Lembar 25: Kebenaran Yang Lambat Dan Hantu Dengan Tatapan Jemu

675 69 11
                                    

AN: aku ngerjain ini sekitar 4 jam dengan keyboard yang agak rusak, 1400 kata, sampai jam 3 pagi, mengorbankan waktu yang sebenarnya mau aku gunain buat nonton running man, dengan bermenit-menit riset,

dan kalian harus mengapresiasi hal itu dengan follow twitterku @jihanmiles :P

serta komen, vommet karena lembar ini sangat spesial!

*lembar ini nggak aku baca ulang, jadi maap klo ada kesalahan*

-km

Lembar 25

Jika kalian pikir kami akan segera pergi ke perpustakaan dan arsip itu lalu menemukan siapa ibu Nora, berarti kalian salah. Itu semua karena yang pertama, perpustakaan sudah tutup jam empat sore tadi dan yang kedua adalah pada akhir pekan perpustakaan itu tutup. Besok adalah hari sabtu sehingga kami tidak dapat pergi ke sana. Aku yang semula sudah sangat gembira, kemudian sedikit kecewa ketika mendengar informasi itu. Yah, setidaknya kami masih bisa menunggu sampai hari senin besok.

Sambil menunggu, aku dan Alvin rutin menyusuri artikel berita. Sampai pada titik hampir semua artikel sudah kami baca dan tak ada lagi artikel tentang kebakaran yang ada. Alvin juga mencoba untuk mencari scan koran-koran lama lewat online dan itu banyak sekali. Tak bisa kubayangkan betapa capeknya menyusuri foto-foto koran itu tanpa bisa meminimalisir pencarian dengan kata kunci seperti pada artikel.

Selama dua hari itu kami berdua terus bergiliran mencari berita Nora, sedangkan Ega telah pulang ke tempat tinggalnya sejak sabtu kemarin. Tapi ia berjanji akan membantuku lagi. Sampai tiba hari senin, aku dan Alvin tak menemukan apa-apa.

Hari senin, Alvin kembali ke sekolah. Seperti biasa aku hanya membuntutinya, karena aku selalu gabut dan tak ingin ikut campur dengan hantu lain. Seperti biasa pula, aku sengaja tak sengaja ikut mendengarkan pelajaran layaknya aku seorang murid biasa. Setidaknya itu berhasil membuatku berpikiran kalau aku sejatinya adalah manusia.

Mataku mengikuti Bu Suminah, guru bahasa indonesia yang berjalan pergi keluar kelas setelah menyuruh muridnya untuk mengerjakan contoh soal Try Out tahun lalu. Dugaanku beliau tak akan kembali kelas sampai sepuluh menit terakhir dari jam mengajarnya hanya untuk makan gorengan hangat di kantor. Lagi pula, siapa yang mau menatap murid-muridnya mengerjakan soal selama setengah jam lamanya?

Seperti biasa kelas menjadi agak ribut, tapi tak kacau sampai murid-murid berkeliaran keluar dari mejanya. Semenit berlalu, aku menatap soal yang Alvin kerjakan. Kadang ikut membaca soal itu, kadang teralih oleh raut Alvin yang terlihat mendalami soal yang ia kerjakan. Ia terlihat imut, membuatku tertawa diam-diam. Tapi ketika pikiran kalau aku sudah mati, membuat perasaan itu sirna.

"PAAAK! TUGASKU KETINGGALAN PAAK!" teriakan perempuan dan diikuti dengan suara kaki berlari di lorong kelas membuat semua murid terdiam.

Sosok Marwati terlihat melesat melewati pintu kelas yang terbuka. Aku tahu sekali kalau itu Marwati. Karena hanya dia lah yang tak mempunyai rasa malu dibandingkan Lusiati. Murid-murid kembali mengerjakan soal mereka setelah suara Marwati jauh dari kelas.

"Marwati apa Lusiati noh?" aku mendengar seseorang bertanya.

"Gatau dah." Jawab seseorang.

Memori saat aku bertanya pada Yuna dengan memakai tubuh Alvin tiba-tiba muncul dibenakku. Kalau aku bertanya pada Marwati apakah jawabannya akan berbeda dari Yuna? Marwati adalah sesorang yang cukup blak-blakan tentang apa pun. Mungkin saja ada sedikit informasi yang bisa kuperoleh darinya.

"Vin," panggilku.

Alvin hanya diam dan melirikku. Aku tahu ia pasti tak ingin terlihat aneh di depan teman kelasnya.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang