"Lah, Nak Jerry!. Ngapain kalian berpasangan, si cewek udah buka-bukaan?" Bi Yen, cleaning service sekaligus tukang kunci ruangan dan tukang buat kopi di prodi mergoki kami. -Siapa yang jawab Bi Yen di part sebelumnya?, anda betull 😁👍-
Dia natapin aku yang kayak pelaku mesum. Setelah ini, apa lagi ya Allah.
"Ternyata yang teriak-teriak manggil Jerry itu kamu?. Gak nyangka" dia natap remeh dari atas kebawah. Aku memegang erat sarung itu takut di tarik dia.
Ya Allah, kalo kami di arak keliling gimana?. 😫
"Bi, bibi salah paham. Jangan suuzon. Saya bantuin Raim yang roknya lengket di kursi. Makanya dia sekarang pake sarung saya"
"Ah, yang bener?, kok kelihatannya kalian lebih dari sekedar dosen dan mahasiswi ya?"
"Kalo gak percaya, bibi liat sendiri roknya masih nempel di kursi" Jerry menunjuk kursi dimana rokku tergeletak.
Ya, Allah. Malu banget.
Bi Yen mendekati kursi, menarik rok itu hingga kursinya ikut bergerak "Lengket, kamu ngelem sendiri ya?" seketika itu aku ngerasa Bi Yen saudaraan sama Ana C. Pinem.
Aku menggeleng cepat "Nggak kok!. Orang bodoh yang mau ngelem roknya sendiri di kursi. Bibi gak liat saya udah nangis dan ingusan gini?"
"Astaga, becandaan anak-anak sekarang" dia ngedumel. "Sudah pulang sana"
"Tapi rok saya?"
"Bi tolong bawa kursinya ke gudang aja. Besok cari gunting biar lepas"
"Yah, roknya baru sekali pake, masa mau digunting?" protesku.
"Pake aja kalo mau sama kursi-kursinya" dia ketus banget. "Udah ayo pulang"
"Nggak ah!, Aku tungguin Dandi"
"Pake motor?, gak malu sarungan gini?"
"Ikut Jerry aja dah. Untung Jerry pulang belakangan sempat lihat kamu. Kalo nggak, gak tau deh kisahn. Gedung ini itu loh, banyak itunya"
Iya, dia itunya.
"Yaudah, dengan sangat terpaksa!" aku membawa tas dan hapeku ke parkiran. Dia mengikutiku dari belakang. "Cepat buka pintunya, nanti dilihat orang"
Dia tersenyum "Dasar kolokan, duduk didepan". Dia membuka pintu mobil untukku "Lucu juga kalo kekampus pake sarung"
"Hahaha, Gak lucu!"
Ingat Im, kali ini nurut karena udah gak ada opsi ke dua lagi.
🍁🍁🍁
"Im.. Im"
Ha? Aku tersadar. Lah masih dalam mobil. Kenapa belum sampe juga. Udah malam pula. Apa dosen ini mau apa-apain aku?.
"Ni rok pake"
Aku melihat isi dalam plastik putih. "Punya siapa?" rok line A warna coklat.
"Beli tadi di dalam" katanya membuka botol minumannya. "Itu kalo mau minum"
"Gak perlu repot-repot beliin rok. Antarin pulang aja sudah"
"Apa kata Pak Erte kamu pulang pake sarung?"
"Ya bilang yang jujur lah!. Emang kamu, suka bohong"
Dia berhenti minum gara-gara aku ngomong itu. "Dengar, Masalah usia di Tagged itu, aku sembarangan isi tanggal lahir karena aku fikir itu cuma untuk main-main. Begitu juga niatku sama kamu, awalnya"
"Gak penting!, basi" enak aja dia bilang dengan aku main-main. Dikira aku siapa?. "Ngomong aja kayak gini didepan Pak Erte, habis kamu dicelupin ke Sungai Batanghari!. Bersyukur lah cuma aku, aku gak tertarik lagi, makanya aku gak peduli. Terserah kamu mau jungkir balik, mau salto, mau kayang, mau jadi mimi peri. Aku gak peduli"
"Im, walaupun kita gak kayak dulu lagi. Aku berharap kita masih bisa dekat. Silaturahmi masih bagus. Bagaimanapun, kamu, Pak Erte, Ibu, Kak Rahima, Lucca, udah aku anggap seperti keluarga sendiri"
"Aku gak nganggap kamu seperti itu tuh!. Apalagi Pak Erte" enak aja, setelah matahin hati aku, masih mau ngarep aku sebagai salah satu keluarganya. Dimana otaknya?. Gak berperasaan banget dah!.
Hapenya berbunyi. Dia langsung mengangkatnya.
"Ya, Lin?"
Linda?, tunangan atau istrinya itu?.
"Assalamualaikum dulu kalii" celetukku mengalihkan pandangan ke kaca mobil yang ternyata terparkir di Jamtos. -Padahal kalo nelpon juga suka lupa ngucap salam-.
"Anak kampus, nebeng pulang. Ah, ga usah, nanti diurus pas aku kesana aja"
Rasanya hatiku kayak disiram bensin, trus kena panas dikit terbakar. Uh, nyeri banget. Kenapa situasinya cewek itu harus nelpon ketika ada aku disini!!.
"Duh, kapan pulangnya sih?, lapar tau. Keluar dulu sana, aku mau pake rok!"
Dia menutup hapenya dan menjauhkannya dariku. "Kenapa harus teriak-teriak sih Im?"
"AKU MAU PAKE ROK!"
"Iya, aku keluar" dia membuka pintu lalu keluar. Masih menelepon saat aku melihatnya dari kaca.
Mau manasin aku?, dasar!. Aku memakai rok itu masih ngedumel. Ini udah extra kebal banget dah ampe gak nangis. Sakiiit banget hati ini Ya Allah 😣.
Aku membuka pintu, mengambil tas dan botol minuman dia didalam plastik yang lain. Aku akan pulang sendiri. Kalo gak minta antar bang Bejo di seberang Jamtos sana.
Agak jauh 5 meter aku mendengar dia berteriak memanggil namaku. Gak usah sok care deh, aku bukan siapa-siapamu lagi.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Raim : My Unfavorite Lecturer ✔️
RandomSecond story Miss Raim and Her Brondong. Mencintai dan membenci secara bersamaan itu menyakitkan. Terlebih bila harus menahan cemburu.