Efek

55 9 2
                                    

Sejak tadi aku menetap di kantin dengan Rara dan Riza. Aku tidak berniat kembali ke kelas rasanya. Ah, kabar burung itu benar-benar menggangguku.

"Nggak usah didengerin kali cha," Riza yang sedari tadi menatapku cemas kini angkat bicara.

"Yoi girl, sans aja kali." Rara mengamini. Membuatku lemas, kini membenamkan wajah dikedua telapak tangan. Kakiku menendang-nendang kaki meja kantin sembarangan. Membuat gaduh yang dilirik tak suka oleh beberapa orang.

"Yakali gue dituduh suka sama Bryan guys, ih."

Kabar itu sudah menyebar di kelas sejak jam kosong lalu.

"Icha suka natap Bryan diem-diem guys."

Kata-kata Rinrin itu masih membekas ditelingaku. Dari sekian banyak anak cowok kelas. Kenapa dia?

"Napa sih lo? sensian amat," Riza menyendok siomay ke mulutnya.

Kali ini aku mengacak rambutku sendiri, gemas kenapa harus galau tak jelas disini. "Ya karna gue tuh sukanya sama-"

Aku cepat-cepat membungkam mulutku sendiri. Dasar. Aku lupa kalau Nanda masih jadi rahasia terbesarku.

"Sama sapa ih? Ngambang gitu." Rara melotot padaku sekarang. Riza lebih parah, dia yang dari tadi sibuk dengan siomay sekarang mengata-ngataiku dengan mulut penuh. "Shama shapha kha? Wowo pahat lo daki cemen,"

Aku dan Rara jadi ternganga. Tak mengerti apa yang Riza katakan dengan mulut penuh begitu.

"Hah? Lo mahat daki semen riz?" Aku yang menyeletuk asal mendapat jitakan Riza di dahi. Mampus cha.

Rara menoleh padaku, "Budeg ih. Tadi Riza bilang pacar dadynya cemen," Rara mendongak kaget dengan ucapannya sendiri. "Ha? Dady lo punya selingkuhan riz?" Kali ini Rara yang dijitak Riza.

"Sama-sama budeg diam," Riza menoleh padaku, kemudian ganti memandang Rara. "Gue PMS, jangan bikin gue kesel, nyet."

Mendapat ancaman tadi, aku dan Rara jadi bungkam. Sama-sama masih berfikir apa yang Riza katakan tadi.

Sementara Riza kembali menyendok penuh siomay ke mulutnya, merasa sudah bodo amat dengan hal itu.

Bagus. Semua lupa arah pembicaraan tadi.

___

Bragg.

Semua yang ada di kantin saat itu refleks menoleh pada meja kami. Riza tiba-tiba jadi marah begini. Duh, bawaan PMS senyeremin ini apa?

"Nggak usah ngalihin topik, tadi lo mau bilang apa hah?" Riza kini berdiri di depanku. Mematut-matutkan telunjuknya padaku. Orang-orang masih memandangi kami aneh. Aku yang tersudut saat itu hanya bisa menunduk.

"Lo sendiri yang bilang, tak ada dusta diantara kita oy," Riza nyinyir lagi. Kali ini ibu kantin juga ikut-ikutan memandangi kami.

Parah.

Apa gue harus jujur?

***

Kasih tau mereka nggak yaaaa....... fix Icha makin galau.

Vote commentnya ya guyssss......

Setelah Kau [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang