Flora pov
Suasana canggung langsung terasa di ruangan ini. Kalian tau, aku ada di mana? Coba tebak?.... Ah lama, kalian menjawabnya. Sekarang ini aku ada di rumah neneknya Bima dari keluarga papanya. Lebih tepatnya, kami semua sedang ada di ruang keluarga. Menyaksikan debat panas. Eh, cuma aku, Silva dan neneknya Bima yang menyaksikan, yang lainnya menjadi pelaku debat. Debat terjadi karena hal yang menurutku gawat bin darurat. Bahkan tampak wajah Bima dan Bimo benar-benar menahan emosi. Dan aku tidak tau, kapan hal ini akan berakhir.
"Tante, tidak berhak mengatakan hal itu. Karena yang menjalani adalah saya. Tolong cabut kata-kata anda!!! Saya tidak mau kurang ajar pada orang yang lebih tua, " Bima berkata sambil menunjuk tantenya yang duduk bersebrangan dengan kami.
"Sudah cukup anda mencampuri semua urusan kami, jangan mentang mentang, suami anda adalah anak tertua keluarga ini, anda berhak mengatur hidup kami seenaknya. Bagaimana pun kami tetap akan bersama pilihan kami, "Kali ini Bimo yang bersuara.
" Apa kalian berdua buta! Perempuan seperti mereka, tidak selevel dengan keluarga kita. Tapi, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Lagi-lagi perempuan dari keluarga miskin, layaknya ibu kalian yang juga orang miskin. Berhenti menikahi orang yang tidak sederajat dengan kita. Calon yang tante pilihkan untuk kalian, jauh lebih baik. Mereka berasal dari keluarga kaya dan punya pengaruh besar. Dan, kalian tentu tau. Kalau menolak kemauan saya, kalian bukan orang yang berterima kasih. "
Kata-kata barusan langsung membuat Bima dan Bimo bungkam. Ya, aku sudah tau apa penyebabnya. Dan memang agak sulit, karena menurut cerita dari Silva dan mama Bima, tante mereka ini orang yang sok berkuasa dan penyebar gosip dan aib nomor 1 di keluarga besar mereka, dan tetangga. Jadi, dia tidak di sukai orang-orang. Parahnya lagi, jika keinginan dia tidak di turuti, dia bisa merusak nama besar kami semua. Atau bahkan melakukan hal yang lebih mengerikan. Dia sudah pernah meneror keluarga Silva. Hingga membuat hubungan Bimo dan Silva retak selama beberapa bulan, dan lebih parah dia juga berusaha melakukan upaya pembunuhan dan penculikan. Sayang hal itu tidak terbukti karena semua bukti sudah di hapus, bahkan para pelakunya tidak di ketahui keberadaannya.
Tapi... Level segitu sih, masih newbie. Ga ada apa-apanya sama levelku dan yang lainnya(Guruh tidak termasuk) karena anak itu kebanyakan wajahnya. Jadi aku ga bisa masukin dia dalam list. Dan itu juga memberiku ide, apakah ini perempuan bisa tahan dengan kegilaan Guruh. Yah, kita liat aja nanti. Karena sekarang dia sedang menunjuk-nunjuk sambil menyemburku dan Silva dengan ludahnya. Jijik sumpah.
"Heh, orang miskin kalian dengar saya tidak, "
"Denger kok tante Ivy," Silva menyahut yang langsung mendapat pelototan tajam, membuat dia agak merinding.
"Dan kamu, kamu dengar saya tidak, "
"Dengar. Tapi, ga usah pakai hujan juga. Bilangnya wanita berkelas, tapi kelakuan tak berkelas. Mending anda cari kaca dan bercermin. Siapa tau, kacanya bakal retak karena anda terlalu seram dan tak berkelas."
Muka-muka di sekitarku langsung pucat. Dan memandangku prihatin. Sementara tante Ivy sudah keluar tanduknya mendengar perkataanku. Ayo, keluarin semua. Dalam hal ini kasta ku lebih tinggi di banding anda.
"Kamu, "Sambil menunjukku." Berani dengan saya. Saya bisa membuat keluarga kamu menderita, atau bahkan hilang dari muka bumi. Apa kamu tidak takut, "
"Takut? Sama situ...Enggak, karena yang harus di takuti bukan anda, tapi allah. Anda, mau melenyapkan saya dan keluarga saya, jika memang sudah suratan takdir, tentu kami akan binasa. Tapi, jika belum dengan cara apapun anda tidak akan bisa melakukannya. Jangan berlagak seperti seolah anda tuhan. Atau karma yang sangat pedih bakal menimpa anda. Silva, ayo pergi, terlalu lama di sini, otak kita bisa terkontaminasi. Biarkan urusan ini, jadi urusan mereka. Karena kita masih orang asing di keluarga ini. "