Potret 22 : Permainan Rasa

997 55 10
                                    

❝Kucukupkan hati untuk berlabuh. Semoga rasa cinta tak dipadukan dengan dusta dan permainan belaka.❞

🐋🐋🐋

Vanys tergelak ketika mendapati potret Dirga di salah satu sosial media kampusnya. Dirga resmi masuk akun instagtam @ui.ganteng karena terekspos kemarin saat di Tamelo. Gadis yang terkena pukulan di pipinya itu memilih untuk masuk karena masih dalam masa UTS. Lagipula, luka lebamnya masih bisa ditutupi oleh foundation.

Menyedot satu cup ice cappucinno dengan tangan yang masih sibuk scroll akun sosmed, membuat Dirga merasa diabaikan.

"Seserius itu sama sosmed? Aku dianggurin, nih?" sindir Dirga di antara ramainya pengunjung AH Café pra-UTS. Vanys yang merasa tersindir langsung meletakkan ponselnya. Gadis itu bersidekap di atas meja seraya menatap Dirga.

"Maaf," lirih Vanys dengan ekspresi andalannya. Dirga berdecih.

"Muka kamu tuh, ya. Btw, kemarin kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya Dirga. Sudah kesekian kali lelaki itu bertanya. Vanys mencubit pipi Dirga.

"Iya, Sayang. Kamu udah nanya berapa kali, sih! Kebiasaan, deh sama over protective-nya," ucap Vanys. Gadis itu melihat kembali smart watch miliknya.

"Aku harus cepet-cepet ke kelas, deh. Kalo kamu mau duluan nggak apa-apa. Udah mau ujian soalnya," ujar Vanys. Ya, Vanys dan Dirga memang seumuran, tetapi Dirga tetaplah satu angkatan di bawahnya. Bahkan, sekitar empat puluh lima menit yang lalu, Dirga sudah menyelesaikan UTS-nya. Lelaki itu mengangguk.

"Kalau gitu aku mau ke Sasari. Udah ditunggu sama temen di sana. Kamu nggak apa-apa 'kan kalau ke kelas sendiri?" tanya Dirga. Vanys pun mengangguk mantap. Toh, kafe ini masih searea dengan gedungnya.

"Ya udah, deh. Nanti kita ketemu di tamling aja. Abis UTS mau ke perpustakaan dulu soalnya," balas Vanys. Dirga pun mengangguk kembali. Mereka berpisah di sini.

🐋

Ferry masih merasakan gemetar di tangannya. Lelaki itu belum sempat pergi ke dokter untuk memeriksakan. Mengingat subuh tadi lelaki itu baru pulang dari rumah Vanys. Setelahnya, ia harus pergi ke kampus lebih pagi. Tak ada waktu, bahkan ia belum menemui Vanys seharian ini.

Kaki-kaki itu melangkah semakin mendekat ke arah perpustakaan. Sampai langkah itu terhenti ketika sepasang sepatu yang cukup ia kenal melewati dirinya. Vanys, gadis itu baru saja keluar dari sana.

"Ferry?" panggil Vanys. Tak ada sahutan dari lelaki itu. Bahkan, ia sempat terburu-buru untuk masuk. Ia rindu, tetapi rasa kecewa semalam masih mendominasi.

"Fer! Lo kok gitu, sih? Gue ada salah sama lo? Atau gara-gara tangan lo. Gue minta maaf karena baru tau abis lihat video live yang viral di instagram," ujar Vanys. Ferry masih tak bergeming. Vanys mengulum bibirnya.

"Gimana? Tangan lo masih sakit?" tanya Vanys seraya meraih tangan kanan Ferry. Namun, lelaki itu malah menariknya.

"Gue mau sendiri dulu. Gue masih sibuk, Van. Banyak yang harus gue urus," balas Ferry terdengar dingin. Lelaki itu bahkan melenggang begitu saja. Sempat ingin mengejar, tetapi seseorang sudah memanggil Vanys.

"Hai!" seru Dirga seraya melambaikan tangan. Vanys tersenyum. Ia menoleh ke belakang, lalu meninggalkan tempat itu. Vanys akan pergi ke suatu tempat bersama Dirga setelah ini. Namun, perasaannya masih saja tak enak. Ia tak pernah melihat Ferry secuek ini padanya.

🐋🐋

Ferry menghela napas. Ia sudah ada di Mares 'Margonda Residence' apartemen milik Devon. Lelaki itu mengibaskan tangan di depan wajah. Asap yang berkemebul dari vapor milik Devon mengusik indera penciuman Ferry. Ferry bukanlah lelaki yang suka merusak organ dalamnya, bahkan ia tak mau meskipun menghirup saja.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang