Potret 36 : Candaan

797 41 14
                                    

❝Lagi-lagi, luka lama itu kau berikan padaku. Kau anggap semua ungkapan serius sebatas candaan.

🐋🐋🐋

"Gue suka sama lo," bisik Ferry tepat di telinga Vanys saat gadis itu memeluknya. Mendengar itu Vanys terbungkam. Sesaat setelahnya, gadis itu mendorong Ferry. Timbul reaksi terkejut dari lelaki itu. Kemudian, semua menjadi berubah. Vanys tertawa. Ia memukul paha Ferry.

"Anjir, lo kalo bercanda suka gitu, ya? Gila, sih gue tau kalo lo suka gue, ya kali temenan nggak saling suka. Ada-ada aja lo," sahut Vanys. Gadis itu terkekeh.

Ferry sedikit kecewa. Apakah gadis itu sama sekali tak bisa merasakan cinta? Apakah perhatiannya selama ini kurang menunjukkan? Sekaku itukah hubungan mereka? Raut wajah Ferry berubah. Lelaki itu menghela napas. Ia memutar bola matanya jengah. Ia lelah, tetapi lebih lelah saat mengetahui Vanys hanya menganggap perasaannya sebagai candaan.

Ferry bangkit. Lelaki itu meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribuan di atas meja. Lelaki itu sempat melambai ke pelayan sebelum meninggalkan area outdoor. Vanys menoleh, gadis itu menghentikan tawanya. Ia langsung menyabet tas selempang, lalu mengejar Ferry.

"Aduh, Fer! Lo kenapa, sih main tinggalin gue? Emang omongan lo tadi serius?" tanya Vanys dengan dahi mengerut. Ekspresinya pun berubah cemberut. Ferry mendengus kasar saat Vanys menghadang dirinya.

"Gue capek banget, mau istirahat di rumah. Emang lo nggak capek?" alibi Ferry. Vanys menunduk, lalu menggigit bibirnya.

"Capek, sih. Ya udah, pulang yuk!" seru Vanys. Bahkan, gadis itu kini meregangkan otot di depan Ferry. Ia pun berjalan mendahului Ferry.

Sebegitu nggak pekanya atau gue yang terlalu berharap sama hubungan kita yang nggak akan bisa berkembang, batin lelaki itu.

Ferry menghela napas. Ia cepat menyusul Vanys yang sudah mendahului langkah Ferry. Bahkan, gadis itu sudah ada di bawah sana.

"Andai lo paham maksud gue, Van. Gue capek," gumam lelaki itu sebelum meninggalkan area kafe. Mereka akan segera pulang.

🐋

Membaringkan tubuh di atas ranjang milik Devon. Ferry memutuskan untuk menginap di apartemen Devon semalam. Lelaki itu butuh tempat curhat, meskipun ia harus memutar laju mobil setelah mengantar Vanys.

"Lo itu emang pantes dapat predikat sadboy, deh. Baru kali ini presma ada yang sadboy kayak lo," ledek Devon seraya mengepulkan asap rokok dari hidung dan mulutnya.

"Mau gimana lagi, Von? Setiap hari gue sama dia, setiap detik malah. Gimana cara gue nggak jatuh cinta sama dia? Cantik, pinter, baik, kurang apa lagi coba?" protes Ferry. Devon terkekeh.

"Kurang peka. Gue kasih saran mending lo mundur. Gue tau bakalan sia-sia perjuangan lo selama ini, tapi jangan jadi cowok bodoh yang udah jelas bakalan ditolak, tetep bertahan. Buka mata lo! Banyak cewek di luaran sana yang suka sama lo, Viola siap nampung lo, Fer," jelas Devon. Ferry menutup mata. Ia mengacak rambutnya frustrasi.

"Hidup cuma sekali, tapi bukan berarti lo punya kesempatan buat mencintai dan bertahan pada satu cewek. Jangan mau terlalu lama bertahan buat jagain jodoh orang," imbuh Devon. Lelaki itu membuang putung rokoknya ke asbak.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang