Flora pov
Selepas ke rumah sakit, kami berdua menuju rumah Bima. Ini pertama kalinya aku datang ke rumah pacar, agak nerves sih. Gimana kalau keluarganya ga suka sama aku, atau bahkan belum masuk rumah mereka aku udah di usir duluan. Pikiran buruk itu terus berputar - putar di kepalaku. Namun aku berhasil menepis pikiran itu dengan berdzikir. Jangan salah, meskipun aku kadang beringas melebihi lelaki. Tetep harus ingat ibadah. Karena nanti kalau sudah jadi seorang ibu, kita ini guru pertama buat anak kita.
"Ngelamunin apa? Senyum sendiri dari tadi, "
"Enggak... Bukan apa-apa kok! Eits, ga usah pegang-pegang kita bukan muhrim. Nanti kalau udah nikah baru boleh pegang-pegang.
"Kamu ini, bikin aku makin ga sabar aja buat halalin. Bikin penasaran tau ga, baru kali ini ada cewek yang ga mau aku sentuh. Dan cewek itu modelnya kayak kamu. Tau ga, awal ketemu. Aku mikir kamu itu, cewek sadis, yang pake hijab cuman buat kedok doang. Tapi, ngenal kamu makin ke sini. Ternyata kamu memang muslimah yang baik. Kurasa aku emang ga salah pilih, "
"Mas, ga mungkin aku berani main-main dalam hal agama. Don't judge book from the cover. Lagipula Allah selalu tau isi hati kita, jadi ya harus jujur,"
"Memang calon istri yang baik. Oke, ga usah tegang, kita udah sampai di sarang macan."
Mobil yang kami kendarai berhenti di depan sebuah rumah. Aku sampai melongo melihat rumah itu. Rumah ini sangat besar. Ya, karena berada di kawasan elit, yang harga satu rumahnya saja minimal pasti berpuluh - puluh miliar.
"Ngapain bengong ayo turun, ga usah pake acara kaget segala. Cuman kamu cewek yang kaget liat rumah orang tua aku, "
Aku hanya bisa melongo mendengar penuturan Bima. Rumah orang tua, berarti dia beneran tinggal di sini. Berarti dia anak orang kaya, loh kok mau ya sama aku. Aku kan orang biasa, bukanya orang kaya itu mantunya harus setaraf ya. Eh, eh ga boleh suudzon. Terik napas, buang lalu mengejang... Emang aku mau lahiran. Kok jadi ketularan mbak Fania sih. Tenang- tenang jangan grogi.
Kami berdua berjalan beriringan menapaki tangga. Rasa grogi ku udah sedikit menghilang, seolah tau kedatangan kami, pintu di hadapan kami terbuka dan seorang kakek-kakek berbadan tegap menyambut kami.
"Selamat datang tuan muda. Bagaimana kondisi luka anda, "
"Terima kasih Leon. Luka ku sudah sembuh, hanya butuh istirahat saja. Apakah papa, mama ada,"
"Syukurlah, saya lega mendengarnya. Tuan dan nyonya ada di dalam, kebetulan nona Silva datang berkunjung. Dan kelihatannya nyonya besar dan nona Silva sedang menghabiskan waktu di taman. Apa anda ingin bergabung,"
"Oh, calon ipar datang. Tidak, aku tak tertarik dengan kegiatan perempuan. Papa dimana, "
"Beliau ada di ruang kerja. Tuan besar sudah menanti anda, beliau pasti senang jika melihat anda."
Oke, aku hanya bisa melongo layaknya kerbau. Mereka beneran tajir, panggilnya aja tuan dan nyanyi. Kelihatannya bapak tua ini, seperti kepala pelayan di rumah ini. Dari tadi, aku tidak paham, apa yang mereka bicarakan. Dan itu, justru membuat rasa grogi ku makin tinggi. Sekitar 10 menit mereka berbicara, di depan pintu, dia barulah mereka berdua sadar, jika aku bersama mereka.
"Maaf - maaf sayang. Aku jadi lupa kalau ada kamu, saking lamanya aku tidak berjumpa dengan Leon, maaf ya, "
" Saya juga minta maaf nona Flora, maaf atas kelancangan yang saya lakukan. Saya tidak menyapa anda. Sepertinya, tuan muda Bima Bima membawa perempuan yang berbeda, kali ini, yang paling tertutup dari yang lainnya. Saya harap ini merupakan pelabuhan terakhir anda, "
" Pelabuhan Terakhir? Itu membuatku penasaran, seberapa banyak mantan? "Jangan - jangan dulu kamu playboy, "ejekku
" Enak aja, jangan sembarangan kamu. Aku tipe cowok setia, tapi mereka saja yang tidak setia denganku. nggak usah pandang kayak gitu aku nggak bohong, "
" Oke - Oke santai. Nggak usah mandang kayak gitu. Kamu ini kayak mau terkam aku aja, aku kan cuman bercanda,"
"Bercanda kamu nggak lucu. Leon Tolong antarkan pacar, eh bukan, calon istriku ini ke mama dan calon adik ipar nya, "
" Baik tuan muda akan saya lakukan. Mari Nona flora ikut dengan saya. "
Aku pun berjalan mengikuti Leon entah mau di bawa kemana. Ternyata Leon membawaku ke sebuah gazebo, di dekat halaman rumah mereka. Yang sangat- sangat luas. Kulihat ada 2 orang perempuan, yang sedang bercakap-cakap yang satu lumayan tua, dan yang satunya mungkin seumuranku. Entah apa yang dibicarakan.
Memasuki tempat itu, rasa grogi ku makin meningkat. Bahkan kedua perempuan itu, langsung memandang kami. Setelah sampai di hadapan mereka, Leon menyapa mereka.
"Maaf mengganggu waktu anda berdua. Saya membawa Nona Flora, pacar dari tuan muda Bima. Kedua perempuan itu melihatku secara seksama, dan perempuan yang lebih tua, mempersilakan aku untuk duduk.
"Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat siang semuanya. "
Setelah Leon pergi. Pandangan Kedua perempuan itu menuju ke arahku." Syukurlah, kali ini anakku itu membawa perempuan yang pas. Untung tidak seperti mantan-mantannya yang lalu-lalu. Sudah kamu tidak usah Grogi, santai, anggap tante ini, seperti teman main kamu. Bisa Flora, "
" Iya Tante bisa, "
" Bagus, sekarang kita kenalan. Nama tante Olivia, dan ini Silva, pacar dari adiknya Bima, "
" Halo Mbak, namaku Silva pacarnya Bimo, adik kembar dari Bang Bima, "" Bima kembar? kok aku baru tahu ya, kalau Bima kembar, "
Kedua perempuan itu hanya tertawa.
" Iya mereka memang kembar. Tapi nggak identik, jadi jarang ada yang orang percaya. Kalau mereka kembar, " terang Silva.
" Betul, seandainya mereka kembar identik, tante pasti pusing membedakan mereka. Layaknya kamu dan saudara-saudaranya. "
Kami bertiga ngobrol santai. Mama dari Bima Bima alias tante Olive, berjiwa muda banget. Bahkan tidak jarang, beliau menggelontorkan lelucon-lelucon, yang membuat aku dan Silva tertawa.
" Mama mulai lagi, bikin lelucon konyol. Yang nggak berguna, " seseorang menginterupsi tertawa kami.
kulihat seorang pria yang gagah, wajahnya mirip dengan Bima, pasti ini adalah adalah ayahnya.
" Lelucon konyol!!!! Memangnya papa ngerti, apa yang Mama omongin. Lagian Papa, ngapain sih ganggu waktu mama, sama calon - calon menantu, "
" Papa hanya ingin tahu, seperti apa calonnya Bima. Dan ternyata, tertutup sekali. Papa nggak yakin, kalau dia, bisa kuat jadi istri Bima, "
" Papa yang Mama sayang, dan Mama cinta. Jangan ngeremehin perempuan. Flora, tolong dong, kasih tahu lelaki tua di depan kamu itu, kemampuan kamu. Leon, tolong bawa semua batu bata itu ke sini. Flora sayang, tunjukin kemampuan kamu, " tante Olive memberiku semangat.
Aku mendekat ke tumpukan batu bata itu, dan menghela nafas. Aku memukuli ya, dan batu bata itu, alias tumpukan batu bata itu hancur berkeping-keping. Suara tepuk tangan terdengar, sementara Ayah Bima hanya mengangguk- angguk dan kemudian pergi tanpa sepatah kata pun.
"Keren. Calon mantu tante keren, kalau kayak gini, cukup bawa Flora waktu pergi ke malu, dan semua orang-orang jahat itu bakal kabur. Akhirnya bisa bebas lagi ke mana-mana sendirian, "
" Ma, pacar aku bukan bodyguard Mama. janganlah seperti itu. Mama ini, selalu saja memanfaatkan kayak gini, "
" Terserah dong nak, udah lama Mama nggak bisa pergi sendiri. Pergi sama Silva pun di proteksi. Nah sekarang, kan ada Flora, yang bisa melindungi Mama sama Silva. So, kamu nggak ada hak, buat ngatur- ngatur Mama lagi ngerti, "
" Oke deh, Aku ngalah. Tapi, awas aja, kalau mama, membuatku nggak bisa berduaan sama Flora.
"Santai, udah sana masuk kamar. Tidur. Kamu itu masih butuh istirahat, sana sana sana sana. Nggak usah ganggu kami. "