Arjuna pov
2 minggu berlalu. Saya sudah Kembali ke kesatuan. Libur kemarin, tidak ada hasil yang berarti dalam mencari saudara kami. Ya, awalnya saya yakin bisa membujuk mereka. Tapi, semuanya buyar, karena mereka berdua menolak bertemu dengan kami. Hanya saya saja yang mau mereka temui. Mereka beralasan kalau sampai kami bertemu dengan mereka. Tentu, mereka berdua akan luluh dan kembali pada kami.
Alasan yang sangat konyol. Tapi, saya hargai keputusan mereka, untuk sekarang. Lagian tim kami jauh lebih kompak. Satu adik pemalu(Fania) dua adik Troublemaker (Guntur dan Flora) serta si bungsu super apatis, tapi seorang game maker (Guruh). Kalian mungkin bertanya-tanya apa itu Game maker? Apakah pembuat game! Sebenarnya bukan. Game maker yang saya maksud adalah personality milik Guruh. Dia memandang kehidupan itu, layaknya sebuah game. Ya, bisa di bilang agak aneh, karena hal seperti itu tidak ada. Jadi, bisa di bilang itu hanya imajinasi dia. Tapi, justru karena hal ini. Dia bisa terlihat santai, padahal dia sebenarnya orang yang khawatiran, akan segala sesuatu. Selain itu, Guruh juga manipulative. Itu, baru saya ketahui 2 hari lalu. Saat dia, tidak sengaja memperlihatkan hal itu pada kami. Ternyata di balik sikap bocahnya, ada sisi hitam yang lumayan mengerikan. Terlebih lagi, dia bisa memanipulasi orang lain. Jelas, ini bukan hal baik sama sekali. Maka dari itu, sekarang Guruh saya bawa ke suatu tempat. Untuk menguji kemampuan yang tak di sadarinya itu.
"Bang Jun, ini kan penjara. Ngapain, aku di bawa ke sini. Perasaan aku ga lakukan tindak kriminal, "
"Memang! Tapi saya ingin mempertemukan kamu dengan seseorang. Siapa tau kalian bisa cocok. Dan menjadi teman dekat, kamu mau kan,"
"Bisa gak, ga usah basa-basi kayak gini. Ternyata abang licik juga bawa aku ke sini. Tunggu, jangan bilang yang mau di kenalin ke aku penjahat atau kriminal kelas kakap. Bisa mampus aku, "keluhnya,sambil menatap saya takut-takut dan ingin kabur.
Akhirnya, saya tangkap dia, dan bawa secara paksa, masuk ke dalam penjara. Guruh masih meronta-ronta ingin kabur. Tapi begitu melihat sekelilingnya, dia akhirnya menyerah dan memegang seragam saya, layaknya anak kecil yang ketakutan masuk ke tempat baru. Kami berhenti di depan ruang isolasi. Saya meminta izin ke penjaga, dan kami berdua di izinkan memasuki ruang isolasi. Ruangan itu gelap, dan kalian bisa mendengar suara rantai. Guruh makin mengeratkan pegangannya. Saya kemudian duduk di kursi yang ada di ruang itu, sementara Guruh celingak - celinguk mencari sumber suara yang terdengar. Hingga di depan kami muncul seorang lelaki tua, berusia 65 tahun. Tatapannya tajam, dia menyeringai ke arah kami berdua. Guruh sudah gemetar ketakutan. Itu wajar, pertama kali saya bertemu dengan orang ini, saya juga merasakan ketakutan yang sama.
"Tidak kusangka, akan melihat kamu setelah sekian lama Arjuna. Ternyata kamu masih sudi untuk datang ke tempat ini. Bagaimana kabar orang tuamu? Apakah mereka baik-baik saja!"
"Tentu saja mereka baik-baik saja. Kelihatannya paman baik-baik saja di sini. Terakhir kali, saya dengar paman sakit," tanyaku berusaha sopan padanya.
"Paman tersanjung, dengan kekhawatiran darimu ini. Sungguh lucu, bukankah kau masih menyimpan dendam padaku. Atas, kejadian 8 tahun lalu. Apa kau melupakan, apa yang telah terjadi Arjuna! Tunjukkan padaku kemarahan dan dendam mu itu. Itu akan membuat tubuh tua ini lebih sehat, "ucapnya sambil memandangku tajam.