Potret 32 : Kamera

734 42 9
                                    

❝Kita tak dapat memilih memori apa saja yang harus kita dapatkan. Namun, menenangnya dalam sebuah jepretan untuk yang terbaik, sama sekali tak ada salahnya.

🐋🐋🐋

31 Desember 2020

Merayakan pergantian tahun di Jakarta memanglah epik. Ada nuansa tersendiri. Vanys bahagia, meskipun liburannya tak sejauh semester-semester lalu. Vanys paham kesibukan Ferry. Toh, ia tak bisa memaksa dan merengek seperti dulu. Ia cukup sadar diri. Ia sudah terlalu merepotkan Ferry dan keluarganya selama ini.

Menghela napas menikmati udara yang melewati dirinya. Duduk di kursi santai seraya menikmati pemandangan yang disuguhkan untuk mata.

"Minum," ujar Ferry seraya memberikan segelas jus jeruk segar. Vanys membuka kacamata, lalu meneguk jus yang diberikan lelaki itu.

"Nanti malam kita ke Monas, yuk!" ajak Vanys. Ferry mengangguk. Ke manapun gadis itu ingin, ia akan turuti.

"Kalo saat ini, mau ke mana?" tanya Ferry seraya mengangkat salah satu alisnya.

"Mau spa, deh. Boleh, ya? Lo kalo mau nge-gym juga nggak apa-apa. Serius, sih badan gue pegel semua gara-gara kemarin," balas Vanys jujur. Ferry tersenyum, lalu mengangguk. Tak apa ia merogoh kocek lagi, asalkan gadisnya bahagia.

"Makasih. Tapi sebelum ke Monas, gue masih belum puas deh makan di Benhil, kita ke sana lagi, ya abis gue spa," rengek Vanys. Gadis itu mengedipkan mata berkali-kali. Ferry mengangguk karena tak ada pilihan.

"Yes! Makasih. Emang, ya sahabat gue udah ganteng, nggak pelit, pinter lagi," puji Vanys diakhiri kekehan. Sementara, Ferry memutar bola matanya jengah.

🐋

Vanys menjulurkan lidah saat Ferry memotret dirinya. Mereka sudah sampai di wisata kuliner Bendungan Hilir. Ah, aroma makanan dari warung satu ke warung lain begitu bersahutan. Setiap osengan dan rebusan, menghasilkan aroma yang berpadu satu sama lain.

"Pecel lele, kuy!" seru Vanys. Gadis itu mendahului Ferry. Bersumber dari internet dan banyak celotehan Mauly, pecel lele di tempatnya berada ini begitu terkenal. Apalagi dengan sambalnya. Sungguh, Vanys akan menyukainya. Namun, tidak dengan Ferry.

"Gue nggak selera kalo kayak gini, gue ambil foto-foto di luar aja, ya? Lo nggak apa-apa 'kan di sini? Nanti gue balik, udah gue bayar," ujar Ferry saat melihat banyak hidangan yang dipesan Vanys. Tentu gadis yang sudah sibuk dengan makanan, hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Lelaki itu keluar. Ia akan mengambil banyak foto. Sambil menyelam minum air, lelaki itu butuh contoh-contoh bangunan. Ia pun juga berniat belajar menjadi fotografer profesional, siapa tahu nanti karyanya bisa dipajang di Edwin's Gallery, lalu menghadiahkannya kepada Vanys.

Bruk!

"Eh, maaf, Mbak," ujar Ferry. Lelaki itu memunguti buku-buku milik gadis yang ditabraknya tadi.

"Nggak apa-apa, Mas," balas gadis itu seraya menerima buku-buku yang dipunguti oleh Ferry.

Setelah kejadian itu, sang gadis meninggalkan tempat. Ia sempat menatap punggung Ferry dari kejauhan begitu lama. Siapa yang akan menolak paras tampan seorang Ferry? Mustahil. Ups, Vanys mungkin.

"Ekhem! Cie ...," goda Vanys seraya menyenggol bahu milik Ferry. Ferry menatap nanar.

"Apaan sih lo? Udah makannya?" tanya Ferry.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang