Lembar 24: Reaksi Alvin Dan Tempat Untuk Menemukan Berita Nora

602 68 9
                                    

AN: Ga salah liat kok, Update lagi ;) biar cepet ending, eh... nggak deng, biar cepet memulai hal yang kutunggu2 3:))) 

Pertanyaan hari ini: Menurutmu tokoh Ega itu baik atau jahat? Alasannya?

vomment loh yaaa~

ig: @jihanmiles 

-km

Lembar 24

Saat sampai di kelas, kulihat roh Alvin yang setengah transparan sedang menungguku dengan sabar. Ia tampak lega ketika melihatku.

"Makasih." Ujarku, seraya mengosongkan pikiran dan membiarkan Alvin mengambil tubuhnya.

Setelah aku mengembalikan tubuh Alvin, ia yang duduk langsung bertanya. "Bagaimana?"

"Mereka bilang baik-baik saja kok." Aku yang sedang berdiri di hadapannya tersenyum palsu.

"Bukan itu, tapi apa kamu sudah tahu perkaramu?" Alvin bertanya kembali.

Aku hanya menggeleng.

"Nggak apa-apa kita masih punya waktu." Kata Alvin mungkin sudah memperhatikan senyuman bohongku.

"Aku harap..." tangan kiriku memainkan rantai kalung di sisi leherku yang tertutup kerah seragam. Teringat kalau sekarang liontinku diwarnai dengan bercak hitam.

"Jangan pesimis seperti itu," kata Alvin, suaranya halus. "Rasanya aneh melihatmu sedih seperti ini..." sebuah senyuman pendorong semangat terbentuk di bibirnya. Yang tentu membuat ujung bibirku ikut naik, walau tak sampai ke mata.

***

Siang harinya aku memutuskan untuk pergi dari sekolah menuju tempat Ega berada, dengan izin Alvin tentunya. Ketika aku memasuki area SD aku melihat hantu di sini terlihat tidak berani mendekati bahkan melirikku. Aneh tapi aku bersyukur karena hal itu, sebelumnya mereka terlihat ingin sekali mendekatiku dalam artian negatif. Mungkin ini karena aku berteman dengan Ega sekarang, jadi penduduk hantu SD ini mengenali kehadiranku.

Setelah mengitari tempat yang ditinggali oleh Ega, aku tak bisa menemukan hantu berambut tomboy itu. Aku ingin sekali menanyakan hantu terdekat di sini tentang keberadaan Ega sekarang. Tapi aku tak punya keberanian, jadi aku kembali ke apartemen Alvin kemudian sore harinya aku akan ke sini lagi.

Di apartemen Alvin aku mencari sedikit artikel-artikel kebakaran, tapi tak bisa menemukan apa-apa. Menjelang sore, aku kembali ke SD. Kali ini semua murid sudah pulang, yang tersisa hanya penjaga dan beberapa guru.

"Ega!" panggilku ketika melihatnya di depan perpustakaan seperti kemarin.

"Nabila." Sapa Ega balik seraya melihatku mendekatinya.

"Aku boleh minta tolong sesuatu?" tanyaku.

"Apa?" tanya Ega penasaran.

Kemudian aku mulai menceritakan semua yang kutahu tentang Nora, bagaimana dia mengganggu Alvin, sampai mengancam akan menghilangkanku dari dunia ini. Tapi aku tak memberitahu Ega tentang rencana aku dan Alvin untuk mencari ibu Nora dan mempertemukannya. Yang kubilang kepada Ega yaitu bahwa kami hanya ingin mencari artikel atau berita untuk mendapatkan informasi tentang Nora. Itu saja. Sepanjang cerita, Ega hanya mendengarkan dengan seksama.

"Apa kamu mau membantu?" ucapku.

"Tentu, aku bisa membantumu. Lagi pula ini bukan pekerjaan besar, hanya mencari berita saja kan?"

"Iya. Rencananya aku ingin mempertemukanmu dengan Alvin sekarang, tapi nggak apa-apa kalau kamu lagi—"

"Tentu saja nggak apa-apa." Ega tak sempat membuatku menyelesaikan perkataanku.

"Benarkah?" kataku senang. "Alvin orangnya baik kok, tenang saja." Tambahku.

***

Aku membawa Ega ke tempat tinggal Alvin yang tak terlalu jauh namun tak terlalu dekat pula. Saat sudah sampai di pintu apartemen Alvin, hantu di sebelahku ini terlihat membeku sambil menatap papan kayu bernomor itu.

"Kenapa?" tanyaku bingung. Apa mungkin dia berubah pikiran? Aku mulai panik.

"Nggak apa-apa, cuman gugup." Jawab Ega dengan senyuman kecil.

Aku ingin menanyakan mengapa ia gugup namun aku mengurungkan niat itu. Merasa itu bukan suatu hal yang besar.

"Ayo." Ajakku. Kemudian kami menembus pintu apartemen.

Di ruang tengah terlihat sepi dan hanya terdengar suara TV yang dinyalakan dengan volume kecil.

"Alvin?" panggilku berjalan beberapa langkah ke depan sebelum akhirnya orang yang kupanggil menampakkan batang hidungnya.

Dengan setelah seragam yang masih melekat di tubuhnya, dikurangi dasi, Alvin muncul dari kamar tidur sembari menatapku kemudian menatap Ega agak lama. Iris cokelat Alvin kembali menatapku kemudian menatap Ega yang di belakangku.

Melihat Alvin yang masih menatap Ega tanpa mengeluarkan suatu suara bahkan napas, aku membuka suara.

"Ini Ega, yang aku ceritakan." Ucapku pada Alvin, kemudian aku berjalan ke samping Ega. "Ini Alvin, yang kuceritakan juga. Kuharap kamu mau membantu." Ucapku pada Ega dengan menggerakkan tangan ke depan.

"Apa kamu tinggal di daerah sekitar sini?" Alvin akhirnya berbicara, tapi tatapannya tak bisa lepas dari hantu berambut cepak di sebelahku.

"Engga kok, aku tinggal agak jauh dari sini." Jawab Ega.

"Tapi rasanya aku pernah melihatmu." Sambung Alvin dengan wajah berpikir.

"Mungkin kamu pernah melihatku di tempat lain, aku baru pertama kali ke sini." Kata Ega.

Alvin hanya terdiam sambil terus menatap Ega, "Ah, bisa juga. Mungkin aku pernah melihatmu di tempat lain." ia memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya.

Setelah itu aku, Alvin, dan Ega mulai menelusuri artikel-artikel di internet. Belum sampai lima menit, tenagaku sudah terkuras lalu aku menghentikan pekerjaanku dan meminta Ega untuk menggantikanku. Kulihat, Alvin dengan tenang menggeser layar handphone di tangannya. Sedangkan wajah pucat Ega sekarang fokus ke layar laptop di hadapannya.

"Kebakaran menewaskan pasutri... Kebakaran menewaskan 39 orang...." Ega bergumam kecil sambil membaca judul berita.

"Ah! Ini bukan? Kebakaran menewaskan satu keluarga." Seru Ega, sontak aku dan Alvin bergeser mendekatinya untuk membaca artikel itu lebih lanjut.

"Tapi ini menewaskan tiga anak dan satu ibu." Ujar Alvin setelah kami bersama-sama membacanya.

"Oh, maaf." Ega kemudian terkekeh.

"Sumpah aku langsung kaget." Imbuhku jujur, sembari memegangi dada.

"Maaf, maaf. Judulnya pas banget tadi, jadinya aku langsung ngomong padahal belum baca isinya." Kata Ega tersenyum malu, sebelum kemudian melanjutkan mencari artikel yang kami cari.

Belum lama setelah kejadian Ega tadi, handphone Alvin bergetar lalu berdering. Ia pun segera mengangkat telepon yang masuk itu.

"Halo? Oh, gimana Rani?" Alvin mendengarkan Rani lewat benda yang menempel di telinga kanannya.

"Hm... Benarkah? Apa kamu sudah coba mencari?... Oh, oke oke, sebentar." Buru-buru Alvin mengambil pena di dekat meja TV dan menulis di atas kertas sembarang sambil berlutut di meja.

"Di Jalan Mangkubumi kan? Apa kamu bisa ke sana bareng? Ya udah... Makasih banyak ya, Rani. Dah." Alvin menutup teleponnya, ia berdiri lalu menghadap Ega dan aku yang mendengarkannya sedari tadi.

"Aku tahu tempat untuk menemukan berita itu." Laki-laki yang masih belum mengganti seragamnya itu mengumumkan sambil mengangkat kertas dengan tulisannya.

"Dimana?" tanyaku tak sabaran.

"Perpustakaan dan Arsip Surat Kabar Tirto." Jawabnya. 

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang