"Gimana disana?, kamu nyaman?. Sering-sering telpon kami disini"
"Ibu jangan khawatir, disini kan ada Jerry juga. Lagian kami disini paling lama cuma seminggu"
"Sebenarnya ibu gak begitu khawatir, ini Bapakmu nanya-nanya terus. Kamu udah sampe apa belum, udah makan, biasa lah. Padahal anaknya baru setengah hari di Medan sana"
"Bilang Pak Erte Im gak apa-apa. Ada Jerry yang jaga"
"Kalo Jerry macam-macam, telpon bapak" samar suara Pak Erte terdengar.
"Anak sudah nikah disuruh ngadu-ngadu" protes ibu "Yaudah, istirahat gih sana. Kamu pasti capek"
"Iya bu, assalamualaikum"
"Waalaikum Salam nak"
Ah, ini gak terduga.
Sebenarnya aku hanya menyarankan Jerry saja ke sini. Tapi dia gak mau pergi sendirian. Padahal, jelas aku tau Ce Ayin gak mengharap aku datang.
Aku pernah kerumah ini, tapi hanya sebatas pekarangannya aja. Dalamnya benar-benar kayak rumah orang kaya. Benar deh. Gak nyangka banget gaya Jerry dari jaman dulu kayak koko-koko jual kartu sim keliling. Kaos oblongnya aja sampe reput bagian lehernya. Sandalnya swallow dibawah lima puluh ribu, tapi rumahnya gedong kayak gini.
Ini kamarnya Jerry, kata ibu yang membantu mengemas barang tadi. Gak ada barang yang menunjukkan bahwa ini kamarnya selain foto ia dan mamanya ketika berusia 10 tahun. Warna kamarnya serba putih, emang warna khas keluarga ini kali.
Sudah hampir lima jam kedatangan kami di rumah ini, gak ada siapapun kecuali Papa mertua san ibu ART tadi. Papa (mudah-mudahan aku dibolehin manggil papa sama Ce Ayin) lebih sering didalam kamar katanya. Sementara Jerry entah ngilang kemana.
"Eh, udah istirahat?" tanya ibu ART yang aku segan mau nanya namanya siapa. Dia lagi di dapur nyuci piring.
"Udah bu. Bu ada lihat Jerry?. Ah maksudnya Koh Jerry"
"Jerry?, wah ibu gak merhatiin. Coba tanya bapak di teras samping. Tadi kan sebelum kita ke kamar mereka bicara berdua ya?"
Aku mengangguk. "Teras yg ada kolam ikan ya Bu?"
"Iya, ah tolong bawa kopinya ke sana ya?"
Aku menurut, rumah seluas ini, Jerry berada di rumah bagian mana?. Atau tempat ini punya perpustakaan keluarga, jadi mungkin dia disana.
"Raima?"
"Ah, iya pa. Ini kopi papa letak di mana?"
"Di sini aja" dia menepikan majalah di atas meja rotan didekatnya. "Masih capek perjalanan jauh?"
Aku duduk di kursi seberang mejanya "Gak kok, kan dekat naik pesawat juga"
Papa mertua yang rambutnya memutih itu senyum senyum. Meski gak sipit -Karena bukan keturunan tionghoa- kalo dipasatin dia kayak Jerry. Apalagi postur tubuhnya. "Mau makan?, Usu sudah masak belum ya?. Atau order di luar aja"
"Nggak usah pak. Papa udah nanya itu lima jam yang lalu. Im sudah makan sama Jerry sebelum ke sini. Nanti aja. Lagian kan ini nanggung udah hampir jam 6 sore"
"Ahahaa, iya iya" dia tertawa "Betah betah disini ya?, papa senang kalian akhirnya datang kemari"
Aku mengangguk "Oh iya Pa, Papa tau Jerry kemana?"
"Jerry?" tanyanya balik "Dia gak kasih tau kamu kalo dia ke pabrik"
Hah?
Menggeleng "Kapan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/134422283-288-k546715.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Raim : My Unfavorite Lecturer ✔️
RandomSecond story Miss Raim and Her Brondong. Mencintai dan membenci secara bersamaan itu menyakitkan. Terlebih bila harus menahan cemburu.