Suprise At Night

5.5K 276 2
                                    

"Biarkan aku saja mom" Aku langsung mengambil piring kotor dari tangan ibuku dan menumpuknya dengan piring yang lain untuk segera dicuci.

"Kau bersantailah dengan dad aku akan merasa sangat tidak berguna disini jika hanya makan dan tidur" Ibuku tertawa mendengarkan gerutuanku.

"aku senang kau disini nak" lalu Ibuku mengecup pipiku sebelum menyusul ayahku ke ruang TV untuk bersantai.

Aku mencuci piring setelah makan malam kami, Ayahku seolah melupakan kedatang Jonathan tadi pagi dan bercerita dengan semangat tentang peternakannya yang makin berkembang dan juga cucu-cucunya yang makin besar. Aku hanya tertawa melihat mata orang tuaku penuh cinta dan kebahagiaan. Betapa aku ingin seperti mereka, menua bersama untuk membicarakan cucu-cucunya yang makin besar.

Aku mendengar suara bell pintu rumah berbunyi, bisa aku lihat Ibuku berjalan perlahan kearah pintu depan untuk membukakan pintu bagi siapapun itu.

Bruukkk

suara sesuatu jatuh kelantai membuat perhatianku terahlihkan, setelah mengeringkan tanganku aku beranjak keruang depan. Mataku terbelak lebar saat melihat Ryan dengan seragam serif nya berdiri disamping seorang pria berambut ikal pirang yang terbaring dengan hidung menghadap lantai seolah dia dijatuhkan begitu saja dengan tidak berperasaan.

"Joanthan?!"

Aku berjalan menghampirinya dan membalik tubuhnya untuk memastikan bahwa itu memang benar Jonathan. Aku tersikap saat melihat wajahnya yang lebam dan bibirnya yang sobek, telinga yang tadi pagi ditembak ayahku sudah dibalut dengan perban namun sekarang wajahnya lebih buruk daripada telinganya.

"sudah kuduga kau mengenalnya" Ryan hanya menggeleng kecil melihatku yang menatap Jonathan kawatir.

"apa yang terjadi padanya?"

"dia terlibat perkelahian di bar entah apa yang terjadi sampai dia di pukuli oleh lima orang, saat aku tiba disana dia sudah tegeletak di lantai dengan wajah babak belur"

"kau tidak menangkap orang yang memukulinya?"

Ryan hanya menggeleng kecil. "Mereka sudah lari saat mendengar sirineku datang dari jauh"

"Mengapa kau membawa orang ini kerumahku?" Ayahku menggerutu kesal melihat wajah Jonathan seolah ingin menembaknya lagi.

"tadinya aku ingin membawanya ke rumah sakit namun sepanjang perjalanan dia terus bergumam Rene dan kata maaf, selama aku tinggal disini yang aku tahu hanya ada satu nama Rene"

Aku terkejut mendengarnya, Jonathan adalah tipe orang yang mendahulukan akal sehat daripada ototnya dia tidak mungkin mabuk di bar apa lagi sampai terlibat perkelahian yang tidak perlu.

"bantu aku bawa dia ke sofa" Aku sudah akan menarik tubuh Joanthan saat ayahku mengahalngiku dengan marah.

"Aku tidak akan membiarakan sofaku kotor oleh orang sepertinya!"

"astaga dia terluka Dad! kita harus menolongnya"

"tidak di dalam rumahku" Ayahku melipat tangannya didada dengan keras kepala, kurasa aku yang di khianati disini! mengapa dia yang sangat marah?

"Bawa dia keruamah tukang kebun saja Rene disana kosong" Ibuku menawarakn jalan tengah yang langsung aku setujui.

Ryan hanya diam dan menuruti ibuku untuk mengangkat tubuh Jonathan smentara ayahku dengan keras kepala hanya memperhatikan kami dalan diam. Rumah tukang kebun hanya berjarak beberapa meter dari belakang rumahku, sebenarnya rumah ini lebih pantas disebut gubuk karena hanya ada ranjang kecil dengan kamar mandi seadanya disini.

Ryan melemparkan tubuh Jonathan yang membuat ranjang berderit dan erangan kesakitan keluar dari mulut Joanthan.

"Apa kau tidak bisa meletakkannya pelan-pelan?!" aku menatap marah Ryan dan dia hanya mendelikkan bahunya santai.

"Setelah dia membuatmu seperti ini? tadinya aku ingin melemparnya ke jurang"

"Lalu kenapa kau membawanya keisni?!" Aku makin bingung dengan sikap keluargaku yang sangat aneh ini.

"semua orang pantas memberikan penjelasan entah nantinya penjelasannya itu diterima atau tidak itu urusan belakangan" Dan dia berlalu dengan santainya menginggalkan aku dan Ibuku didalam rumah itu.

"Lebih baik aku menenagkan ayahmu dulu, dia sama keras kepalanya seperti kau. Kompres saja dia dengan handuk dingin"

Aku mengangguk dan melihat ibuku mengejar Ryan yang sudah terlebih dahulu sampai kedalam rumah.

"Rene..." Jonathan mendesahkan namaku seolah sedang dalam kesakitan.

aku duduk di ranjang yang sempit itu dan berusaha mendudukan Jonathan.
"kau harus melepas jaketmu dulu"

Sebenci apapun aku dengan perbuatannya aku tidak tega melihatnya seperti ini, hati kecilku sakit melihatnya menderita kurasa masih ada sedikit rasa sayangku yang tertinggal untuknya.

Setelah melepaskan jaketnya aku melepaskan sepatunya lalu mengambil handuk dingin untuk mengopres lukanya. Wajah tampannya sudah dipenuhi warna ungu dan hitam dengan perlahan aku membersihkan lukanya agar nanti malam dia tidak demam.

Jonathan sedikit membuka matanya, pandangan biru teduh itu membuatku tersenyum kecil saat melihatnya.

"Rene?"

"aku disini"

Jonathan menggenggam tanganku dan bangun perlahan, aku segera menahan dadanya ketika dia terlihat akan menciumku. Pandangannya saat bercumbu dengan Grace masih terbayang dipikiranku membuat hatiku sakit lagi.

"Kau harus istirahat"

Kalimatku sederhana dan diucapkan dengan menahan sakit serta sesak, Jonathan yang melihat pandangan mataku langsung panik dan menahan tanganku agar tidak menjauh darinya.

"jangan pergi, kumohon jangan pergi" Jonathan terlihat sangat menderita, hatiku sedikit tergerak untuk memeluknya, namun aku harus tegas hatiku tidak mungkin bisa lebih hancur lagi jika iya aku pasti akan mati.

"Aku disini, sekarang pejamkan matamu" Aku mendorong tubuhnya agar berbaring lagi lalu mulai membelai wajahnya dengan handuk dingin, matanya perlahan terpejam menikmati belaianku. Tangan Jonathan masih setia menggenggam tanganku sampai aku merasakan tubuhnya berubah rileks dan nafasnya teratur.

Jonathan tertidur dengan tenang, aku segera bangkit dan meninggalkan dia yang tertidur nyaman. aku berjalan kearah rumah dengan perlahan, Ryan tidak terlihat dimanapun kurasa dia sudah kembali bertugas. Aku melihat kepala Ayahku sedang bersandar di pundak ibuku sementara ibuku yang berada di pangkuannya membelai kepalanya dengan sayang, Aku bisa mendengar ibuku membisikan sesuatu ditelinga ayahku yang dibalasnya dengan anggukan lemah.

Ibuku melihatku lalu mengkodeku untuk segera keatas yang aku tanggapi dengan anggukan kepala, ayahku seperti banteng yang sedang mengamuk setiap saat dan hanya ibuku yang bisa menenangi dan meluluhkan hatinya. Bagiku itulah cinta, yang bisa membuat segala sesuatu menjadi lebih lembut dan tenang.

Setelah berganti baju aku berbaring di tempat tidur dan berusaha memejamkan mataku, namun yang terjadi aku hanyalah melihat langit-langit kamarku. Jonathan mengejarku kemari dan dia rela ditambak oleh Ayahku apa benar dia masih mencintaiku?

kakak-kakakku selalu mengatakan aku ini bodoh karena terlalu mudah percaya pada orang lain dan ibuku berkata aku hanyalah terlalu pemaaf, namun aku mengenal Jonathan dia tidak mungkin mau membuang waktunya untuk sesuatu yang tidak berharga. Ku rasa aku harus melihat hari esok jika dia memang ingin aku kembali dia pasti akan membuktikannya jika tidak aku hanya harus bersiap menghadapi sakit hati yang lainnya, kurasa berteman dengan luka tidak ada salahnya.

Dengan pikiran yang berkecamuk aku mencari posisi yang enak untuk tidur dan dengan perlahan akupun terlelap.








Tbc.

NEW YORK MOONLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang