21. Murid Baru

25 6 5
                                    

Aku membenamkan wajahku di meja wastafel, "Ah males banget gue dengerin tuh bocah kelas," sejak keributan di kelas tadi, aku memilih berdiam diri di kamar mandi baru dekat area lapangan futsal sekolah. Katanya disini tempatnya sangat oke. Dan ternyata benar.

Rara sedang mengaca di cermin super besar kali lebar disana, mencubit-cubit pipi tembamnya sendiri. "Kapan gue tirus?" Katanya sok dramatis.

Sementara Riza sudah sibuk dengan rambut panjangnya. Sedang diapakan itu aku tidak tahu. Dia mengepangnya, lalu melepasnya lagi, kemudian dibagi dua sama rata rambutnya, lalu mengikatnya masing-masing dibawah telinga. "Cupu banget kalo gini ih. Kata sapa cantik coba? Tuh anak boongin gue. Eh." Riza refleks menutup mulutnya sendiri. Entah siapa yang dia bicarakan tadi.

"Sapa lagi Riz?" Rara yang penasaran jadi bertanya. "Awas aja ya kalo lo nutup-nutupin sesuatu dari kita," lanjutnya gemas.

"Ada deh," Riza mengerjap, melepas ikat rambutnya lagi dan sekarang dia mengikat satu tinggi. Cantik.

"Dugong beranak ngga usah sok cantik," Rara membalas sambil mengibaskan rambut sebahunya, membuatku eneg dengan kelakuan kedua bocah alay itu.

Tapi, aku sedang malas menanggapi mereka. Sampai sebuah pop up message masuk di ponselku, ini juga salah satu alasanku ke kamar mandi, numpang nge-charger hape. Hehe, di kelas sudah penuh entah oleh setan-setan apa, tak ada ruang lagi bagiku untuk mengecas.

Nanda.

[PC - Nanda]

Nanda : chaa

Nanda : lo dimana?

Aku hampir tersedak sekarang, antara harus senang atau sedih. Atau jangan-jangan hapemu di Bryan? Ah, tidak. Jangan nethink dulu Cha.

"Jangan ribut dulu, ini ayang bebku pc anjir," kalimatku tadi sontak membuat Rara dan Riza diam.

"Ah masa? Bryan pc lo?" Riza mendelik memastikan. Lah, napa Bryan dibawa-bawa juga.

Nanda : kimia weh balik

Aku menepuk dahi pelan, baru sadar bahwa jam pertama ini akan diisi pelajaran si guru killer.

"Kenapa?" Rara merasakan ada sesuatu yang salah jadi menoleh padaku.

Aku menjawabnya singkat, padat, jelas, namun memiliki makna segudang ketakutan, "Kimia."

Mampus.

Aku, Rara, dan Riza mempercepat langkah kami, berlarian kecil menuju kelas. Pemandangan kami sedari tadi hanyalah kelas-kelas yang sudah ada guru. Mampus, si ibu galak itu pasti udah stay di kelas.

Dugaanku salah, tapi juga tak sepenuhnya sih. Ternyata bukan si guru killer yang ada di dalam kelas kami, melainkan wali kelas si Mrs. Maya yang disampingnya ditemani seorang gadis cantik. Mungkin dari SMA lain, bisa dilihat dari seragamnya yang berbeda.

"Masuk." Katanya datar dan kamu mengangguk saja.

"Dia murid baru." Penjelasan Mrs. Maya tadi sontak membuat seisi kelas bersorak huray. Khususnya para lelaki buaya di kelas ini, Suheru tuh sudah manggut-manggut mengedipkan sebelah matanya. Jovian teman sebangku ketua kelas juga sudah berdiri bertepuk tangan bersiul-siul gila. Dan bukannya melerai, si ketua kelas kampret kita itu malah ikut-ikutan bersiul manja. Jijik gue ngeliatnya, miris banget sih jadi jomblo jaman now.

Cih, buaya.

"Asik, nggenepin bangku gua dong, terimakasih telah mengabulkan doa Veni ya Allah. Veni seneng banget." Veni di kursi belakang jadi heboh sendiri. Kelas ini memang ganjil. Dan ya, ada murid baru membuat Veni jadi agresif, maklumlah setelah sekian lama duduk menjomblo. Hehe

"Ayo, perkenalkan diri kamu."

Dengan ragu si murid baru itu memandang kami. Sorot matanya menjelaskan dia punya kharisma seorang most wanted nantinya.

Bahaya.

"Nama saya Alanda--"

"Beuh! Cakep bener namanya neng!" Kalimat Suheru langsung mendapat sorotan tajam dari seisi kelas. Ya bagaimana tidak, si murid baru yang barusan diketahui bernama 'Alanda' itu saja belum sempat menyelesaikan namanya. Eh udah ribut-ribut.

Jangan sampe Nanda ketularan.

Gini nih kalo sotong makan micin kebanyakan. Ngegas aja bawaannya. Eh, tapi kenapa jadi gue yang sensi ke Suheru ya? Ngeri.

Alanda kembali melanjutkan bicaranya, "Alanda Almahendra. Pindahan dari Bogor karena Ayah saya dipindahtugaskan ke kota ini. Rumah saya di perumahan itu tuh, ih lupa namanya. Perumahan--"

"Perum Agung." Aku refleks menoleh ke sumber suara tersebut. Kamu tahu dia, Nda?

Wah, parah.

Eh, satu kompleks sama kamu berarti ya?

***


Salam-Juna

Setelah Kau [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang