Guruh pov
2 bulan sudah berlalu, sejak insiden jogja. Pencarian kami, untuk menemukan saudara lainnya, terpaksa di tunda. Ya, ini semua gara-gara aku. Ketika kami balik ke rumah, memang suasana haru terjadi, saat ortu bertemu kedua kakak perempuanku. Namun tidak lama kemudian, suasana berubah kacau. Kala, salah seorang sepupuku melihat wajahku yang babak belur. Semua orang langsung panik, bang Guntur dan aku, langsung kena sidang keluarga. Akhirnya bang Guntur, menceritakan kejadian itu. Dan kekacauan itu mereda, untuk mereka. Untukku ya apes, semua fasilitas di ambil. Akhirnya selama 2 bulan ini, aku tidak bisa kemana-mana. Bahkan waktu keluargaku, berkunjung ke rumah calon besan, sekaligus mengantarkan kak Fania dan Flora kembali ke Jogja. Aku di tinggal di rumah, dengan segala macam obat. Pokoknya apes banget.
Tapi, berita mengejutkan datang seminggu berikutnya, pelaku penganiayaan padaku tertangkap. Tentu bekat bantuan calon kakak ipar dan pihak kepolisian. Namun di balik penangkapan itu ada bang Guntur dan mbak Flora yang berperan di dalamnya. Demi apa, kedua orang itu, menghajar hampir seluruh orang yang menganiyaya aku. Hingga beberapa dari mereka, harus di larikan ke rumah sakit. Aduh, serem amat mereka berdua. Tapi, berkat hal itu, kami jadi tau kalau Siska dan Sulis adalah dalang di balik kejadian yang menimpa kak Fania selama ini. Mereka berdua, berhasil di bekuk polisi, di stasiun tugu. Saat kedua orang itu hendak kabur. Kabar tertangkapnya kedua orang itu, langsung menyebar bak virus. Maklum keduanya adalah mahasiswa dan mahasiswi. Dari salah satu kampus elit di Jogja. Kabar tertangkapnya mereka, atas kasus penganiayaan dan teror. Membuat orang tua mereka, terkena sangsi sosial. Yang jelas sangat memalukan. Usaha konfeksi keluarga Siska, langsung mengalami kemerosotan drastis. Sementara orang tua Sulis, yang keduanya merupakan PNS. Tentu mendapat teguran keras. Permintaan maaf di layangkan oleh keluarga mereka, kepada keluargaku. Bahkan, kedua keluarga itu, repot-repot datang ke rumahku untuk meminta maaf secara langsung. Pada awalnya Ayah hendak memaafkan mereka. Tapi, bang Guntur dan mbak Flora, langsung menentang rencana itu. Aku paham sih, maksud Ayah, soalnya urusan di pengadilan itu ribet. Tapi, kedua kakakku, tetap bersikukuh, untuk melanjutkan perkara ini. Bahkan keluarga calon besan. Juga, ikut-ikutan, ingin meneruskan perkara ini. Mereka hanya ingin memberi efek jera. Akhirnya karena mendapat tekanan dari sana, sini, kasus ini, tetap bergulir. Meskipun kami sudah memaafkannya.
"Kusut amat, muka loe dek. Masih mikirin, soal kasusmu itu, "tanya bang Guntur. Sambil menyetir mobil, kami hendak ke rumah bang Andre, menghadiri acara ultah dia.
"Dikit bang. Selebihnya ya, memang lagi capek aja, kita marathon loh, sejak 3 hari lalu. Wisuda kak Flora, lalu buat acara syukuran. Semalam, kejutan ultah bang Andre. Nah sekarang,acara ultah dia. Capek bang, kurang tidur, "keluhku yang di balas lirikan dan helaan nafas.
"Sabar dek, bukan cuman loe yang capek. Gue juga. Lagian ini acara akhir. Habis ini, kita bisa bebas tidur. Dan kasus loe, juga hampir selesai kan? Tinggal sidang akhir. Toh, yang ngurus juga Andre,"
"Iya sih. Tapi, tetep aja, gue harus hadir di sidang mulu. Tiap satu minggu, harus ke Jogja. Loe kata, ga capek. Sebulan ini, gue udah 4 kali bolak-balik ke sini."
Bang Guntur hanya mengacak rambutku, dan tidak menanggapi ocehanku lagi. Tidak lama kemudian, kami tiba di rumah bang Andre, yang sudah ramai. Ulang tahun ini, juga merupakan acara syukuran atas kenaikan pangkat kak Andre menjadi Aipda (Ajun inspektur polisi dua). Kenaikan pangkat itu, merupakan hasil dari kerja keras kak Andre selama ini. Jadi umur bukanlah penentu kesuksesan. Semua itu harus di barengi ibadah dan juga usaha.
Kami berdua memasuki rumah kak Andre, dan langsung menuju halaman samping, yang merupakan tempat acara. Banyak polisi dan polwan yang merupakan rekan kak Andre, darimana aku tau. Itu karena mereka semua memakai seragam kebanggaan. Dan teman-temanku sekolahnya. Satu yang membuatku was was, semoga saja setelah ini, mereka semua tidak razia mendadak. Kasian tamu lain, yang niatnya mau pulang, malah kena tiang.
Aku dan bang Guntur, langsung menuju ke tempat makanan. Mau ngobrol? Sama siapa? Ga ada yang kenal juga. Kak Flora dan Fania, entah kemana mereka berdua. Yang jelas, mereka harusnya sudah ada di sini. Karena mereka berangkat dari pagi tadi.
"Kalian ini, langsung aja makan. Ga nyapa yang punya acara dulu, "kak Andre menghampiri kami sambil berkacak pinggang.
"Harus gitu, kita nyapa loe duluan. Lagian ya bro, waktu kami datang, loe juga ga kelihatan. Jadi, bukan salah kami. Akhirnya ganti juga pangkat loe,"
"Ya, alhamdulillah bro. Tunggu, kenapa loe berdua baru datang. Bukannya gue bilang sama loe Guntur. Datang pagi, bareng kedua mbakyu mu itu, "
"Enggak bisa. Soalnya gue masih ngantuk. Guruh sih, udah bangun. Tapi, dia masih ga boleh bawa mobil. Jadi, ya kami berangkat agak siangan. Lagian, ini acara loe, kami ga terlalu penting kan. Datang pagi atau siang, juga ga berpengaruh buat acara ini,"
"Pengaruh lah bro. Loe berdua kan adek ipar gue, kedatangan loe berdua sangat penting buat acara ini. Sebenarnya gue pengen. Ortu kalian hadir. Tapi, mereka orang yang sibuk. Jadi, kedatangan kalian berarti buat gue, "Kak Andre akting sok mellow. Dan itu membuat bang Guntur berekspresi seolah ingin muntah.
"Bang Andre, stop akting sok mellow. Ga cocok tau. Jadi, loe mau kawin kapan," tanyaku yang malah di sembur sama bang Andre. Hadeh, emang aku ke surupan.
"Asem loe bang. Main sembur aja kayak dukun. Aku ga kesurupan. Basah, basah seluruh mukaku." Endah, kenapa gue malah nyanyi. Tentu saja itu ngebuat bang Guntur tertawa.
"Sorry bro, habis pertanyaan loe, kayak gitu. Gue kaget jadinya. InsyaAllah secepatnya. Gue bakal mempersunting kakak loe, tapi, untuk sekarang. Kami saling mengenal satu sama lain dulu. Apalagi kalian masih dalam pencarian, saudara kalian yang lain. Biar Fania fokus, ke situ dulu,"
"Bijak bener. Ya, alasan loe bagus juga. Ndre, ortu loe mana, kok ga kelihatan,"tanya bang Guntur.
"Mereka di dalam, bareng ama kakak loe. Sono masuk, gue masih harus nemui tamu yang lain, have fun ya. Terutama loe Guruh. Makan yang banyak, biar cepet sembuh. "Bang Andre berkata sambil berlalu menjauh.
Acara bang Andre, selesai dengan sukses. Meskipun ada insiden. Bang Andre cemburu, karena kak Fania di goda teman-temannya. Tapi itu tidak lama, dan semua berjalan normal. Hanya saja, kejadian aneh itu berulang lagi. Tiba-tiba saja, muncul gambar-gambar di kepalaku. Mulai dari kain jarik, senapan dan seragam Angkatan darat. Apa ini petunjuk kakak kami yang berikutnya. Aku pun masuk ke dalam rumah kak Andri, dan mendapati pemandangan janggal, ketiga kakakku diam, dengan tatapan kosong yang membuat panik bang Andre.
"Gur, mereka bertiga kenapa? Tiba-tiba langsung diam, kayak gini. Tadi, mereka masih nyahut, gue ajak ngomong, "
"Ga usah khawatir bang. Mereka pasti dapat vision soal saudara gue yang lain, bentar lagi pasti normal.
Tidak lama, mereka bertiga kembali normal. Dan langsung memandang ke arahku." Dek, loe liat juga ya, "tanya kak Fania.
"Hoo... Sebutin apa yang kalian lihat,"
"Angka 1. Cuman itu yang nongol di kepala gue, "kata Bang Guntur.
"Borobudur ama topi," kata kak Flora.
"Terus kak Fania apa, yang muncul di fikiran kakak, "tanyaku.
"Bangunan. Kayak asrama gitu, tapi ga yakin. Lebih tepatnya kayak barak gitu deh. Nah, kamu sendiri dek. Apa yang kamu lihat," tanya kak Fania.
"Kain jarik kita, senapan, serta seragam militer. Lebih tepatnya seragam TNI AD. Kak Flora, topi yang kakak liat, warnanya apa? "
"Tapi Baret warna merah,"
"KOPASSUS" teriak kak Andre yang membuat kami kaget.
"Ga usah teriak juga, sih bang. Gila loe, sakit nih, kuping gue. Jadi abang No 1 kita itu, anggota kopassus. Dan kelihatannya petualangan kita berlanjut ke Magelang.