Malam yang di nanti akhirnya tiba. Ya, malam dimana Bima akan bertunangan, dan kami menjadi tamu undangan. Kok jadi gregetan gini ya, rasanya ga pengen datang. Karena aku yakin, kalau kami datang, akan ada masalah yang terjadi. Buktinya sekarang saja kami sudah terlibat masalah. Bukan masalah gawat sih. Hanya saja aku yakin, Duo G akan dapat ceramah panjang lebar, gegara ulah mereka. Entah dengan cara apa Duo G berhasil mengunci mbak Fania dan suaminya di rumah. Memang sih itu bukan perkara besar, mengingat mereka berdua pasti segera keluar dan menyusul kami. Cuman yang bikin heran, pelayan di rumah bang Andre itu banyak, security nya bahkan jauh lebih banyak. Tapi, dengan mudahnya mereka berdua lolos dan membawa aku dan Silva ke acara pertunangan. Membuatku penasaran saja.
"Eh, dek. Gimana caranya kalian bisa kabur dengan cantik, tanpa bikin masalah atau kegaduhan sama sekali, "
"Gampang mbak." Guruh berkata sambil tertawa. "Pelayan ama Security di rumah bang Andre kan dah tau, seberapa mengerikannya bang Guntur. Jadi tinggal bang Guntur melotot mereka pasti kabur. Ga ada orang waras yang ga takut ama dia. Reputasi nya kan bagus,"
"Ck reputasi di bawa bawa dek. Lagian mereka juga aneh. Baru di pelototin udah ketakutan. Padahal empat orang security pasti dah bisa nangkap gue, eh ternyata zonk, "
"Ya, meskipun kamu bilang kayak gitu. Orang yang masih mau hidup, pasti ga bakal cari masalah. Kemarin aja di restoran, kamu dah bikin aku ketakutan. Apalagi Guruh, yakin aku kalau kamu lebih trouble daripada abangmu," ujar Silva sambil geleng kepala.
"Tuh, denger kan mbak. Dia aja yang baru ketemu kita dah paham, jadi mbak ga perlu tanya lagi. Btw, kita ga ada rencana sama sekali ngunciin bang Andre dan mbak Fania. Kok mereka bisa kekunci, "
"Wait, kalian ga ada rencana ngunciin mereka," tanyaku yang di balas anggukan mereka berdua. "Lah, kalau gitu siapa? Tak kira itu kerjaan kalian. Aduh, kok jadi runyam,"
"Eh, Flora. Kamu yakin mereka ga bohong, bisa aja mereka menutupi ulah satu sama lain, "
"Yang kamu pikirkan memang benar. Tapi, satu hal Guruh bukan pembohong ulung. Dia, ga bakal bisa bohong. Dan lagi, seorang yang berbohong ga bakal mengeluarkan kalimat tanya, di sertai raut wajah berfikir serius. Jadi, udah pasti mereka ga bohong. Masalahnya sekarang siapa orangnya. "
"Dek, kelihatannya kita udah kena masalah,"
"Masalah apa bang Guntur? Kita ga ngapa-ngapain juga, "
"Liat ke belakang."
Kami bertiga menoleh ke belakang, dan melihat ada beberapa motor mengikuti kami. Ku perhatikan baik-baik, beberapa dari mereka membawa senjata tajam, dan mengacungkannya pada kami. Silva langsung berteriak histeris, sementara Guruh langsung terkikik geli. Aku, jangan di tanya. Udah siap untuk ngirim mereka ke rumah sakit atau kuburan.
"Aduh, belum nyampai tempat acara. Malah kita yang dapat acara, famous banget kita ampe panggung buat drama sudah siap, sekarang saatnya kita mengangkat layar dan memulai drama pembantaian ini. Sungguh bermain dengan manusia yang menuhankan uang itu lebih seru, karena waktu mereka kalah atau sekarat, jarang dari mereka yang ingat akan tuhan. Orang-orang seperti itu, benar-benar kelewatan. "Guruh tersenyum sinis, namun senyumnya benar-benar mengerikan.
" Dek, kita mulai, "Guntur tersenyum sinis.
"Check area selesai. Tidak ada warga sipil di depan ataupun di belakang kita. Tidak ada juga warga di pinggir jalan, semuanya siap bang. Kita bisa mulai sekarang,"
"Wew cepat juga. Walah, ternyata pakai drone, dapat darimana dek, "
"Hadiah, dari Om bang. Ya, adek gunakan aja. Bang, kita mulai. Silva mending ambil tu bantal dan pakai buat berlindung. Mbak, tu ada kamus, kalau ada penjahat yang nyolong masuk, pukul aja lumayan kan pingsan."