36. Kelompok Belajar Kimia

20 3 4
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Tiba-tiba kita bertemu, tiba-tiba kita- oh maksudnya aku jatuh cinta padamu. Semua serba tiba-tiba tanpa rencana.

Di kelas sebelas ini, waktuku memikirkanmu semakin sedikit. Kesempatanku untuk memperhatikanmu dari jauh pun makin sedikit.

Jahatnya, perasaan ini tidak berkurang sedikitpun. Hanya statis tanpa kemajuan, tapi aku masih bersyukur tidak ada kemunduran didalamnya.

Aku banyak menghabiskan waktu untuk belajar tahun ini, mempersiapkan yang terbaik agar bisa masuk kampus favorit yang aku idam-idamkan. Sudah mulai fokus pada cita-citaku yang entahlah apa, masih random. Tidak sepertimu yang sudah fokus pada hal-hal berbau hukum atau keuangan.

Malam ini juga begitu. Di hadapanku, setumpuk buku sudah menunggu. Berpuluh soal sudah siap minta digarap. Gara-gara ini, berkurang juga waktuku untuk stalk akun sosial mediamu. Untuk sekedar melamunkan tentangmu saja susahnya minta ampun. Ya sudahlah, aku tidak menyesalinya. Toh, impianku selain kamu adalah cita-cita dan harapan orang tua.

Aku mulai membaca soal kimia, pikiranku menerawang. Ah, aku jadi ingat kejadian kemarin sore. Saat aku menjadi tutor kelompok belajar kimia untuk teman-teman kelasku.

Sebenarnya aku malas menjadi tutor, terutama mengajari orang-orang macam Suheru dan Runi. Itu menyita banyak tenagaku. Tapi kata mereka, kimiaku paling jago. Ya sudah, aku menurut saja. Lagipula ini memang pelajaran favoritku.

Saat itu aku sedang mengajari materi asam-basa kepada teman-teman. Entah mereka yang tidak mendengarkan guru atau bagaimana, tapi setiap kali kutanya, mereka benar-benar tidak mudeng. Jadilah aku harus mengajari mereka dari awal, mulai dari apa itu asam?

Aku mulai lelah setiba di halaman sepuluh lks, mulutku mulai kelu, kakiku sudah sakit ingin segera duduk. Aku makin sering mengucek mata, benar-benar lelah.

Saat itulah hal yang menyenangkan tiba-tiba datang. Entah angin darimana tiba-tiba kamu lewat kelasku. Sesore itu baru mau pulang. Kamu melongok ke jendela kelas dan menemukan kami yang tengah sibuk berkutat dengan teori asam basa lewis.

Aku bisa melihat kamu tersenyum disana, sambil menggeleng dan tepuk tangan lirih. Seolah mengatakan wah dari jauh. Aku tidak berani menyapamu. Afan yang menyapa, bertanya mengapa kamu baru pulang.

Kamu hanya mengedikkan bahu. Katamu, kamu memang sengaja mengulur waktu agar bisa bolos latihan renang.

Dasar Nanda!

Aku menjeda kegiatan belajar-mengajar itu. Lelahku hilang begitu saja saat melihatmu berbincang dengan Afan. Kamu sesekali tertawa santai. Hatiku berdesir, meringan begitu saja. Mengetahui kamu baik-baik saja adalah sesuatu yang menjadi penting sekarang.

Ah, irinya. Andai aku menjadi Afan saat itu. Yang dengan tanpa beban bisa bicara banyak denganmu.

Lalu diantara percakapan-percakapan itu, tanpa sengaja mata kita bertemu. Aku buru-buru mengalihkan pandangan. Pura-pura membaca soal kimia, menyembunyikan pipiku yang aku yakin tadi sempat merona.

Runi sudah memberi isyarat berkali-kali, meledekku. Untung saja Suheru dan yang lain tidak mengerti maksudnya.

Mengetahui aku menjeda kegiatan belajar ini, kamu menatapku lagi. Berkata dengan suara yang selalu ingin aku dengar, "Eh, lanjutin aja." Katamu sambil tertawa lucu. Benar-benar lucu sampai rasanya aku ingin merekamnya, mengabadikan momen itu selamanya. Memutar rekamannya berjuta kali hanya untuk mengingat suara rendah berat khas milikmu itu.

Lalu kamu mulai beranjak, kulihat kamu mengambil jaket navy dari tas dan memakainya. Sore itu memang cukup dingin. Tapi aku tahu kamu kebal dengan udara dingin. Berbanding terbalik denganku yang sama sekali tidak bisa berlama-lama kedinginan.

"Duluan," katamu ramah, pergi meninggalkan jendela bersejarah itu. Mungkin besok saat bersih-bersih kelas, aku yang akan mengelap bagian jendela itu. Mengelapnya dengan hati-hati. Berterimakasih pada bagian itu karena sudah menampakkan wajahmu dengan jelas sore itu. Wajah yang menyembuhkan lelahku.

Haha, aku masih saja tersenyum saat mengingat sore itu. Nanda, kamu adalah bagian terbaik jika ini adalah sebuah film, you're the best part.

Aku bersyukur, sangat-sangat bersyukur bisa mengenalmu. Bisa menyukaimu dengan amat seperti ini adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.

Bagaimanapun, aku akan begitu menyukaimu. Seolah hari ini adalah hari terakhirku di bumi. Seolah besok kita mustahil bertemu lagi selamanya.

Terimakasih, terimakasih Tuhan. Terimakasih waktu.

Tbc...

A/n : hmm

Setelah Kau [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang