Foto itu tersebar di grup fans. Aku tidak tau siapa yang mengambil foto itu diam-diam. Tapi aku tau, bahwa ada orang lain yang tidak sengaja berada ditempat yang salah, lalu mengambil kesempatan ketika aku mengganti pakaian di ruang Ketua Prodi.
Masih bisa dibilang untung, karena Pak Wiro membantu menjelaskan semuanya ke ketua Prodi. Sebenarnya, ini bukan hal pertama. Dulu, ada yang menyebar fotoku hanya menggunakan handuk di pinggang. Tapi, kali ini yang lebih parah.
"Tenang koh, kami akan cari siapa orang itu. Kalo tau, kami akan labrak dia habis-habisan"
"Gak perlu lakukan itu. Jangan berbuat kriminal. Aku gak apa-apa kok. Sudah aku maafkan. Hihihi"
Bersandiwara lagi. Benarkah aku sudah memafkannya?. Tapi kenapa aku masih mencari orang itu?.
Sebuah pesan masuk, langkahku terhenti sebelum memasuki kelas. Membaca pesan itu membuat jantungnya berdetak cepat.
Raim, apa ini karma buruk yang kamu sebut?.
kelas 4.a yang berada dibelakang gedung. "Selamat Sore". Sebenarnya hari ini aku tidak memiliki mood yang bagus untuk mengajar setelah mendapat pesan itu.
Mahasiswa dikelas itu menyambutku antusias, seperti biasa. Bahkan gadis berambut ikal sebahu itu juga. Apa dia sudah melupakan kebenciannya?.
Diskusi, itu salah satu cara agar bisa menutupi mood yang semakin tidak baik. Rasanya aku tidak bisa berpura-pura lagi. Masalah yang datang seolah mengatakan kepadaku bahwa pilihanku untuk kembali kemari, salah.
Gadis itu, apa yang dia lakukan?. Aku berdiri, perlahan berjalan menuju kelompoknya. Menelepon, hah?. Ck!, aku mengambil smartphone miliknya "Kalo mau nelpon, minta izin keluar. Jangan sembunyi disini dan mengganggu teman-teman".
Dia gusar, aku berharap emosinya meledak agar aku bisa menghukumnya. "Nelpon sebentar doang kok" dia berusaha menggapai smartphonenya di tanganku.
Afgan?. Si pemberi buku Akidah Islam itu?. Foto mereka berseragam SMA yang kutemukan dulu, adalah pria yang sama dengan yang kulihat di Bazaar minggu lalu.
Aku memutuskan panggilan itu. "Pindah kedepan" aku melangkah ke depan kelas membawa hapenya. "Bawa kursinya, duduk di dekat meja saya"
Kursinya diangkat oleh anak laki-laki itu ke depan. Se-juteknya dia, masih juga ada yang berbaik hati menolongnya.
Smartphonenya bergetar lagi, dari orang yang sama. Dia gak tau orang lagi kuliah apa??.
Reject.
Bergetar lagi.
"Pak, itu... Hape saya bunyi. Mungkin ada telpon dari Orang tua saya" dia bicara hampir tidak terdengar.
"Kak Afgan orang tuamu?" tanyaku memperlihatkan layar smartphonenya. "Beri tahu dia bahwa kamu sedang kuliah dan panggilannya mengganggu orang-orang satu kelas"
Ya, dia memang mengganggu.
Aku menerima panggilan itu. Lalu menyerahkan smartphone itu padanya.
"Waalaikum Salam" dia menjawab sambil menatapku. Lalu menyerahkan kembali Smartphonenya padaku. "Pak, kakak mau ngomong"
Kakak?. Kakak ketemu gede maksudnya?.
"Hmm.."
"Maafkan saya menelepon Raim di jam matakuliah anda pak. Tolong jangan salahkan dia"
Smartphoneku yang ku putar-putar rasanya ingin ku lempar. Pria ini mau cari muka?. "Iya"
"Saya menelepon hanya ingin memastikan apa dia ingin di jemput atau tidak"
"Gak perlu khawatir berlebihan, dia bukan anak TK yang gak tau cara pulang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Raim : My Unfavorite Lecturer ✔️
CasualeSecond story Miss Raim and Her Brondong. Mencintai dan membenci secara bersamaan itu menyakitkan. Terlebih bila harus menahan cemburu.