8. Dika dan tugas agama

1.4K 64 3
                                    

Eza mendorong kursi rodaku. Agak begah sebenarnya nih perut, karena setelah makan batagor, aku sempat memesan nasi ayam, jadi perut udah kayak mau meledak.

" Oh iya hari ini lo terapi ? " Aku mengangguk. " Kenapa mau ikut ? " Eza menggeleng.

" Gak, nanya doang. " Jelas lah Eza gak mau ikut, biasanya ada bang Mirza yang nemenin aku terapi. Terapi yang aku jalani cuman fisioterapi, yang memang aku jalani setiap 1 Minggu sekali. Udah ku bilang sama mama, gak perlu pakai terapi kayak gitu, tapi mama dan papa tetap kekeuh nganterin aku terapi setiap Minggu.

Jalan Eza agak di perlambat waktu dia melihat di depan kami, Afran dan Naufan. Mata ku bertemu dengan mata Naufan. Seperi biasa wajahnya tetap beku, sedangkan Afran tersenyum hangat.

Laki - laki itu berjalan melewati ku, tapi dia menyapa Eza, ya mungkin karena satu ekskul. Entah apa yang mereka omongkan.

" Eh kak Zara, titip pesan dong buat kak Aliv. Pulang sekolah Bu Tuti nyuruh kumpul di aula, soalnya dia di chat gak dibalas. " Aku mengangguk.

" Makasih ya kak. " Dia berniat untuk pergi tapi aku menahannya. " Fran. " Ucapku pelan, lalu menyuruhnya untuk menunduk. " Kasi tau dong, apa yang di bilang Naufan soal aku. " Afran menegakkan kembali badannya diiringi dengan senyum mengejek.

" Gak ah, biar kakak penasaran. "

" Afran. " Panggil Naufan, yang sontak membuatku menoleh kebelakang. Afran pun berlari kecil menghampiri Naufan. Kemudian mereka pergi, dan Eza kembali mendorong kursi rodaku.

Ya Allah di uji nyali sama bocah kayak Afran. Ingin memaki tapi tidak boleh. Bisa - bisanya dia buat aku sekepo ini.

...............

Pintu rumah terbuka begitu kak Miranda masuk dengan kantong kreseknya. Bisa ku tebak pasti dari mini market. Kakak ku langsung menjatuhkan dirinya di sofa, lalu meletakan kresek itu sambil senyum - senyum sendiri. " Dih, anak pak Salim, kenapa nih cenyum cenyum cendiri. " Senyum kak Miranda semakin sumringah. " Ini abis dikasi coklat sama ayang. " Katanya bergemulai yang bagi ku menjijikan. Aku melirik ke arah coklat itu, lumayan banyak. Ada 5 coklat, emang masih jaman ngasi - ngasi coklat gitu ?

" Dih emang masih jaman ngasi coklat - coklat gitu ? "

" Bukan masalah coklatnya, tapi so sweet nya itu lho. " Aku hanya bisa menggeleng, susah emang namanya orang baru kasmaran. Melihat coklat entah kenapa, pikiran gila terlintas di otakku. Aku menggapai satu coklat kak Miranda. " Minta satu ya kak. "

" Buat apa ? "

" Mau ngasi ke doi. "

" Lah, tadi katanya gak jaman ngasi begituan, tapi masa kamu yang ngasi sih, gak elit banget. " Ketus kak Miranda.

" Ih bukan ngapa - ngapa. Buat seru - seruan aja pengen liat reaksi dia kayak gimana, bantu dorong ke kamar kak. " Tanpa banyak tanya, kak Miranda membantu mendorong kursi rodaku ke kamarku yang memang sudah dialihkan lantai bawah.

Aku mengambil sticky note dan pulpen. Meletakan sticky note itu dan mengukir beberapa huruf disana.

'hai Naufan, salam kenal. ' udah gitu doang. Enggak tau kenapa, ide kayak gini bisa bikin deg - deg an, padahal cuman buat iseng, gimana reaksi Naufan yang dingin kayak gitu di kasi coklat. Tapi feeling ku sih tetap bakalan tidak berekspresi tuh anak.

Besoknya aku nangkring di depan kelas. Menunggu orang yang bisa aku jadikan kurir untuk memberi coklat ini ke Naufan.

" Hai Zara. " Yuni yang melintas, langsung ku cegat begitu saja. Fyi, Yuni ini teman satu ekskul teater ku dan teman satu kelasnya Naufan. " Yuni, mau tolong Zara nggak ? "

Wisheart [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang