Lembar 42: Festival Netakes Dan Rencana Di Dalamnya

208 27 3
                                    

Author Comment: Bab ini agak santuy2 selow, ga gimana2, b aja. haha.

Ada yg bisa nebak festival Netakes itu festival apa sebenernya??? 😂😂😂

Lembar 42

Sejak tadi bibirku tak bisa berhenti tersenyum. Setiap aku ingin bersikap normal, sudut bibirku pasti akan naik. Hatiku saking senangnya dapat meledak seperti balon setiap kali aku memikirkan kejadian di bianglala tadi. Aku menatap bayangku di kaca, rona merah di pipi tak bisa meredup walau dibasuh dengan air berkali-kali. Ujung jariku mengutik tepi mulut yang lembut, tak pernah percaya bahwa aku berciuman dengan Alvin.

Ia mengalunkan cintanya kepadaku dan aku tidak bisa mengalihkan perhatianku pada hal lain. Aku sangat menyukai Alvin, tetapi aku tidak tahu bahwa aku mencintainya atau tidak. Rasanya agak menyayangkan aku baru bisa merasakan hal yang hebat ini di penghujung masa sekolah. Ditambah dengan kehidupanku yang berubah sejak bangun dari koma.

Aku harus belajar dari awal lagi, mengenal teman-temanku lagi, dan merasa yang ada dalam diriku berubah secara perlahan. Hampir seperti kehilangan jati diriku sendiri. Tetapi Alvin membuatku merasa bisa bergantung kepadanya.

Dengan membasuh tangan untuk terakhir kali dan mengeringkannya dengan tisu, aku pun keluar dari toilet. Di seberang, Alvin menunggu dengan menghadapkan badannya ke arah yang berlawanan, mengamati lampu-lampu festival yang dinyalakan seiring langit menggelap.

"Indah ya." Aku ikut mengamati lampu kelap-kelip di sampingnya. Festival semakin ramai dan suara mereka pun ikut menggenang di sekitar kami.

Alvin melirikku sebentar, lalu kembali memandangi orang-orang yang berseliweran sambil tersenyum. "Tahun lalu kamu ke sini?"

Aku mengangkat bahu menambahinya dengan gelengan kepala. "Nggak tahu, mungkin. Aku nggak ingat. Kalau kamu?"

Alvin menggeleng. "Enggak."

"Kenapa?"

"Karena aku nggak terlalu punya teman untuk di ajak dan aku rasa festival ini biasa saja." Tangannya dilipat di dada.

"Beneran?" seringaiku tak percaya. "Festival ini luar biasa." Seruku dengan melebarkan tangan ke depan, tempat stan makanan dan permainan berada. Lampu-lampu mewarnai alun-alun kota dan suasana kesenangan yang dapat dirasakan dari pengunjung di sini.

Alvin membuka lipatan tangannya, kali ini menatapku dengan senyuman bergigi. "Yah mungkin, untuk kali ini saja aku katakan kalau festival ini luar biasa. Kali ini saja."

Kepalaku menggeleng. Anak muda ini tidak tahu seperti apa keseruan yang ada di festival ini. Walau aku hanya bisa mengingat festival ini saat aku kecil, setidaknya aku merasa senang. "Enggak, kamu harus bilang festival ini luar biasa tiap tahunnya."

"Kalau kamu mau ke festival bersamaku tiap tahunnya, mungkin aku bakal pikirkan hal itu." Jari tangannya memegangi dagu, wajahnya dibuat pura-pura berpikir.

Sebuah tawa kecil keluar dari mulutku. "Kalau begitu tahun depan." Aku menyetujui.

"Tahun depan." Ia mengulangi dengan senyuman. Alvin banyak tersenyum hari ini dan itu membuatku bahagia. Tahun depan, masing-masing dari kami kuliah. Entah di kota mana. Tunggu, aku bahkan tak terlalu optimis bisa kuliah mengingat cara berlajarku yang melambat akibat koma kemarin. Semoga Tuhan meluluskan Ujian Nasionalku di nilai yang cukup, dalam batin aku berdoa.

"Mau kemana lagi?" Alvin bertanya, kali ini sedikit menghadapkan tubuhnya ke arahku.

"Kamu harus banyak senyum lagi tahu, itu cocok untukmu." aku mengabaikan pertanyaanya, menyempatkan diri memandanginya dari perbedaan tinggi kami yang terpaut sepuluh centimeter.

Nan KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang