Potret 35 : Ungkapan

805 35 12
                                    

❝Jika selama ini mulut masih saja membisu saat engkau jalan dengan yang lain, maka detik ini aku ungkapkan segala kegelisahan dan kecemburuan.

🐋🐋🐋

4 Januari 2021

Masa liburan ke Jakarta sudah selesai. Ferry harus segera kembali memikirkan acara dies natalis nanti. Meskipun terpantau 90% sudah siap, tetapi lelaki itu harus memastikan lagi semua persiapan lancar tanpa kendala. Mengemasi semua barang ke koper. Isi almari sudah kosong, tetapi otaknya tidak. Ia masih memikirkan kelakuan dirinya kemarin. Apalagi ia sampai dibego-begokan oleh Devon karena itu. Bodoh memang, tak bisa memanfaatkan peluang yang ada.

"Hari ini kesempatan yang baik, gue nggak boleh gagal," ujarnya untuk diri sendiri.

Lelaki itu menutup kopernya. Ia mengambil ponsel dan kartu akses kamar. Ia akan segera check-out dari hotel, begitu juga Vanys.

Menutup pintu bebarengan membuat keduanya sempat menoleh dan berpandangan. Wajah gugup Ferry dan wajah mengintimidasi Vanys mendominasi. Gadis itu menghampiri Ferry. Menatap lelaki itu lebih lekat. Ada sesuatu yang tampak ditahan.

"L-lo kenapa, sih?" tanya Ferry tergagap. Vanys mencelos setelah membuat Ferry salah tingkah.

"Gue laper. Kita makan dulu, yuk! Takeaway mekdi, deh. Gue tau kok lo sibuk, ada rapat 'kan?" tebak Vanys. Ferry meringis seraya menggaruk kepala yang tak gatal.

"Udah, buruan!" paksa Vanys. Gadis itu menggeret Ferry dengan merangkul lengan sahabatnya.

🐋

Vanys melahap chicken sandwich miliknya. Kadang gadis itu menyuapkan kepada Ferry. Perjalanan hanya dihiasi dengan acara makan-makan Vanys saja. Tak ada obrolan serius. Ferry pun belum mau membuka mulut. Ia masih mempersiapkan. Jantungnya tak bisa untuk tak berdegub kencang. Ia gugup, bahkan lebih gugup dari presentasi besarnya tiap saat.

"Van?" ucap Ferry membuka obrolan. Detak jantungnya kali ini terasa lebih cepat dari sebelumnya. Gugup. Vanys hanya berdehem seraya memasukkan nugget ke mulutnya.

"Gu-gue mau bicara penting sama lo," papar Ferry. Lelaki itu mengatur napas.

"Aduh, udah deh! Dari kemarin lo ngomong itu terus, tapi nggak ada realisasinya. Lo mau ngomong apa, sih? Tumben-tumbenan nggak langsung ceplos. Ada apa?" tanya Vanys. Gadis itu meletakkan nugget miliknya. Ia mengangga dagu dengan kedua tangan. Matanya menatap lurus ke arah Ferry.

Ferry menelan ludah. Lelaki itu semakin salah tingkah jika diperhatikan seperti itu. Ferry menjadi pening. Ia mengembuskan napas.

"Gu-gue ... sebenernya gue su—"

Suara dering panggilan dari ponsel Ferry memotong segalanya. Susana kembali runyam. Ketika ia sudah mempersiapkan diri, kini malah ada gangguan dari luar. Vanys meraih ponsel milik Ferry. Gadis itu memperlihatkan display kepada Ferry.

"Devon. Angkat nggak?" tanya Vanys. Ferry menghela napas. Lelaki itu mendengus. Bisa-bisanya orang paling ngebet, membuat dirinya gagal mengungkapkan. Ferry mengangguk. Vanys menggeser tombol hijau ke atas. Kemudian, ia menempelkan ke telinga Ferry yang tengah menyetir. Gadis itu pun melanjutkan makannya lagi.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang