"Jika saja mata ini tak menangkap hal yang melemahkanku, pastilah air mata ini tak pernah membasahi kehidupanku,"
🐋🐋🐋
Sesuai janji saat challenge mi pedas setan kala itu, malam ini Ferry akan menemani Vanys ke pesta ulang tahun Mauly. Namun, sebelum itu ia harus memastikan dulu jika kekasihnya benar-benar tak bisa menemaninya. Sejak semalam, hubungan Arion dan Vanys sudah kembali membaik. Entah apa yang membuat Arion meminta maaf, tetapi Vanys bahagia.
Vanys mengetuk-ketuk meja kafe FT dengan tangannya yang satu menempelkan ponsel ke telinganya. Gadis itu tengah menunggu panggilannya diangkat oleh Arion.
"Gimana?" tanya Ferry yang duduk berhadapan dengan Vanys. Lelaki itu refleks bertanya saat Vanys menurunkan ponselnya dari telinga. Gadis itu menggeleng, lalu menenggelamkan kepalanya ke lipatan tangan yang ia bentuk di atas meja.
"Perasaan kena ghosting mulu," keluh Vanys. Gadis itu semakin menenggelamkan kepalanya. Ferry menghela napasnya.
"Ya lagian lo kurang kerjaan banget, orang kaya Arion kok dipacarain," cibir Ferry. Gadis itu sontak mendongakkan kepalanya. Menatap tajam lelaki yang ia sebut sahabatnya.
"Terus? Daripada lo, nggak punya pacar. Iyuh," ejek Vanys.
"Ya karena gue nunggu seseorang, lo nggak pernah paham," ujar Ferry. Lelaki itu bangkit dari kursinya, lalu membawa tasnya juga.
"Fer, lo mau ke mana?!" teriak Vanys saat melihat Ferry pergi meninggalkannya. Apa-apaan juga? Masa diejek nggak punya pacar ngambek? PMS kali, ya?
Tak mau memperburuk keadaan, Vanys berlari membuntuti Ferry. Gadis itu hanya tak ingin Ferry marah dan tak mau menemaninya malam ini. Atau lebih parahnya malah tidak mau menemuinya sama sekali.
"Jalannya jangan cepet-cepet, dong!" tutur Vanys yang mencoba mengiringi langkah lebar Ferry. Namun, lelaki itu sama sekali tak menggubrisnya.
"Fer-"
"Awh, shh ... aduh, sakit banget!" rintih Vanys saat tubuh gadis itu bertabrakan dengan lelaki yang membawa setumpuk buku dengan tinggi. Gadis itu terjatuh bersamaan dengan buku-buku yang menimpanya.
Ferry menengok ke belakang. Lelaki itu menghela napasnya. Ia berjalan menghampiri Vanys. Sebelum itu, ia membantu seorang junior yang bukunya terjatuh tadi.
"Lain kali hati-hati," ujar Ferry kepada lelaki itu. Pun junior itu mengangguk.
Tangannya ia ulurkan kepada Vanys. Gadis yang terduduk di sana mendongak. Vanys melemparkan senyum manisnya, sedangkan Ferry membuang mukanya ke arah lain.
"Pake dua tangan," rengek Vanys. Namun, tak dituruti oleh Ferry. Bahkan, lelaki itu hampir menarik tangannya kembali.
"Ih, nggak ikhlas!" gerutu Vanys saat dirinya sudah berdiri di hadapan Ferry.
"Bodo! Lagian lo ngapain pake mau ngikutin gue? Orang gue mau ke toilet. Lo mau ikut?" ketus Ferry.
"Ya nggaklah! Mana gue tau kalo lo mau ke toilet. Gue kira lo marah sama gue," balas Vanys. Ferry memutar bola matanya jengah. Lelaki itu melanjutkan langkahnya untuk pergi ke toilet. Sementara itu, Vanys dirundung kebingungan ketika ia harus memilih ikut Ferry atau menunggu di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
43 Bagian Cerita Vanys [END]
Romance[NEW VERSION] Kadang, kita harus memilih antara luka untuk bahagia atau bahagia untuk luka. Bagi kamu yang bimbang dalam urusan mencinta tanpa dicinta, kisah ini sungguh cocok untukmu. Dalam setiap goresan penanya, lelaki itu menuangkan segala rasan...