14. Mimpi Buruk

2.1K 194 43
                                    

Mimpi buruk.

Aku bermimpi dia mengunciku dalam ruangan. Lalu dia datang bersama Dekan dan aku di DO. Ini mimpi buruk selama beberapa bulan ini.

Ya Allah, jangan sampai deh di DO gara-gara foto itu. Kasian Pak Erte kasian Keluarga dan kasian nama baikku. Tujuan awal aku kuliah bukan ingin berbuat ulah seperti ini.

Sudah jam setengah lima. Ini kebiasaan buruk tidur di sembarang tempat. Masih untung ini ruangannya Jerry. Dia pasti mengerti banget kalo aku sudah kecapean atau nangis, pasti ujung-ujungnya tidur.

Kertas jawabanku ada tulisannya yang luntur. Ini kayak surat cinta jaman perang, penuh air mata. Mau di salin, nulisnya capek. Tau sendiri lah soalnya anak kuliahan. Essay berganda. Satu soal jawabannya bisa sampe 5. Itu, satu jawaban aja kalimat narasinya sampe 200 kata. Katanya makin panjang jawabannya, makin tinggi nilainya.

Mitos ah kayaknya.

Lah, ini aku beneran dikunciin dari luar?. Aku menarik gagang pintu itu yang gak bisa ke buka sama sekali. Dia kok jahat banget kunciin aku dari luar?. Dia dimana?.

5 menit kemudian

"Toloong!"

Gak ada yang mendengar. Bahkan aku sudah berteriak sejak tadi. Orang-orang di gedung ini pasti sudah pulang. Sudah hampir jam lima pula.

Ku coba menelpon lagi nomor Dosen itu, masih gak aktif. Dia sengaja melakukan ini untuk membalas perbuatanku ya?. Kok jahat banget?. Dia seharusnya tau aku takut hantu. Aku takut sendirian dan fikiranku berkata aneh-aneh. Aku takut. Bisa-bisanya dia.

Aku harus menghubungi siapa lagi?. Dandi pasti lagi kerja di tempat Bang Bejo. Yara sudah pulang pasti. Kak Afgan, ah jangan merepotkannya.

Tunggu, ya tunggu saja.

Mungkin dia ada rapat atau ada kelas tambahan. Dia pasti balik lagi kesini. Dia gak bakal kunciin aku sampe malam. Iya kan?.

Trzzz!

Huu Pak Erte, masa ada suara aneh. Itu bunyi apa?. Kalo gedung ini kebakaran, aku bisa mati sia-sia didalam sini.

Kak Afgan.

"Assalamualaikum"

"Waalaikum Salam. Kakak tolongin Im. Tolong"

"Im, Kok nangis?. Ada apa?"

"Im di kunciin dari luar. Gak bisa pulang kak"

"Dikunci?. Dikunci dimana?"

"Ruang dosen, fakultas Ekonomi. Kak tolongin Im. Im takut. Ada suara aneh kayak korsleting listrik"

"Oke-Oke kakak kesana. Coba kamu sambil cari kunci serep di ruangan itu. Kalo ada alat elektronik di ruang itu cabut kabelnya"

"AC doang, tinggi colokannya"

"Gak usah. Jangan panik Im. Tenang. Kakak menuju kesana. Gak akan ada apa-apa"

Aku mengangguk. Aku mencari kunci serep di laci meja, di rak buku. Tapi tidak menemukan apapun. Kecuali foto, foto kami?. Fotoku yang mengenakan kebaya dan dia berbatik lengan panjang ketika pernikahan Fani. Apa sebelumnya dia memajang foto ini di mejanya?.

"Kak, Im coba telpon dosennya dulu"

"Oke Im. Kakak sudah di Telanai"

Aku memutuskan komunikasi. Lalu menangis seperti anak kecil. Dia punya cinta, dia serius. Tapi aku memutuskan sebelah pihak. Aku menjauhinya, meninggalkannya dengan alasan ingin bersama Kak Jaya hanya karena dia Brondong. Ku bilang dia gak serius, gak niat nikahin aku. Tapi cincin di Pulau itu saksi.

Karena aku jahat makanya dia memilih kembali pada Linda. Orang sepertiku memang gak pantas dipertahankan.

Aku menghubunginya kembali. Kali ini nomornya aktif.

"Ya"

Ya?, dia bisa menjawab setenang itu?. Apa ini memang rencananya untuk menghukumku?.

"Koh" aku tersedu "Kenapa gak sekalian bakar aja gedungnya biar aku terbakar hidup-hidup disini"

"Im?, kamu... Ah astagfirullah aku lupa!"

Ya, bahkan kamu sudah bisa melupakan aku secepat ini.

11 menit

Kepala ku sudah sakit, dahi atas mata seolah ada beban berat. Aku menunduk, kursi rotan yang sebelumnya membuatku nyaman saat ini sama sekali tidak membantu.

Ada sesuatu yang menetes di jeansku. Ini, darah?. Aku menatap Langit-langit ruangan itu. Bukan hantu pasti, bukan hantu.

Ada sesuatu yang mengalir dari hidungku. Ini... Ini.. Darahku!. Pak Erte... tolongin Im. Im gak mau mati disini, im belum bisa balas budi ke Pak Erte, ke Ibu.

Pandangan ku sudah mulai berbayang. Kepalaku semakin sakit. Dengan telapak tangan aku menutup hidungku yang terus mengeluarkan darah.

"Im!" dia datang. Membuka pintu itu, mencariku. Mungkin juga ingin melihat penderitaanku. "Ya Allah" hampir berlari dia duduk didepanku. Memegang tanganku yang penuh darah.

"Aku harap kamu puas lakuin ini ke aku"

"Nggak Im, nggak" Dia membuka kaosnya, mengelap tanganku lalu menutup hidungku dengan kaosnya. "Aku lupa, aku kira kamu sudah pulang. Pintu mungkin sudah Dikunci Mas Dwi"

Aku menggeleng "Kamu sengaja lakukan ini untuk menghukumku kan?. Aku memang jahat, aku memang pantas dapatkan ini. Hukum aku lagi, kalau kamu belum puas"

"Nggak, aku gak akan mau menghukum kamu meski kamu salah Im. Gak akan" dia menarikku dalam pelukannya. "Maaf... Maafkan aku"

Aku rindu.

Aku rindu masa laluku bersamanya. Aku rindu Jerry, jerryku yang dulu. Di peluknya seperti ini seolah aku lupa bahwa kini, diantara kami sudah ada pembatas.

"Bukan" suaraku tersekat "Bukan aku yang menyebarkan foto itu. Aku memang melakukannya, tapi aku gak tega menyebarkannya. Aku gak sejahat itu, aku gak sejahat yang kamu kira. Aku bukan kriminal, aku gak mau di DO gara-gara foto itu. Gak mau berenti kuliah. Sumpah aku gak nyebarin foto itu Jer".

Dia mengeratkan pelukannya. "Aku harusnya tau itu" bisiknya menepuk punggungku pelan. "Aku gak marah Im, aku juga gak berniat melaporkannya"

"Tapi yang kamu lakukan tadi sudah menunjukkan kamu marah. Kamu hukum aku Seperti itu. Aku merasa aku orang jahat. Aku merasa kamu memandangku orang jahat"

"Ck, aku minta maaf" dia mengelus rambutku "Lihat, bahkan aku yang meminta maaf karena kamu yang buat salah. Kolokan"

Dia panggil aku kolokan seperti dulu.

"Ayo pulang, kita ke klinik dulu" dia melepas pelukanku, menghapus airmataku dengan telapak tangannya. "Aku pakai kemeja dulu" dia berdiri ke arah Meja.

"Raim!"

Kak Afgan?.

Dia melihatku yang duduk meringkuk di atas kursi dengan mata yang sembab dan hidung berdarah. Lalu Jerry yang berdiri dua meter darinya mematung.

ia mendekati Jerry lalu memberi sebuah pukulan ke wajahnya hingga tubuhnya jatuh ke lantai.

"Kak!"

"Saya sudah mulai curiga anda berniat tidak baik pada Raim. Berani anda lakukan ini lagi padanya dan pada mahasiswi lain, saya tidak segan melaporkan anda ke Polisi!"

Dia salah sangka.

Tapi, bagi beberapa orang, apa yang dilakukan Jerry kepadaku ini pasti sudah keterlaluan.

Kak Afgan mendekatiku.  Membantuku berdiri keluar dari ruangan itu. Sebelum keluar, ia melempar kaos darah itu ke arah Jerry yang masih duduk dengan tepi bibir yang berdarah.

Apakah dia pantas mendapatkan itu?.

🍁🍁🍁

Miss Raim : My Unfavorite Lecturer ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang