Potret 25 : Aku Balikan

917 47 9
                                    

❝Kecewa tatkala hati ini memilih cinta lain yang tampaknya tak setulus cinta yang kumiliki.❞

🐋🐋🐋

Bersembunyi di toilet untuk menghindari pertanyaan Arion. Gadis itu terkejut, mendengar lontaran Ariom tadi. Ia sama sekali tak mengerti keadaan sekarang. Gadis itu menghela napas. Mencuci tangan guna merilekskan degub jantungnya. Hembusan napas itu terdengar jelas. Raut gusar terlintas di wajah Vanys.

Terkejut. Refleks ia menengok ke arah pintu toilet. Terdengar suara khawatir dari mulut seorang Arion. Bahkan, beberapa orang di sana sempat menggodai. Memejamkan mata kuat. Vanys tak bisa seperti ini. Ia harus jujur dengan perasaannya.

"Iya, gue cuma perlu yakin," gumamnya. Gadis itu merapikan anak rambut ke belakang daun telinga. Mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap tangan yang basah. Mengambil tas, lalu bergegas keluar.

Mata itu saling beradu. Vanys mendapati binar dari Arion. Terlihat gurat khawatir di sana. Terlihat tulus.

"Syukur kamu nggak apa-apa," ujar Arion dengan lega. Lelaki itu hendak menarik tangan Vanys. Namun, gadis itu mencegahnya.

"Kasih gue waktu untuk hari ini aja. Ada sesuatu yang perlu gue pastikan lagi. Nanti malam gue tunggu di Tamelo," ujar Vanys. Gadis itu tersenyum, lalu melepas genggaman Arion. Tujuan Vanys hanya satu kali ini. Rumah sakit di mana Ferry dirawat. Ia akan meminta saran.

🐋

Berdiam diri dengan saling memandangi. Tak ada satu obrolan, bahkan sepatah kata. Vanys masih bungkam. Gadis itu enggan untuk memberi tahu Ferry. Sampai-sampai, Ferry ikut-ikutan tidak mau berbicara.

"Mending lo pulang kalo cuma diem-dieman gini. Apa bedanya yang tadi sama sekarang coba? Hening," cibir Ferry. Lelaki itu masih merajuk.

Vanys memonyongkan bibir. Ia merasa kesal dengan ucapan Ferry. Bukan ia tak mau berbicara, tetapi bingung akan mulai dari mana. Terlebih ia harus memilih kata agar Ferry tak marah. Menghela napas dalam. Lalu, membuka mulut.

"Jadi, ini soal Arion," singkat Vanys. Ferry mengerutkan dahi.

"Dia buat ulah lagi? Atau malah sakitin lo lagi? Mau apa sih itu orang?" gerutu Ferry terlanjur kesal. Vanys mendecak. Ia sudah tahu Ferry itu tak bisa sabar sedikit.

"Tuh 'kan. Anjir lo, ah! Bisa nggak sih buat sabar sedikit? Gue belum selesai ngomong," omel Vanys. Gadis itu bersidekap dada.

"Oke, lanjut!" suruh Ferry. Menghela napas lagi. Kali ini, Vanys akan langsung ke intinya.

"Dia ngajak gue balikan, lo ada saran nggak?" tanya Vanys dengan satu napas. Rentetan kalimat itu terdengar buyar.

"Eh, lo kalo ngomong itu pelan-pelan. Gue mana denger kalo lo nge-rap gitu," protes Ferry. Vanys memutar bola matanya.

"Gue mau lo ngasih gue saran, soalnya Arion ngajak gue balikan. Jelas?" ulang Vanys. Kali ini dengan tempo yang lebih lambat.

Bukan jelas lagi, tetapi sangat jelas. Ferry terkejut. Jantung yang tadinya berdetak kencang, kini mulai memelan. Bahkan, terasa lebih lambat dari detak jantung normal. Hati begitu sakit. Tertohok oleh sebuah ungkapan tak terduga. Melihat Ferry yang terdiam, Vanys berdecak lagi. Gadis itu menampar tangan Ferry guna menyadarkan.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang