37. Yoga Salim, Sang Gitaris

16 3 0
                                    

"Gue tuh suka kesel gitu sama lo, Cha," Rara menatapku intens. Kali ini Rara, Riza, Runi, dan Aku sedang duduk santai di depan kelas 11 ipa 2, kelasnya Riza. Alan sejak tadi tidak tahu kemana, katanya sih ada acara eskulnya. Makanya sibuk.

"Gue salah apa lagi ya ampun," kataku sudah frustasi sendiri merasa terpojokkan dari pagi. Pasalnya, sigung-sigung nakal ini sudah heboh saat mendengar kabar aku baru "disepik orang".

"Lo ngapain masih nunggu Nanda sih?!" Rara gemas kini jadi merengut kecil.

"Ya apalagi sih, GUE SUKA SAMA DIA" kataku tegas.

"Tapi ada yang suka sama lo kan? Buat apa nunggu yang nggak pasti?" Riza kini ikutan menghakimi.

"Lah, apa sih apa, gue ketinggalan apa?" Runi jadi sewot. Dia telat berangkat hari ini. Biasa, Gaga ngajakin muterin kompleks, pacaran dulu. Jadi tidak tahu hot news tentangku sama sekali.

Rara melengos pelan, "noh tanya aja noh ke ratu setianya Nanda!"

"Cih, itu lagi" kataku kesal, tapi jadi menjelaskan baik-baik.

"Kemaren Yoga PC gu-"

"What?! Yoga Salim? Anak ipa 5, Cha? Yang dulu sekelas sama gue?" Runi sudah heboh sendiri. Matanya melebar antusias.

"Ngapain?" Lanjutnya tambah penasaran.

Ck! Kan heboh semua. Kalau mau tahu, Yoga itu anak ipa 5. Satu eskul denganku sejak kelas 11 ini. Fyi, aku ikutan eskul band. Sok-sokan jadi penyanyi amatir. Gara-gara Suheru yang jadi gitarisnya, dia malah daftarin aku disana. Padahal, aku nggak bisa nyanyi. Oq. Serah!

Dan Yoga juga jadi gitaris di band yang satu kelompok dengaku. Kami nggak begitu dekat. Tapi dia anaknya buaya suka nyepik gitu. Pas baru pertama masuk ruangan dulu, dia pernah ngomong gini, "Eh, Ichantik ya?" Sambil ketawa-ketiwi entah maksudnya apaan nggak ngerti lagi.

Saat itu aku tidak peduli, ikutan tersenyum ramah. Kita tukaran kontak, dia suka nanyain pelajaran, dan aku yang memang hobi menjelaskan. Jadi iya-iya saja.

Yoga suka basa-basi menyapaku saat lewat bersama teman-temannya, aku yang merasa 'berteman' balas menyapanya. Tidak peduli teman-temannya itu sudah heboh bersiul atau ramai bersorak 'cie' entah untuk apa.

Tapi, semua jadi makin jelas malam itu.

[PC - Yoga]

Yoga: Cha

Yoga: gue baru tau lo ranking satu

Ichaa: apaan dah pc gue cuma mau bilang gitu

Ichaa: malu akutu

Yoga: kok lo bisa pinter gini sih

Ichaa: lah apaan lagi yog

Yoga: serius gue baru tahu lo ranking satu di kelas

Ichaa: aha gue tau!

Ichaa: ngaku deh

Ichaa: lo ngefans sm gue kan? ^^

Yoga: iyaa

Yoga: gue ngefans sm lo

Ichaa : sudah kuduga :p

Malam itu aku hanya tersenyum. Agak geli juga dengar Yoga katanya ngefans gitu. Aku iseng men-screenshoot chatku dengan Yoga. Niatnya mau pamer ke grup sigung karena baru dapat fans. Eh malah jadi ribut sampai pagi ini.


"Kan Run kan!" Rara heboh lagi.

Runi masih berpikir, "maksudnya ngefans itu apa sih?"

"Nah! Itu dia!" Riza ikutan semangat. "Udah jelas Yoga tuh suka sama Lo!" Semangat 45 nya menggebu-gebu menunjukku.

"Ekspetasi kalian tuh ketinggian! Bisa bedain arti 'fans' sama 'suka' nggak sih?"

"Aduh, gue punya temen otaknya nggak beres semua?!"

"Ya gue tau kalian emang suka telat! Tapi plis ya dulu nggak usah telat pas pembagian otak napa sih?!" Sanggahku tak kalah semangat.

"Kan! Ranking satu apanya, ini mah salah nilai gurunya kali ya? Yang perasaan orang aja nggak tau gimana bisa ranking satu! Plis kasih tau gue lo ngapain gurunya?" Rara misuh-misuh di teras ipa 2, tidak sadar sudah jadi tontonan orang.

"Tapi, Cha. Yoga tuh orangnya nggak gitu setau gue." Runi berhenti berpikir, jadi melontarkan argumennya.

"Apa?!" Kataku sok galak sedang pura-pura perang dingin dengan Rara.

"Dia nggak buaya, nggak pernah nyepik sembarangan!" Kata Runi.

"Ck! Dia tuh cuma mau pc duluan ke tiga mahluk di dunia. Anak cowok gengnya, orang yang dia mau mintain sesuatu, sama orang yang spesial buat dia. Gue tahu itu karena dia dulu mantanan sama Lisa, temen deketnya Kiki sahabat gue pas kelas 10."

Aku melongo, lalu jadi tertawa keras. "Kan dah jelas kan! Gue golongan kedua elah!"

Riza, Rara, dan Runi si tiga 'R' itu jadi menatapku sinis.

"Yang nggak peka gini gimana mau ngarep Nanda peka?" Riza sudah sewot sendiri.

Riza masuk ke kelasnya, sudah sebal meladeniku. Rara dan Runi jadi ikutan pergi, kearah koperasi mau beli sesuatu mungkin.

Sementara aku masih duduk manis, bel masuk masih lima menit lagi. Kebetulan aku di teras ipa 2, sebelahan dengan kelasmu. Sayangnya, dari tadi kamu tidak keluar kelas. Aku yakin sedang sibuk diam-diam main game di kelas.

Ingin rasanya aku melihatmu, karena kamu selalu semangat saat main game dengan teman-temanmu. Berseru senang saat mendapat poin paling unggul. Lalu begitu fokus saat yang lain giliran main. Aku hampir tahu semua reaksimu di dalam sana meski tak melihatnya langsung.

Yang begini mana bisa aku beralih? Aku tidak bodoh dengan maksud teman-temanku barusan. Tapi, di hatiku tidak pernah cukup tempat untuk orang lain. Semuanya sudah penuh tentangmu.





Nanda.

Aku sudah memilih
Biarkan aku egois dengan pilihan itu
Biarkan aku menunggu rasa sakitnya
Biarkan aku lelah

Baru aku akan pergi.

***

a/n : sadarlah chaaa, nanda hanya akan selalu bersama kekasihnya. Si laptop.

Setelah Kau [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang