Potret 9 : Putus

1.3K 79 21
                                    

"Rasa itu sudah tak lagi sama. Instrumen cinta kita sudah tak lagi senada. Bahkan, tujuan pun angan sudah berbeda. Kita adalah fatamorgana yang begitu nyata,"

🐋🐋🐋

Menangis bukan lagi pilihan bagi Vanys. Menimbang pernyataan atas saran Ferry kepadanya kemarin, hal itu perlu dilakukan. Dia harus tegas atas dirinya sendiri, ia tak mau terluka lagi. Tak apa tak punya pacar mantan presma yang begitu terkenal itu, asalkan hati dan harga dirinya tak disakiti lagi, itu cukup.

Vanys menghela napas. Gadis itu merogoh tas selempangnya untuk mencari benda pipih dengan case berwarna pink kesukaannya. Gadis itu mencari kontak bernama Arion. Ya, nama kontak yang semula bernama 'Love' itu diganti paksa oleh Ferry agar gadis ini bisa melupakannya. Vanys melakukan panggilan kepada pemilik nama itu.

"Halo? Bisa ketemu nggak hari ini? Penting banget," ujar Vanys begitu malas.

"Hari ini banget? Aku mau ada acara kumpul sama temen magang," balas di seberang sana. Vanys memutar bola matanya jengah. Selalu begini setiap kali mengajak Arion ketemuan.

"Bisa nggak, sih nggak perlu alibi? Capek tahu nggak! Pokoknya kalo tetep nggak bisa, aku datengin kamu ke acara sama temen-temen kamu," ketus Vanys. Terdengar helaan napas dari seberang sana.

"Oke, kita ketemu di kafe biasa. Aku nggak punya waktu banyak," balas Arion pasrah. Vanys hanya berdehem guna menjawab. Kemudian, ia memutus sambungan telefonnya.

Vanys memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang asal. Gadis itu menarik kursi di depan Ferry. Ya, lelaki itu melihat semua interaksinya. Vanys menidurkan kepalanya di atas kedua lengan yang ditumpu di atas meja. Tak berselang lama, gadis itu menghentakkan kakinya kesal.

"Lo denger 'kan? Selalu kayak gitu kalo gue ajak jalan," gerutu Vanys. Gadis yang sempat mendongakkan kepalanya, kembali menidurkannya lagi.

"Gue nggak pernah saranin lo buat jadian sama dia. Gue malah dukung lo buat cepet-cepet putus sama dia," balas Ferry sekenanya. Hal itu membuat Vanys lebih geram.

Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap nyalang seorang Ferry. Gadis itu mendengus sebelum ia meraih tas selempangnya dan meninggalkan Ferry seorang diri.

"Dih, ngambekan. Van! Vanys! Tungguin gue!" teriak Ferry. Namun, sama sekali tak digubris oleh Vanys. Gadis itu malah semakin mempercepat langkahnya. Ferry menggeram, lelaki itu terpaksa mengejar Vanys agar tak tertinggal.

🐋🐋

Vanys terlihat duduk di samping jok mobil Ferry yang kini tengah mengemudi. Vanys sesekali melirik ke arah samping. Keduanya masih saja bertengkar perihal masalah tadi. Hanya saja kini Vanys malah tak tahu malu menebeng di mobil Ferry. Jika saja ia bawa mobil sendiri atau ponselnya tidak mati, pasti ia akan pergi ke kafe sendirian.

"Jangan lihatin gue mulu, nanti lo suka lagi sama gue," goda Ferry. Gadis di sampingnya itu bergidik ngeri.

"Dih, ogah banget gue pacaran sama lo," balas Vanys ketus. Ferry terkekeh mendengarnya.

"Btw, tawaran gue kemarin masih berlaku kalo lo mau. Ya, itung-itung biar lo nggak jomlo, sih," ujar Ferry. Perkataan barusan semakin membuat Vanys geram.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang