan aku bisa mengenali wajah, nama, bahkan memori itu. Semua ini butuh kesabaran katanya. Check up selanjutnya bisa dikisarkan memoriku hilang dari waktu mana saja. Yang pasti aku masih mengingat waktu aku kecil bahkan saat SMP, tetapi setelah itu agak buram. Ada banyak lubang-lubang di ingatanku sedangkan yang lainnya terkunci di pintu besi.

Mobil kami berhenti di gedung biru tempat lesku berada. Sekarang jam setengah tiga dan leas dimulai jam tiga sampai jam setengah lima.

"Ibu nggak bisa jemput kamu nanti sore, minta jemput ayahmu aja ya nanti." Kata Ibu sebelum aku membuka pintu.

Tanganku tertahan di handel pintu mobil. "Kenapa?" tanyaku.

"Ada lembur, nanti mobil ini juga ibu kembalikan ke kantor ayahmu." Dengan wajah menyesal ia menjelaskan.

"Biasanya kan ayah pulang maghrib."

"Kalau ayah tetap nggak bisa jemput kamu, berati kamu pulang sendiri aja engga apa-apa ya?" Dengan agak berat hati ia menyampaikan. Kelihatannya ibu ingin sekali aku pulang dengannya atau ayah.

"Iya, engga apa-apa. Dulu SMP aku juga sering pulang sendiri kok." Kataku, hendak membuka pintu namun ibu berbicara lagi. Kali ini memperingatkan.

"Tapi jangan naik motor ya, pesen go-car aja kalau temenmu pada naik motor semua." Sepertinya kecelakaan kemarin membuatnya paranoid dengan motor. Aku juka tidak bisa menyalahkannya.

"Iya..." ujarku, akhirnya keluar dari mobil.

Dengan berjalan perlahan, aku memasuki bangunan bercat biru muda ini. Teman-temanku tidak mengambil kelas sore, mereka semua mengambil kelas malam. Aku mengambil kelas sore karena supaya sekalian diantar setelah check up tadi.

Suasana di sini terbilang tidak terlalu ramai oleh siswa. Bisa kulihat beberapa siswa berseragam biru tua masih di luar menunggu kelas untuk dimulai. Mengeluarkan handphoneku ketika sudah memasuki lorong-lorong kelas, aku melihat beberapa hantu terdiam di satu tempat. Beberapa dari mereka segera bertukar pandang denganku. Walaupun mereka tidak mengerikan dibanding hantu di rumah sakit, tatapan mereka membuatku sedikit bergidik. Aku masih belum terbiasa dengan semua ini.

Selama mereka tidak mengganggu atau mengancam seperti Nora, aku masih bisa menahannya. Kepalaku segera menunduk ke arah layar sentuh di tanganku, aku membuka galeri dan melihat jadwal les yang telah dikirimkan Yuna kepadaku.

Ekonomi 12A – Ruangan 4.

Aku menghentikan langkahku, tepat berada di depan kelas bernomor 4. Kuperhatikan kelas-kelas di sampingnya kosong, di kaca aku bisa melihat satu siswa laki-laki sudah duduk di barisan paling belakang.

Tanganku mendorong pintunya terbuka hingga suara decitan engsel besi terdengar. Membuat siswa itu menoleh ke arahku. Aku yang hendak masuk ke ruangan ber-AC itu tercekat melihatnya. Dan dari semua siswa yang ada di penjuru kota ini, Alvin adalah siswa yang duduk di kursi belakang itu.

"Sorry, aku kira ini kelas IPS." Gumamku dengan cepat. Akan menutup pintu kembali.

"Ini benar kelas IPS kok." Ia membenarkan perkataanku tadi. Membuatku tak jadi menutup pintu. Wajahku berubah sangat bingung dan skeptis dalam waktu yang bersamaan. Kenapa dia ada di kelas IPS?

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang